Heroisme Cut Nyak Dhien, Ratu Perang Aceh bikin hati bergetar
Merdeka.com - Foto Cut Nyak Dhien sedang ramai dibicarakan di media sosial. Foto istri Panglima Polim yang mengenakan jilbab disangka foto Cut Nyak Dhien dan disebar ramai-ramai. Polemik pun berkisar soal apakah dulu Cut Nyak Dhien mengenakan jilbab atau tidak. Bukan perjuangannya untuk mengusir Belanda dari Aceh.
Penulis Belanda MH Skelely Lulofs menuliskan novel biografi Cut Nyak Dhien: Kisah Perang Ratu Aceh. Mengisahkan perjuangan Cut Nyak Dhien memimpin perang melawan Belanda. Masyarakat Aceh menyebutnya Prang Sibi melawan kaphe Ulanda atau perang sabil yang suci melawan kafir Belanda.
Aceh adalah salah satu daerah terakhir yang bisa ditaklukan Belanda. Kesultanan Aceh yang merdeka saat itu dikenal kuat. Mereka juga memiliki hubungan diplomatik dengan Amerika, Italia dan Turki.
-
Siapa pahlawan nasional dari Sumatera Barat yang melawan Belanda? Sosok Ilyas Ya'kub mungkin masih belum begitu familiar di kalangan masyarakat Indonesia. Ia merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia dari Sumatera Barat yang punya jasa besar dalam melawan Belanda.
-
Siapa tokoh inspiratif dari Aceh yang melawan Belanda? Teuku Nyak Arif, sosok pejuang dan gubernur pertama Aceh. Saat kolonialisme menguasai tanah Aceh, muncul orang-orang yang ingin melawan dan mengusir Belanda dengan berbagai cara.
-
Siapa pahlawan yang berjuang melawan penjajah di Sumatera Utara? Djamin Ginting adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia yang berasal dari Tanah Karo, Sumatra Utara.
-
Kenapa Teuku Nyak Arif berjuang melawan Belanda? Gemar membaca buku tentang politik dan pemerintahan, membuat jiwanya tergoyah untuk ikut perjuangan melawan penjajah.
-
Siapa yang mengusir Belanda? Dalam momen tersebut, Presiden Soekarno mengambil tindakan tegas dengan memimpin pengusiran warga Belanda dari wilayah Indonesia, menyusul penolakan mereka terhadap kedaulatan penuh negara kita.
-
Mengapa Belanda menyerang Aceh? Belanda masih terus berusaha menebus pertahanan Aceh sampai tahun 1896.
Belanda yang serakah berusaha menjajah kesultanan Aceh dengan mengirim kapal-kapal perangnya tahun 1873. Mereka menilai posisi Aceh sangat strategis untuk berdagang di Selat Malaka yang ramai.
Tembakan meriam Kapal Perang Citadel van Antwerpen membuka Perang Aceh yang panjang dan berdarah.
Perang tahun 1873-1904 tersebut memakan banyak sekali biaya dan korban di kedua pihak. Di pihak Belanda, 35.000 prajurit tewas. Sementara 70.000 rakyat Aceh meninggal. Tak kurang dari sejuta orang terluka selama perang ini.
Perlawanan tak pernah benar-benar bisa dipatahkan sampai tahun 1942 saat Belanda diusir Jepang dari Aceh. Pasukan Belanda tak pernah mampu menundukkan rakyat Aceh yang keras seperti baja.
