Jubir Covid-19: Beda Tes Masif dan Massal
Merdeka.com - Juru Bicara Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan bahwa Indonesia sudah melakukan tes Covid-19 sesuai protokol. Ia menyebut tes yang dilakukan adalah tes masif bukan tes massal.
Hal itu disampaikan Yuri dalam konferensi pers terkait jumlah Covid-19 dari Graha BNPB, Jakarta pada Sabtu siang.
"Arahan presiden kita harus melakukan pengetesan secara masif, ini yang harus kita bedakan masif dengan massal," kata Yuri, Sabtu (20/6).
-
Siapa yang bisa diserang virus? Virus yang dapat menyerang manusia memang perlu dipahami.
-
Siapa saja yang berisiko? Salah satu kelompok yang berisiko tinggi mengalami sindrom ini adalah individu dengan jenis penyakit Parkinson yang dikenal sebagai sindrom corticobasal (CBS), di mana sekitar 30% dari mereka dapat mengalami AHS.
-
Kenapa kasus Covid-19 naik? Kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Kapan kasus Covid-19 meningkat? Kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Siapa yang ikut tes kesehatan? Pasangan bakal calon gubernur dan bakal calon wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta, Ridwan Kamil-Suswono tes kesehatan di RSUD Tarakan Jakarta, Sabtu (31/8).
-
Bagaimana penanganan Covid-19 di Indonesia? Jokowi memilih menggunakan strategi gas dan rem sejak awal untuk menangani pandemi Covid-19. Gas dan rem yang dimaksudkan Jokowi diimplementasikan dalam tiga strategi yakni penanganan kedaruratan kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi. Inilah yang kemudian menjadi ujung tombak dalam penanganan Covid-19 di Indonesia.
Masif menurut Yuri adalah tes berdasar hasil tracing, sementara tes massal dilakukan kepada siapa saja.
"Masif artinya harus ada contact tracing, jadi semua kasus yang dicurigai kontak dekat dengan yang sudah dipastikan (corona) harus dilakukan tes untuk mencari dan mengisolasi agar tidak menjadi sumber penularan di komunitasnya," jelasnya.
"Kalau massal kan siapapun yang datang dites," tambahnya.
Selain itu, saat ini kata Yuri, meski telah dilakukan tracing dan akan dilakukan tes, masih ada warga yang enggan melakukan tes karena merasa tidak sakit.
Padahal, 70 persen kasus positif adalah mereka yang memiliki keluhan atau gejala minimum.
"Hampir 70 persen kasus positif keluhannya minimal. Masyarakat kita anggap itu tidak sakit, ya cuma batuk tapi ringan, mereka mengatakan itu tidak sakit oke oke saja," ucapnya.
Hal itu yang harus dijelaskan pada masyarakat bahwa bisa saja gejala minimum namun positif corona.
"Ini yang harus (dijelaskan) pada masyarakat," tandasnya.
Reporter: Delvira HutabaratSumber : Liputan6.com
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Saat ini, Omicron EG.5 mendominasi di tengah kenaikan kasus Covid-19.
Baca SelengkapnyaPasien mengembuskan napas terakhir di RS Embung Fatimah pada 18 Desember 2023.
Baca SelengkapnyaTerkait mobilisasi orang yang banyak berpotensi terjadi pada liburan Natal dan Tahun Baru, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan pembatasan perjalanan.
Baca SelengkapnyaBerbagai fasilitas umum telah mengeluarkan imbauan untuk memakai masker.
Baca SelengkapnyaBeredar Surat Edaran (SE) Kementerian Kesehatan mewajibkan masyarakat pakai masker, benarkah?
Baca Selengkapnya