Jaksa Agung Harap Hakim Lakukan Terobosan Hukuman Mati Koruptor
Merdeka.com - Jaksa Agung ST Burhanuddin berharap, hakim yang menangani perkara tindak pidana korupsi berani menindaklanjuti rencana pemberian hukuman bagi bagi koruptor kelas kakap.
Hal itu diungkapkannya dalam diskusi daring bertajuk penerapan hukuman mati pada Kamis (25/11). Menurutnya, Undang-undang memungkinkan hakim untuk menjatuhkan hukuman tersebut.
"Terobosan hukum berupa penjatuhan sanksi pidana mati. Dalam proses penuntutan, saya berharap dapat ditindaklanjuti pula dengan terobosan hakim dalam memutus suatu perkara korupsi," kata Burhanuddin.
-
Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam kasus korupsi? Lebih lanjut, menurut Sahroni, hal tersebut penting karena nantinya akan menjadi pertimbangan pengadilan yang berdampak pada masa hukuman para pelaku korupsi.
-
Apa yang dituntut oleh jaksa? 'Menghukum terdakwa Bayu Firlen dengan pidana penjara selama selama 4 (empat) Tahun dan Denda Sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan,' lanjutan dari keterangan yang dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
-
Siapa yang disebut membongkar kebusukan hakim? Video tersebut mengandung narasi bahwa Cawapres nomor urut 3 Mahfud MD bersama DPR membongkar kebusukan hakim MK saat pelaksanaan Pilpres.
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi? Kejaksaan Agung secara resmi mengumumkan status Harvey Moeis sebagai tersangka, langsung mengirimnya ke tahanan.
-
Bagaimana Ganjar-Mahfud ingin wujudkan kemudahan hukum? Ganjar menjelaskan, keinginan dan harapan tersebut bisa diwujudkan dengan adanya izin yang dibuat pemerintah. Dia pun mengaku siap melakukan hal itu dengan prinsip 'Tuanku ya Rakyat' demi kemajuan bisnis pelaku UMKM.'Seluruh perizinan itu kalau ada hukumnya pasti mudah, penegakannya jalan, mereka akan senang, karena mereka akan menjalankan usahanya dengan nyaman,' ucap Ganjar.
-
Apa saja bentuk sanksi hukum? Saknsi yang dilakukan dari norma hukum bersifat tegas serta nyata, bisa berupa denda dengan nominal tertentu hingga penjara dalam waktu tertentu pula.
ST Burhanuddin merujuk pada sejumlah beleid perundang-undangan yang dapat digunakan oleh hakim dalam menerapkan hukuman mati tersebut.
Misalnya, kata dia, dalam Pasal 17 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan dan Pasal 2 ayat 2 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam aturan itu dijelaskan, hakim dapat menjatuhkan hukuman pidana mati sepanjang perkara tersebut memiliki tingkat kesalahan dampak dan keuntungan terdakwa yang tinggi.
"Ketentuan dalam pasal ini dapat menjadi parameter bersama untuk dapat menerapkan hukuman mati bagi para koruptor," ucap dia.
Burhanuddin mengatakan, belum ada koruptor yang divonis mati oleh hakim sejak Indonesia memiliki Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dan diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001.
Hambatan Hukuman Mati
Namun demikian, Burhanuddin tak memungkiri, masih terdapat sejumlah persoalan dalam penerapan pasal-pasal hukuman mati bagi koruptor kelas kakap. Misalnya, saat ini UU Tipikor belum menggunakan parameter nilai kerugian keuangan negara untuk menjatuhkan pidana mati.
Hal tersebut berbeda dengan Undang-undang Narkotika yang melihat parameter berat jenis narkoba yang diperkarakan untuk kemudian dapat memperberat hukuman hingga pidana mati.
Burhanuddin mendorong, agar syarat-syarat ataupun keadaan khusus sebagaimana ketentuan dalam pasal 2 ayat 2 UU Tipikor dapat diperbarui. Menurutnya pun, pemberian hukuman mati menjadi penting lantaran saat ini jenis dan modus korupsi sangatlah banyak.
"Mengapa dengan tindak pidana korupsi tidak diperlakukan parameter ini yang serupa dengan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan," cetusnya.