Inilah kisah Sang Ratu Perang Aceh:
Murka melihat Masjid dibakar Belanda
Cut Nyak Dhien dilahirkan tahun 1848 dari keluarga terkemuka di Lampadang, Kesultanan Aceh. Ayahnya Teuku Nanta Seutia adalah seorang ulubalang yang memimpin beberapa kampung.Cut Nyak Dhien kecil dididik dengan ajaran Islam yang kuat. Dia dinikahkan dengan Teuku Ibrahim Lamnga saat berusia 12 tahun.Ketika pecah Perang Aceh pertama pecah, tanggal 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen. Pasukan di bawah Jenderal Johan Harmen Rudolf Kohler langsung menyerang Masjid Raya Baiturrahman.Kohler kemudian membakarnya. Menurutnya, masjid adalah markas para pejuang Aceh yang harus dimusnahkan.Cut Nyak Dhien sangat marah dengan perbuatan Belanda itu. Dia berteriak menghujat pembakaran Masjid Baiturahman."Wahai sekalian mukmin yang bernama orang Aceh! Lihatlah! Saksikan sendiri dengan matamu! Masjid kita dibakarnya! Mereka menentang Allah Subhanahuwataala! Tempatmu beribadah dibinasakannya! Nama Allah dicemarkannya! Camkanlah itu! Janganlah kita melupakan budi si kafir yang serupa itu! Masih adakah orang Aceh yang suka mengampuni dosa si kafir yang serupa itu? Masih adakah orang Aceh yang suka menjadi budak kafir Belanda?"Kemarahan Cut Nyak Dhien baru reda saat kemudian suaminya kembali dari medan perang dan mengabarkan Jenderal Kohler tewas ditembak pejuang Aceh di halaman Masjid Baiturahman.
Pilih suami yang bisa memerangi Belanda
Teuku Ibrahim Lamnga selalu berjuang di garis depan melawan Belanda. Dalam sebuah pertempuran di Gie Tarum, Ibrahim tewas.Kemarahan Cut Nyak Dhien pada Belanda pun makin menjadi-jadi. Untuk meneruskan perjuangan dia menikah dengan Teuku Umar. Awalnya Cut Nyak Dhien sempat menolak lamaran Umar. Namun saat Umar menjanjikannya boleh ikut berperang, maka lamaran diterima. Umar pun janji akan membantu Cut Nyak Din membalas kematian suaminya.Perkawinan mereka digelar tahun 1880. Saat itu usia Cut Nyak Dhien 32 tahun, sementara Umar lebih muda dua tahun. Keduanya pun masih memiliki hubungan kerabat. Dari Umar Cut Nyak Dhien memiliki seorang anak yang diberi nama Cut Gambang.Pernikahan ini menambah semangat Rakyat Aceh. Keduanya bersama-sama menyerang pos-pos Belanda. Kerugian di pihak penjajah tak sedikit.Teuku Umar pernah bersiasat, dia pura-pura menyerah ke pihak Belanda. Dia berlaku benar-benar seperti pengkhianat hingga rakyat Aceh sangat marah. Sebaliknya, Belanda menjadi sangat percaya pada Umar.Suatu hari Teuku Umar ditugaskan dalam sebuah misi. Belanda pun memberinya sejumlah besar senjata, peluru dan uang. Namun kemudian Umar malah kabur membawa aneka perlengkapan ini dan membagikannya untuk para pejuang Aceh.Umar pun kembali memimpin pertempuran melawan Belanda.
Orang syahid tak perlu ditangisi
Tahun 1896, Teuku Umar memimpin dan memegang seluruh komando perang Aceh. Dia dibantu oleh istrinya Cut Nyak Dhien dan Panglima Pang Laot. Pertama kali dalam sejarah perang Aceh, tentara Aceh dipegang oleh satu komando.Namun dalam sebuah penyergapan di Meulaboh, Teuku Umar disergap oleh pasukan Belanda. Saat itu dia dan pasukannya tak siap menerima serangan. Panglima Perang itu tewas dengan dada ditembus peluru Belanda tangal 11 Februari 1899.Walau berduka, Cut Nyak Dhien tak mau menangis. Dia memarahi anaknya yang menangisi kepergian ayahnya."Kita perempuan seharusnya tidak menangis di hadapan mereka yang telah syahid," katanya.Cut Nyak Dhien berjanji untuk meneruskan perjuangan sampai titik darah penghabisan. Meneruskan aksi kedua suaminya yang terbunuh dalam Prang Sibi."Selama aku masih hidup kita masih memiliki kekuatan, perang geriliya ini akan kita teruskan! Demi Allah! Umar memang telah Syahid! Marilah kita meneruskan pekerjaannya! Untuk Agama! Untuk kemerdekaan bangsa kita! Untuk Aceh! Allahu Akbar!"
