DKPPP Cirebon: Kematian Ratusan Burung Pipit karena Cuaca Ekstrem
Merdeka.com - Penyebab kematian ratusan burung pipit secara masal di Balai Kota Cirebon, Jawa Barat, dari hasil uji laboratorium berkesimpulan sementara, karena perubahan cuaca ekstrem, kata Pejabat Dinas Ketahanan Pangan Pertanian Dan Perikanan (DKPPP).
"Kesimpulan sementara, penyebab kematian bukan karena penyakit, hasil PCR Avian Influenza dan pengujian PCR flu New Castle (ND) negatif," kata Kabid Pertanian dan Peternakan DKPPP Kota Cirebon Iin Inayati di Cirebon, Kamis.
Iin mengatakan dugaan sementara penyebab terjadinya fenomena matinya ratusan burung pipit di halaman belakang Balai Kota Cirebon itu, karena perubahan cuaca ekstrem.
-
Mengapa kepunahan burung meningkat? Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Science ini menekankan peran penting manusia dalam krisis kepunahan burung, yang semakin memburuk dalam beberapa dekade terakhir.
-
Apa yang terjadi pada ekosistem saat burung punah? Kepunahan mereka telah memengaruhi ekosistem, menghilangkan peran mereka dalam penyebaran biji dan regenerasi tanaman di lingkungan alami mereka.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas kepunahan burung? Matthews juga menekankan berbagai faktor lain yang mempercepat proses kepunahan burung, termasuk perburuan oleh manusia dan penyakit yang dibawa ke lingkungan baru.
-
Kapan petir menjadi penyebab kematian terbanyak? Ketika inisiatif dimulai, AS melihat rata-rata sekitar 55 kematian akibat petir per tahun.
-
Siapa saja korban sambaran petir? Ketiga korban yakni dua orang ibu, FT (35) dan WR (30), dan seorang remaja laki-laki AR (18).
-
Apa yang terjadi pada burung bangau sebelum bencana? Pada saat bencana gempa dan tsunami Aceh dan Nias terjadi, sebelumnya sudah ada tanda dari burung bangau. Hewan yang biasanya hidup dengan normal di kawasan sekitar pantai ini, mendadak berbondong-bondong terbang menjauh dari area pantai. Padahal sebelumnya mereka tidak pernah melakukan hal itu sebelumnya.
"Kemungkinan dugaan sementara karena perubahan cuaca ekstrem," tuturnya.
Ia menjelaskan selain tes PCR dari hasil otopsi bangkai burung pipit itu tidak ditemukan kerusakan pada bagian organ dalam.
Untuk itu ia memastikan kematian ratusan burung pipit tersebut bukan disebabkan oleh infeksi virus.
"Yang sudah keluar adalah uji PCR untuk AI dan ND, hasilnya negatif. Otopsi untuk melihat organ dalam juga, hasilnya tidak ditemukan perubahan, artinya organ dalam normal," katanya.
Namun, hasil pemeriksaan sampel burung pipit tersebut belum selesai. Karena sampel itu masih harus diuji di laboratorium bakteriologi.
"Hasil lengkap belum keluar, karena ada proses uji lab bakteriologi," ujarnya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penyebab angin puting beliung dampak dari ikutan pertumbuhan awan sibi. Di mana awan sibi ini merupakan awan yang menyebabkan terjadinya hujan lebat.
Baca SelengkapnyaSalah satunya adalah masa peralihan musim, yang dikenal sebagai pancaroba.
Baca SelengkapnyaCuaca panas ekstrem dapat mengancam kehidupan di bumi.
Baca SelengkapnyaCuaca ekstrem juga membuat petani udang rugi puluhan juta rupiah
Baca SelengkapnyaDinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) sedang melakukan asesmen rumah terdampak bencana untuk pemberian bantuan.
Baca SelengkapnyaSebagian besar daerah di Indonesia berpotensi mengalami cuaca ekstrem, berupa hujan lebat disertai petir dan angin kencang.
Baca SelengkapnyaBPBD DKI Jakarta meminta warga agar tetap waspada terhadap dampak cuaca ekstrem yang terjadi beberapa hari terakhir di wilayah Ibu Kota.
Baca SelengkapnyaPetani pun harus merogok kocek lebih banyak untuk menyelamatkan tanaman padinya.
Baca SelengkapnyaPerubahan tata guna lahan di Rancaekek dari sebelumnya kawasan hijau menjadi industri.
Baca SelengkapnyaTampak puting beliung besar membawa berbagai material beterbangan. Bahkan di media sosial memperlihatkan pula sejumlah truk terguling.
Baca SelengkapnyaHal itu dijelaskan Koordinator Analisa dan Prakiraan Stasiun Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jembrana, Made Dwi Wiratmaja
Baca SelengkapnyaBey Machmudin meminta warga tetap waspada meski saat ini memasuki musim kemarau, karena cuaca ekstrem bisa saja terjadi sewaktu-waktu.
Baca Selengkapnya