Bupati Nonaktif Muara Enim Ahmad Yani Divonis 5 Tahun Penjara
Merdeka.com - Bupati nonaktif Muara Enim Ahmad Yani divonis 5 tahun penjara denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan. Vonis dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Palembang, Sumatera Selatan.
"(Ahmad Yani) terbukti dakwaan pertama Pasal 12 a UU tipikor jo 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengutip putusan Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (5/5).
Adapun majelis hakim yang menangani perkara Ahmad Yani adalah Erma Suharti selaku ketua dengan dua anggota hakim Abu Hanifah dan Junaida.
-
Kenapa Bupati Kutai Timur mengajak masyarakat perangi korupsi? 'Ini sebagai upaya memerangi korupsi. Apalagi korupsi bertentangan dengan hak asasi manusia. Mudah-mudahan dengan hadirnya kita mampu menjauhkan diri kita dari korupsi,' katanya.
-
Siapa yang dituduh melakukan korupsi? 'Permintaan kebutuhan operasional Syahrul Yasin Limpo dan keluarganya yang juga didukung dengan petunjuk berupa barang bukti elektronik, chat WA antara terdakwa Syahrul Yasin Limpo dan Imam Mujahidin Fahmid, serta adanya barang bukti antara lain dokumen catatan staf Kementan RI dan bukti kwitansi serta transfer uang pembayaran kebutuhan menteri dan keluarganya.
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi? Kejaksaan Agung secara resmi mengumumkan status Harvey Moeis sebagai tersangka, langsung mengirimnya ke tahanan.
-
Bagaimana Bupati Kutai Timur mengajak masyarakat perangi korupsi? Dengan mengambil tema Sinergi Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju, kegiatan itu dilaksanakan di halaman Polder Ilham Maulana, Sabtu (9/12) pagi.
-
Kenapa Bupati Labuhanbatu ditangkap KPK? KPK telah menahan Bupati Labuhanbatu Erick Adtrada Ritonga sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
-
Siapa yang menjadi tersangka kasus korupsi? Harvey Moeis menjadi tersangka dalam kasus korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
Vonis 5 tahun diberikan lantaran Ahmad Yani tidak mendukung pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Selain itu, sebagai seorang bupati seharusnya Ahmad Yani menjaga kepercayaan dari warganya.
"Hal meringankan, lantaran Ahmad Yani sebagai kepala keluarga yang mempunyai tanggungan keluarga," kata Ali.
Selain penjara 5 tahun, Ahmad Yani juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp2,1 miliar. Jika uang tersebut tak diganti setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harus diganti dengan pidana penjara selama 8 bulan.
Menurut Ali, baik jaksa penuntut umum dan tim penasihat hukum Ahmad Yani menyatakan masih berpikir terlebih dahulu apakah menerima putusan atau mengajukan upaya hukum lanjutan.
Vonis yang dijatuhi hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa. Ahmad Yani dituntut tujuh tahun penjara denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan atas kasus dugaan suap proyek. Jaksa juga menuntut agar hak politik Yani dicabut.
Jaksa menganggap Ahmad Yani tidak kooperatif selama persidangan. Setiap dakwaan yang dilayangkan jaksa selalu dibantah.
Ahmad Yani terbukti merestui pengerjaan 16 proyek jalan di Kabupaten Muara Enim yang berasal dari dana aspirasi DPRD Kabupaten Muara Enim dari APBD 2019. Proyek tersebut dikerjakan oleh Robi Okta Fahlevi sebagai Direktur Utama PT Indo Paser Beton.
Ahmad Yani sengaja meminta kepada Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim untuk mencari kontraktor yang bersedia memberikan fee proyek sebesar 15 persen di awal pengerjaan.
Yani diduga menerima suap Rp3,1 miliar yang diterimanya atas fee 10 persen di awal. Selain itu, Yani menerima sebidang tanah di Muara Enim seharga Rp1,25 miliar dan dua mobil yakni SUV Lexus dan Tata Xenon HD.
Dari fakta persidangan, terbukti Yani membagikan uang suap tersebut ke beberapa pihak. Diantaranya, Wakil Bupati Muara Enim yang saat ini menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Juarsah, Ketua DPRD Muara Enim Aries HB, PPK dan pejabat Pokja Dinas PUPR Muara Enim.
Dalam kasus ini, penyuap Ahmad Yani yakni Direktur Utama PT Indo Paser Beton Robi Okta Fahlevi telah divonis pengadilan dengan hukuman tiga tahun pidana penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan penjara.
Reporter: Fachrur RozieSumber: Liputan6.com
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mantan Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil terbukti terbukti bersalah melakukan tiga tindak pidana korupsi. Dia dijatuhi hukuman 9 tahun penjara.
Baca SelengkapnyaDadan Tri Yudianto divonis lima tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar
Baca SelengkapnyaSYL menegaskan tindakan dirinya sebagai Menteri bukan untuk kepentingan pribadi.
Baca SelengkapnyaSidoarjo Hattrick, Tiga Bupatinya Berturut-Turut Tersandung Kasus Korupsi
Baca SelengkapnyaLukas juga diwajibkan membayar Rp19.690.793.900 dalam waktu satu bulah setelah vonis berkekuatan hukum tetap. Jika tidak hartanya akan disita.
Baca SelengkapnyaBupati Bangkalan nonaktif Abdul Latif Amin Imron divonis 9 tahun penjara, karena terbukti melakukan jual beli jabatan.
Baca SelengkapnyaBoyamin memandang, eksaminasi yang dilakukan para pakar hukum sebagai dinamika belaka.
Baca SelengkapnyaMantan Gubernur Papua Lukas Enembe dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus suap dan gratifikasi terkait pengerjaan proyek di Pemprov Papua.
Baca SelengkapnyaDalam kasus ini, polisi menangkap Y selaku Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Katingan periode 2019-2022.
Baca SelengkapnyaHaryono Umar mengatakan, eksaminasi perkara Mardani H Maming tak bisa hanya dengan asumsi atau pemikiran. Eksaminasi harus didukung minimal oleh dua alat bukti.
Baca SelengkapnyaTertunduk Lesu Mantan Bupati Mamberamo Tengah Divonis 13 Tahun Penjara Kasus Korupsi
Baca SelengkapnyaSYL membangga-banggakan prestasinya sewaktu masih menjabat sebagai menteri.
Baca Selengkapnya