Derita manusia akar di Banten, ditinggal istri tak ada biaya berobat
Merdeka.com - Jumadi, warga Kampung Desa Kubang Puji, Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, Banten menderita gangguan kulit langka (Epidermodysplasia Verruciformis) atau biasa disebut manusia akar. Namun dirinya hanya bisa pasrah akibat tak punya biaya untuk berobat.
Pria berusia 33 tahun ini menderita penyakit akar selama delapan tahun, dan sempat menjalani pengobatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada 2012 lalu. Lantaran kekurangan biaya, terpaksa pengobatan yang dilakukan Jumadi terhenti.
"Sudah delapan tahun seperti ini, dulu sempat berobat ke RSCM dan sudah agak mendingan. Tetapi karena tidak ada biaya, berenti berobatnya. Dan sekarang semakin parah," kata Jumadi, Minggu (19/4).
-
Kenapa peserta BPJS Non-PBI bayar iuran? Ini dikarenakan peserta dianggap mampu membayar iuran dan tidak termasuk fakir miskin atau orang tidak mampu.
-
Siapa yang membayar iuran BPJS Non-PBI? Jika BPJS-PBI biaya per bulan ditanggung oleh pemerintah, maka jenis kepesertaan BPJS Kesehatan ini berkewajiban untuk membayar iuran bulanan sendiri.
-
Apa saja penyakit yang ditanggung oleh BPJS? BPJS Kesehatan memberikan perlindungan untuk berbagai penyakit dan kondisi medis. Beberapa penyakit yang ditanggung meliputi:1. Penyakit InfeksiBPJS Kesehatan menanggung berbagai jenis penyakit infeksi seperti kejang demam, HIV/AIDS tanpa komplikasi, malaria, hepatitis A, tuberkulosis paru tanpa komplikasi, DBD, dan leptospirosis tanpa komplikasi.
-
Siapa yang membayar iuran BPJS PBI? Untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan, biaya BPJS terbaru akan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.
-
Siapa yang mendapatkan bantuan BPJS? Sebagai pasangan suami istri yang seringkali menonjolkan kemewahan, status BPJS Kesehatan Harvey dan Sandra justru masuk ke dalam golongan Penerima Bantuan Iuran (PBI).
-
Apa itu BPJS Kesehatan PBI? Peserta BPJS PBI meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu menurut data dari di Dinas Sosial. Untuk biaya iuran bulanan tidak dibebani ke peserta BPJS PBI melainkan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah.
Jumadi sendiri mengaku takut menggunakan jaminan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Karena meski memiliki jaminan tersebut, Jumadi tetap saja harus merogoh kocek untuk keperluan obat yang tidak ditanggung oleh BPJS. Ditambah dengan biaya makan dan transportasi selama pengobatan ke Jakarta.
Lebih miris lagi, setelah dirinya menderita penyakit tersebut sang istri meninggalkan dirinya, yang sudah tak bisa melakukan aktivitas sehari-hari sebagai pekerja serabutan. Sementara itu, adik kandung Jumadi, Surohman, mengungkapkan pengobatan Jumadi yang kini tengah dilakukan juga terancam terhenti. Akibat sudah tidak ada lagi biaya untuk membeli obat ataupun untuk akomodasi ke Jakarta.
"Seperti pekan ini, Jumadi diharuskan membeli 10 butir obat untuk mencoba meluruhkan kutil di seluruh tubuhnya. Kami harus beli 10 butir obat saat ini, sebutirnya Rp 70 ribu. Bingung, harus dari mana mendapatkan uang untuk membeli obat tersebut. Belum lagi untuk kebutuhan makan serta akomodasi ibu Jumadi yang mendampingi anaknya selama pengobatan," kata Surohman.
Rully, seorang relawan yang mendampingi Jumadi, mengungkapkan, saat ini Jumadi sedang menjalani pengobatan di RSCM Jakarta, dan membutuhkan biaya cukup banyak untuk menyembuhkan penyakit yang telah dideritanya selama bertahun-tahun.
"Selain biaya obat, Jumadi juga butuh untuk transportasi. Selama ini Pak Jumadi kebutuhannya menunggu belas kasih orang saja. Hingga kini pemerintah belum memberikan bantuan. Hanya janji saja," tukas Rully.
Rully mengatakan, sebelumnya Jumadi bisa menjalani pengobatan berkat Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun setelah Jamkesda diganti menjadi BPJS, Jumadi tidak bisa lagi menjalani pengobatan sepenuhnya. Karena kartu BPJS tak mampu membiayai kebutuhan obat-obatan yang dibutuhkan oleh penderita Epidermodysplasia Verruciformis.
Ruly mengungkapkan kini dirinya bersama para relawan lainnya melakukan penggalangan dana dengan sejumlah cara, seperti melelang kaos untuk kebutuhan Jumadi berobat ke RSCM Jakarta. "Kita melakukan penggalangan dana untuk pengobatan pak Jumadi, seperti kemarin alhamdulilah mendapatkan uang untuk membeli obat dari hasil melelang kaos," tutup Rully.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Babinsa di Garut Serka Jujun menceritakan kisah inspiratifnya membantu warga desa binaannya yang tidak mampu berobat karena BPJS menunggak.
Baca SelengkapnyaTidak semua jenis penyakit dan kondisi medis ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Baca SelengkapnyaGhufron Mukti mengaku heran kerap disalahkan karena kekurangan obat dan dokter. Padahal, masalah tersebut bukan tanggung jawabnya.
Baca SelengkapnyaArif menceritakan bahwa dirinya orang tidak punya (miskin), tinggal di kilometer 68, Sukawijaya, Kabupaten Muaro Jambi.
Baca SelengkapnyaSeorang pria membawa istrinya berobat ke rumah sakit menggunakan gerobak. Aksinya sontak viral di media sosial.
Baca SelengkapnyaHingga dalam jangka waktu panjang, semakin sulit bagi masyarakat terdampak untuk pulih dan kembali berdaya secara finansial.
Baca SelengkapnyaKepala BPJS Ketenagakerjaan Kabupaten Jombang Nurhadi Wijayanto datang langsung ke rumah korban.
Baca SelengkapnyaKedua pria sebatang kara itu meninggal pada Jumat (29/9), namun tidak bisa langsung dimakamkan karena pihak rumah singgah tak punya biaya pemakaman.
Baca SelengkapnyaKedua orang tuanya mengupayakan segala kemampuan untuk proses pengobatan sang anak, tapi tidak semua obat mampu mereka tebus.
Baca SelengkapnyaDhena mengeluarkan uang fantastis untuk perawatan ketiga anaknya yang sedang sakit.
Baca Selengkapnya