Marsose Belanda
Perang Aceh benar-benar menguras korban dan biaya di pihak Belanda. Pasukan reguler Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL). Mereka terpaksa membentuk Korps Marechaussee atau yang disebut Marsose.Marsose dipilih dari pasukan KNIL yang terbaik. Jago tembak dan ahli berkelahi dengan pedang dan tangan kosong. Jika pasukan KNIL terbiasa bertempur dalam unit besar, Marsose bergerak dalam unit kecil 20 orang. Sejarawan militer Petrik Matanasi menulis Marsose bersenjatakan klewang dan bedil pendek atau karaben. Mereka tak tergantung angkutan militer dan terbiasa berjalan kaki menembus pegunungan dan hutan rimba di Aceh. Marsose juga tak tergantung pada jumlah peluru. Mereka lebih memilih bertarung dengan senjata tajam seperti para pejuang Aceh. Konon inilah cikal bakal pasukan komando pertama.Namun Marsose juga sangat kejam. Padahal sebagian besar anggota mereka adalah orang pribumi dari daerah yang telah ditaklukan Belanda seperti Ambon, Manado, Jawa, Sunda. Marsose menebar teror hingga rakyat Aceh ketakutan untuk membantu pejuang. Saking kejamnya bahkan sejumlah orang Belanda juga merinding mendengar kelakuan tentaranya sendiri.Pasukan elite ini juga yang menyergap dan menewaskan Teuku Umar. Pejuang wanita Aceh lain Cut Meutia juga tewas saat berhadapan dengan Marsose.
Tak sudi diserahkan pada Belanda
Perlahan-lahan, satu persatu pejuang Aceh bisa dikalahkan oleh Belanda. Posisi Cut Nyak Dhien makin terjepit di dalam hutan. Penyakitnya memburuk bahkan membuatnya hampir buta.Anak buah Cut Nyak Dhien yang bernama Pang Laot melaporkan lokasi markasnya kepada Belanda karena iba. Dia meminta Belanda memperlakukan Cut Nyak Dhien dengan hormat.Belanda kemudian menyerang markas Cut Nyak Dhien di Beutong Le Sageu. Saat pasukannya dikalahkan, Cut Nyak Dhien meludahi Pang laot.Dia bilang lebih baik dadanya ditusuk rencong hingga tewas daripada harus menyerah pada kafir Belanda.Setelah ditangkap, Cut Nyak Dhien dibawa ke Banda Aceh dan dirawat di situ. Penyakitnya seperti rabun dan encok berangsur-angsur sembuh. Cut Nyak Dhien akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat, karena ketakutan Belanda bahwa kehadirannya akan menciptakan semangat perlawanan. Di pembuangan dia dipanggil Ibu Perdu karena keahliannya dalam ilmu agama.Pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien meninggal karena usianya yang sudah tua. (mdk/ian)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Cut Nyak Dien bahkan pilih bunuh diri ketimbang menyerah pada Belanda.
Baca SelengkapnyaCut Nyak Meutia, pahlawan srikandi asal Aceh dengan kisah asmara yang rumit.
Baca SelengkapnyaSosok srikandi asal Aceh menjadi panglima perang menggantikan Cut Nyak Dien saat melawan Belanda.
Baca SelengkapnyaUlama besar Aceh ini terkenal dengan karya sastra perang yang cukup tersohor yaitu Hikayat Prang Sabi.
Baca SelengkapnyaHari ini adalah 128 tahun wafatnya Teuku Nyak Makam yang patut dikenang oleh masyarakat Indonesia.
Baca SelengkapnyaSosok pahlawan dan ulama wanita dari Serambi Mekkah ini begitu besar tekad dan kegigihannya dalam melawan Belanda demi mempertahankan tanah kelahirannya.
Baca SelengkapnyaSosoknya dikenal sebagai ulama karismatik yang memiliki rasa cinta yang begitu besar dengan agama dan negerinya.
Baca SelengkapnyaSebuah kisah legenda yang berawal dari rasa cinta dari Raja Aceh terhadap seorang putri dari Tanah Deli yang berujung peperangan.
Baca SelengkapnyaKabarnya, julukan ini melekat karena teriakannya amat mengerikan dan bikin penjajah ketar-ketir.
Baca SelengkapnyaAceh disebut jadi daerah yang sangat sulit ditaklukkan oleh penjajah, ternyata ini alasannya.
Baca SelengkapnyaKIsah pembantaian masyarakat Aceh oleh penjajah Belanda.
Baca SelengkapnyaWanita ini memimpin 30 perempuan dalam pertempuran melawan Belanda.
Baca Selengkapnya