Indeks Persepsi Korupsi Turun, ICW Sindir Revisi UU KPK & Kepentingan Oligarki
Merdeka.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti anjloknya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia yang turun 3 peringkat menjadi 37 tahun 2020. Penurunan itu dinilai akibat politik hukum pemerintah yang semakin jauh dari agenda penguatan pemberantasan korupsi.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, Indonesia selalu mengalami peningkatan terkait persepsi pemberantasan korupsi setiap tahun. Hanya pada tahun 2013 dan 2017 yang stagnan di skor 32 dan 37, sedangkan sisanya selalu mengalami kenaikan.
"Untuk itu, merosotnya skor CPI 2020 Indonesia semestinya menjadi koreksi keras bagi kebijakan pemberantasan korupsi Pemerintah yang selama ini diambil justru memperlemah agenda pemberantasan korupsi. Skor IPK 2020 juga dengan sendirinya membantah seluruh klaim pemerintah yang menarasikan penguatan KPK dan pemberantasan korupsi," kata Kurnia dalam keteranganya yang dikutip Jumat (29/1).
-
Mengapa persepsi publik terhadap pemberantasan korupsi di era Jokowi menurun? Adapun jika melihat trennya, persepsi positif menurun, sebaliknya persepsi negatif meningkat.
-
Apa sektor korupsi terbanyak pada 2023? 'Dari sepuluh besar, sektor desa paling banyak dengan total 187,' kata Peneliti ICW Diky Anindya dalam rilis terkait Tren Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2023, Senin (20/5).
-
Siapa yang sebut hukum di Indonesia terguncang? Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Chico Hakim menyebut, bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres menjadi persoalan serius terkait hukum di Indonesia.
-
Apa yang dilaporkan IPW kepada KPK? Laporan yang dilayangkan Indonesia Police Watch (IPW) atas dugaan gratifikasi Rp100 miliar dengan terlapor mantan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo harus dipisahkan dari politik.
-
Apa yang terjadi di Indonesia? Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan dalam sepekan ke depan hampir seluruh wilayah di Indonesia akan dilanda suhu panas.
-
Kenapa hukum di Indonesia mengecewakan? 'Ada tiga kata yang sangat penting di dalam orasi ini yaitu kata etika, moral dan hukum semua kata itu, rangkaian kata itu penting, tapi saya akan bicara etika, moral dan hukum. Kenapa topik ini dipilih, karena kita punya hukum tetapi hukum kita itu sangat mengecewakan,' kata Mahfud MD di Jakarta, Kamis (30/11).
Menurutnya, pangkal persoalan utama pemberantasan korupsi di Indonesia yang terjadi belakangan ini, tidak bisa dilepaskan begitu saja dari kebijakan pemerintah pada sepanjang tahun 2019 lalu. Ketika pemerintah dan DPR merevisi UU Nomor 30 Tahun 2002 (UU KPK).
"Padahal, sedari awal, masyarakat sudah mengingatkan bahwa kebijakan tersebut keliru dan berpotensi besar melemahkan agenda pemberantasan korupsi. Bahkan tak hanya itu, organisasi internasional seperti Koalisi United Nation Convention Against Corruption turut mengkritik langkah pemerintah. Namun, seruan penolakan itu diabaikan begitu saja," jelasnya.
Oleh karena itu, kata Kurnia, walau hasil survei Transparency International Indonesia (TII) telah menjelaskan adanya penurunan kepercayaan publik pada agenda pemberantasan korupsi. Sayangnya hasil itu tidak dijadikan sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan oleh pemerintah, sampai pada respon negatif dari masyarakat international atas keputusan-keputusan buruk pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi di periode 2 tahun terakhir.
"Sebagaimana diketahui, terlepas dari perubahan regulasi kelembagaan KPK, sepanjang tahun 2020, pemerintah dan DPR juga mengundangkan beberapa aturan yang mementingkan kelompok oligarki dan mengesampingkan nilai-nilai demokrasi. Sebut saja misalnya Omnibus Law UU Cipta Kerja, tak bisa dipungkiri, pemerintah maupun DPR hanya mengakomodir kepentingan elit dalam kerangka investasi ekonomi dan mengesampingkan pentingnya tata kelola pemerintahan yang baik," terangnya.
Padahal pada saat yang sama, Kurnia menilai, legislasi yang dapat menjadi suplemen bagi penguatan pemberantasan korupsi, mulai dari revisi UU Tindak Pidana Korupsi, Rancangan UU Perampasan Aset, dan Rancangan UU Pembatasan Transaksi Tunai dapat dijadikan prioritas agenda. Namun, berbagai regulasi penting itu justru menggantung tanpa pembahasan.
"Kedua, kegagalan reformasi penegak hukum dalam memaksimalkan penindakan perkara korupsi. Kesimpulan ini bukan tanpa dasar, merujuk pada data KPK, jumlah penindakan mengalami penurunan drastis di sepanjang tahun 2020 lalu. Mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai pada instrumen penting seperti tangkap tangan. Akan tetapi, penurunan ini dapat dimaklumi karena adanya perubahan hukum acara penindakan yang mengakibatkan penegakan hukum menjadi tumpul," sebutnya.
"Ketiga, menurunnya performa KPK dalam pemberantasan korupsi. Sejak Komisioner baru dilantik, praktis lembaga anti rasuah itu banyak melahirkan kontroversi ketimbang memperlihatkan prestasi. Mundurnya kinerja KPK tentu tidak bisa dilepaskan dari keputusan politik Pemerintah dan DPR dalam menentukan komisioner KPK saat ini. Padahal KPK selama ini merupakan salah satu pilar penting pemberantasan korupsi yang menunjang kenaikan skor CPI Indonesia," tambahnya.