Dia pun mengeluhkan proses eksekusi yang dilakukan oleh Jaksa eksekutor selama ini kerap terkendala oleh putusan Mahkamah Konstitusi yang menganulir Undang-undang sebelumnya.
Salah satu contoh ialah terkait upaya peninjauan kembali yang dapat dilakukan lebih dari satu kali merujuk pada putusan MK nomor 34/TPU/XI/2013 yang kemudian merevisi Pasal 268 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Lalu, putusan MK nomor 117/TPU/XIII/2015 yang kini membuat permohonan grasi dapat dilakukan tanpa batas.
"Kedua putusan MK tersebut berpotensi dapat menjadikan pelaksanaan putusan menjadi berlarut-larut manakala terpidana yang hendak dieksekusi tiba-tiba mengajukan permintaan PK atau permohonan grasi. Inilah yang menyebabkan tidak selesai-selesainya eksekusi," jelasnya.
Pemberian hukuman pidana penjara yang panjang bagi koruptor, dinilai Burhanuddin hanya menjerakan pelaku korupsi.
Oleh sebab itu, Ia menegaskan akan terus menyuarakan gagasan penghukuman mati bagi koruptor kelas kakap. Tujuannya, agar efek jera dapat dirasakan hingga ke masyarakat langsung dan bukan hanya pada terpidana kasus korupsi.
"Saya menegaskan kembali bahwa gagasan untuk menghukum mati koruptor adalah bentuk manifestasi kegalauan pemberantasan Tipikor. Mengapa ribuan sudah diungkap dan ribuan pelaku korupsi telah ditindak, tapi justru kualitas dan tingkat kerugian negara justru semakin meningkat," tukasnya.
Dukungan dan Kritik
Wacana pemberian hukuman mati bagi koruptor kelas kakap mendapat dukungan dari Ketua KPK Firli Bahuri. Filri menilai, jika konsep tersebut dimungkinkan oleh aturan hukum, maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan.
"Setuju. Bahkan, saya pernah menyampaikan perlu dibuat pasal tersendiri sehingga tindak pidana korupsi bisa dikenakan hukuman mati," kata Firli, saat usai menghadiri Webinar Sinergitas Pemberantasan Narkoba, Korupsi dan Terorisme, di Mapolda Bali, Rabu (24/11).
Namun demikian, usulan tersebut kerap menuai polemik dari sejumlah elemen masyarakat sipil. Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai, bahwa usulan tersebut hanya sebagai gimik yang diutarakan oleh para pemangku kebijakan terkait.
Ardi menilai, wacana itu dimunculkan untuk mengembalikan kepercayaan publik akibat kegagalan dua institusi tersebut untuk melakukan pemberantasan korupsi.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Presiden Prabowo Subianto menunjuk Sanitiar Burhanuddin sebagai Jaksa Agung periode 2024-2029, Minggu (20/10).
Baca SelengkapnyaMahfud menjelaskan dalam Undang-Undang yang saat ini bisa saja menerapkan hukuman mati bagi koruptor.
Baca SelengkapnyaJokowi mengatakan inovasi penyelesaian perkara bukan hanya dengan mengadopsi teknologi baru, namun juga perspektif dan sensitivitas.
Baca SelengkapnyaMenurutnya, mulai dipelajarinya KUHP Nasional itu sangat penting untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.
Baca SelengkapnyaAhok lebih memilih koruptor dimiskinkan dan dihukum penjara seumur hidup
Baca SelengkapnyaPeninjauan kembali (PK) Mardani H Maming bukan merupakan solusi bagi koruptor untuk mendapatkan keringanan hukuman.
Baca SelengkapnyaMenurut Ganjar, cara memberi efek jera adalah memiskinkan koruptor.
Baca SelengkapnyaPerlu upaya lain yakni mampu mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan.
Baca SelengkapnyaPeringatan itu disampaikan Burhanuddin dalam Rakornas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di SICC, Bogor, Kamis (7/11).
Baca SelengkapnyaBurhanuddin menegaskan, bagi pegawai Kejati dan Kejari yang melanggar hukum, langsung ditindak tegas.
Baca SelengkapnyaKepada presiden terpilih KPK berharap RUU Perampasan Asen disahkan
Baca Selengkapnya