Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Bos Parna Raya menangis dicecar hakim, berkelit korban kartel

Bos Parna Raya menangis dicecar hakim, berkelit korban kartel ilustrasi sidang tipikor. ©2013 Merdeka.com

Merdeka.com - Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri (KPI) dan Direktur Utama PT Surya Parna Niaga, Artha Meris Simbolon, menitikkan air mata saat dicecar sejumlah pertanyaan oleh majelis hakim dalam sidang mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Rudi Rubiandini. Perempuan itu ngotot tidak pernah memberikan sejumlah uang buat Rudi melalui Deviardi, tapi malah memaparkan soal kesulitan bisnisnya saat ini yang berkilah menjadi korban kartel.

Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto dan anggota Majelis Hakim Purwono Edi Santoso dan Mathius Samiaji mencecar Artha. Mereka lantas membacakan runutan penyerahan uang dari Artha kepada Deviardi supaya disampaikan kepada Rudi yang ada dalam dakwaan.

Tiga hakim itu memaparkan bagaimana Artha memberikan uang kepada Deviardi buat Rudi. Pertama, Hakim Purwono membacakan dakwaan soal penyerahan USD 250 ribu sekitar Januari atau Februari 2013 oleh Artha kepada Deviardi.

Kemudian, Artha mengirim uang lagi sebesar USD 22.500 pada tahun sama. Lantas ada lagi pemberian sebesar USD 50 ribu pada bulan Ramadhan 2013. Dia menyerahkan duit itu ke Deviardi di restoran cepat saji, McDonald, di Kawasan Kemang, Jakarta Selatan, sekitar pukul 24.00 WIB.

"Enggak ada itu pak hakim," kata Artha berkelit saat bersaksi dalam sidang Rudi dan Deviardi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (11/2).

Kemudian, Hakim Mathius memaparkan, dua hari sebelum hari raya Idul Fitri 2013, Artha memberi USD 200 ribu buat Rudi. Duit itu diserahkan dalam dua amplop warna coklat, masing-masing berisi USD 150 ribu dan USD 50 ribu. Fulus itu diantar supir Artha dan diterima Deviardi di gerai waralaba Seven Eleven Menteng, Jakarta Pusat.

"Itu enggak ada pak hakim," ujar Artha.

"Jadi saudara pernah bantah semua ini?," tanya hakim Mathius.

"Ya memang begitu pak. Karena perusahaan saya enggak ada hubungannya," sambung Meris.

Sementara itu, Hakim Ketua Amin mencecar Meris soal perselisihan PT KPI dengan PT Kaltim Pacific Amoniak. Dalam dakwaan Rudi, disebutkan Meris menyogok Rudi supaya mau menurunkan formulasi harga bahan baku amoniak buat PT KPI.

"Bahan baku gas amoniak sangat mahal dibandingkan di importir dan kawasan. Terutama dengan perusahaan Jepang, PT Kaltim Pacific Amoniak. Sempat saya melayangkan surat ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Saya itu korban kartel. Kartelnya Pupuk Indonesia Holding Company," ujar Meris dengan nada suara mulai bergetar.

Menurut Meris, saat ini perusahaannya sudah tidak beroperasi selama tujuh bulan dan terancam bangkrut. Dia berdalih sudah pernah melaporkan hal itu kepada KPK hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Perusahaan saya tutup, hampir bangkrut, orang tua saya sakit. Tapi masih banyak utang di bank. Saya sudah lapor KPK, ke Presiden SBY, tapi sampai sekarang belum ada tanggapan," ucap Meris sambil terisak.

(mdk/dan)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
VIDEO: Dede Saksi Kasus Vina Lawan Iptu Rudiana Ogah Minta Maaf
VIDEO: Dede Saksi Kasus Vina Lawan Iptu Rudiana Ogah Minta Maaf "Tidak Mau, Buat Apa?"

Dalam somasi, Iptu Rudiana meminta Dede meminta maaf sekaligus menuduh Dedi Mulyadi menyebarkan berita palsu

Baca Selengkapnya
Rafael Alun Ogah Tanggung Restitusi Kelakuan Mario Dandy
Rafael Alun Ogah Tanggung Restitusi Kelakuan Mario Dandy

Adapun biaya restitusi yang diajukan melalui Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK) sebesar Rp 120 miliar.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Rafael Alun Tolak Tanggung Bayar Restitusi Mario Dandy
VIDEO: Rafael Alun Tolak Tanggung Bayar Restitusi Mario Dandy

Adapun biaya restitusi yang diajukan melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sebesar Rp 120 miliar.

Baca Selengkapnya
Mario Dandy Ngaku Tak Tahu Perusahaan Orang Tuanya Dijadikan Penampung Gratifikasi
Mario Dandy Ngaku Tak Tahu Perusahaan Orang Tuanya Dijadikan Penampung Gratifikasi

Mario Dandy Satriyo mengaku tidak tahu perusahaan kedua orang tuanya, termasuk PT Artha Mega Ekadhana (PT Arme), digunakan untuk menampung dana gratifikasi.

Baca Selengkapnya
PT Bali Tower Ungkap Keluarga Sultan Rifat Tolak Uang Ganti Rugi Rp2 Miliar, Minta Kompensasi Rp10 Miliar
PT Bali Tower Ungkap Keluarga Sultan Rifat Tolak Uang Ganti Rugi Rp2 Miliar, Minta Kompensasi Rp10 Miliar

Permintaan kompensasi itu diungkapkan kuasa hukum PT Bali Towerindo Sentra

Baca Selengkapnya
Hakim Emosi Dengar Saksi Gazalba Saleh Kembali Cabut BAP: Saudara Anggap Apa Sidang Ini!
Hakim Emosi Dengar Saksi Gazalba Saleh Kembali Cabut BAP: Saudara Anggap Apa Sidang Ini!

Saksi Gazalba Saleh Ahmad Riyadh mendadak mencabut keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat sidang korupsi hakim agung Gazalba Saleh.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Perseteruan Mario Dandy Vs Rafael Alun, Kukuh Minta Dibayari Restitusi Rp 120 Miliar
VIDEO: Perseteruan Mario Dandy Vs Rafael Alun, Kukuh Minta Dibayari Restitusi Rp 120 Miliar

Mario meminta Rafael Alun dihadirkan untuk dimintai persetujuannya membayar restitusi Rp 120 miliar.

Baca Selengkapnya
Tidak Terima Proyeknya Dipalak, Dedi Mulyadi Sambangi Rumah Preman, Ending-nya Istrinya Diberi Uang Buat Modal
Tidak Terima Proyeknya Dipalak, Dedi Mulyadi Sambangi Rumah Preman, Ending-nya Istrinya Diberi Uang Buat Modal

Politikus Partai Gerindra, Dedi Mulyadi, kesal mengetahui pembangunan jembatan di Desa Cijunti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Purwakarta, diganggu preman.

Baca Selengkapnya
Jaksa Agung Hendarman Supandji Menangis Jaksa Pilihannya Tergoda Suap 660.000 USD
Jaksa Agung Hendarman Supandji Menangis Jaksa Pilihannya Tergoda Suap 660.000 USD

Jaksa Urip divonis 20 tahun penjara pada 2008 dan bebas pada tahun 2017

Baca Selengkapnya
Hakim Tolak Eksepsi Rafael Alun
Hakim Tolak Eksepsi Rafael Alun

Rafael bersama-sama dengan Ernie Meike didakwa melakukan TPPU ketika bertugas sebagai PNS di Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2002 hingga 2010.

Baca Selengkapnya