Solusi dari ICW
Oleh karena itu, Kurnia menyampaikan sebagaimana hasil IPK Tahun 2020 terakhir dan untuk upaya mengembalikan reputasi atas upaya pemberantasan korupsi yang kuat dan serius, ICW mendesak Pemerintah dan berbagai pihak untuk melakukan beberapa hal sebagai berikut:
1. Presiden Joko Widodo segera memperkuat legislasi pemberantasan korupsi dengan memprioritaskan program legislasi nasional pada perbaikan UU Tipikor, UU Perampasan Aset, UU Pembatasan Transaksi Tunai, dan mengembalikan semangat UU KPK lama melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang untuk membatalkan perubahan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.
2. Presiden Joko Widodo, melalui Program Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) untuk lebih mengedepankan kemajuan dan hasil dari implementasi program daripada aspek seremonial. Presiden harus bertanggung-jawab penuh untuk memastikan bahwa program pencegahan korupsi berjalan efektif di semua lembaga pemerintahan, termasuk BUMN dan BUMD.
3. Presiden Joko Widodo dan seluruh jajaran pemerintahan, serta para pejabat politik harus menyadari bahwa pemberantasan korupsi yang berhasil tidak dengan mengecilkan peran penindakan korupsi, tapi menempatkan pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagai ujung tombak yang sama kuat dan berdaya.
4. Melihat proses judicial review yang sangat lama di Mahkamah Konstitusi (MK), para hakim MK perlu menjadikan survei CPI 2020 sebagai salah satu pertimbangan penting dalam memutuskan permohonan Uji Materi perubahan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi
Indeks Persepsi Korupsi Ranking 102
Sebelumnya, Transparency International Indonesia (TII) merilis indeks persepsi korupsi ( IPK) atau corruption perception index (CPI) Indonesia tahun 2020. Hasilnya, indeks persepsi korupsi Indonesia saat ini berada di angka 37 pada skala 0-100 atau turun 3 peringkat dari tahun lalu.
"CPI Indonesia tahun 2020 ini kita berada pada skor 37 dengan ranking 102 dan skor ini turun 3 poin dari tahun 2019 lalu," kata Manajer Riset TII Wawan Suyatmiko, dalam konpers daring, Kamis (28/1).
Wawan menyebut posisi Indonesia juga ikut melorot menjadi peringkat 102 dari 180 negara, atau ranking yang sama dengan negara Gambia.
"Tahun-tahun 2019 lalu kita berada pada skor 40 dan ranking 85, ini 2020 kita berada di skor 37 dan ranking 102. Negara yang mempunyai skor dan ranking sama dengan Indonesia adalah Gambia," kata Wawan.
Wawan mengatakan, apabila dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, Indonesia berada di peringkat kelima di bawah Singapura (85), Brunei Darussalam (60), Malaysia (51), bahkan di bawah Timor Leste (40).
Selain itu, lanjut Wawan, terdapat lima sumber data di mana Indonesia skornya turun dibandingkan tahun lalu. Sumber data yang skornya turun adalah PRS International County Risk Guide, IMD World Competitiveness Yearbook, Global Insight Country Risk Ratings, PERC Asia Risk Guide, dan Varieties of Democracy Project.
"Penurunan terbesar yang dikontribusikan oleh Global Insight dan PRS dipicu oleh relasi korupsi yang masih lazim dilakukan oleh pebisnis kepada pemberi layanan publik untuk mempermudah proses berusaha," kata Sekjen TII Danang Widoyoko.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sementara dari skor khusus negara- negara Asia Tenggara, Indonesia berada pada peringkat ke-6
Baca SelengkapnyaSurvei Transparency International Indonesia (TII) terhadap IPK menempatkan Indonesia peringkat 115 dari 180 negara.
Baca SelengkapnyaIndeks Persepsi Korupsi di Indonesia terus merosot.
Baca SelengkapnyaIndeks persepsi korupsi di Indonesia berada di posisi 34, turun dari posisi 38 di 2015.
Baca SelengkapnyaBPS sarankan hal ini untuk memperbaiki budaya antikorupsi ke depan.
Baca SelengkapnyaHadi memperbaharui sistem aduan dengan Sistem Aplikasi Aduan Pungli agar masyarakat mudah untuk melapor.
Baca SelengkapnyaSemakin tinggi pendidikan, masyarakat cenderung semakin antikorupsi.
Baca SelengkapnyaHasil SPI KPK menunjukkan skor integritas untuk tahun 2023 sebesar 71.
Baca SelengkapnyaCapres PDIP Ganjar Pranowo menyoroti masalah indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia yang merosot di 2023.
Baca SelengkapnyaJohanis Tanak mengatakan, Indeks Perilaku Antikorupsi menurun menandakan tingkat korupsi di Indonesia mengalami kenaikan.
Baca SelengkapnyaDalam kesempatan itu, Jokowi menyoroti banyaknya pejabat dalam negeri ditangkap karena pidana korupsi.
Baca SelengkapnyaIndonesia Corruption Watch (ICW) merilis tren penindakan kasus korupsi pada 2023. Mereka mencatat 791 kasus rasuah atau terbanyak dalam lima tahun terakhir.
Baca Selengkapnya