Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kemarahan Fahri Hamzah, dana aspirasi & revisi UU KPK ditolak Jokowi

Kemarahan Fahri Hamzah, dana aspirasi & revisi UU KPK ditolak Jokowi Fahri Hamzah. twitter/@kawanFH

Merdeka.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah membahas Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau yang biasa dikenal dengan dana aspirasi. Jika disahkan, maka tiap anggota DPR berhak mengelola uang Rp 20 M untuk pembangunan dapilnya.

Namun niatan DPR ini nampaknya tak berjalan mulus. Rencana itu ditentang berbagai pihak, termasuk pemerintah diwakili Mensesneg Pratikno, Kepala Bappenas Andrinof Chaniago dan Mendagri Tjahjo Kumolo. Meski Presiden Joko Widodo belum bersikap, pemerintah mengisyaratkan bakal menolak dana aspirasi itu.

Selain itu, rencana DPR untuk melakukan revisi terhadap UU KPK juga bakal terhambat. Meskipun sudah masuk Prolegnas prioritas 2015, Jokowi dikabarkan tak setuju untuk merevisi. Karena DPR tak bisa jalan sendiri untuk melakukan revisi terhadap sebuah UU.

Orang lain juga bertanya?

Terhambatnya dana aspirasi dan revisi UU KPK rupanya membuat Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kesal. Fahri yang selama beberapa bulan terakhir tampak mendukung Jokowi, kini mulai kembali mengkritik keras pemerintah. Bahkan tak hanya pemerintah yang jadi bulan-bulanan Fahri, dia juga mengkritik gaya kepemimpinan KPK sekarang.

Apa saja kekesalan Fahri Hamzah kepada Jokowi dan KPK? Berikut dihimpun merdeka.com, Sabtu (27/6):

DPR hanya mau dengar suara rakyat

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah cemas nasib Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan(UP2DP) atau dana aspirasi akan sama nasibnya dengan revisi UU KPK yang ditolak Presiden Jokowi. Padahal, kata dia, usulan program itu sangat penting untuk meneruskan program pemerintah khususnya menjawab kebutuhan rakyat di dapil masing-masing."DPR maksudnya baik pengen dengar rakyat, di mana ada jembatan rusak, jalan rusak, rumah sakit roboh, dan sebagainya. Rakyat bilang, pak tolong kami, jalan kami putus tak ada yang sambung. Masak kami tidak boleh dengar suara rakyat seperti itu lalu disalurkan dengan mekanisme langsung kepada pemerintah. Masak enggak boleh? Salah di mana?" ungkap Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (26/6).Lanjut dia, jika  nasib dana aspirasi sama dengan revisi UU KPK, DPR mau tak mau harus mengatakan kepada rakyat jika mereka tak mampu apa-apa untuk meluluskan permohonan rakyat."Yang penting kami punya surat selembar dan kami bilang, kami sudah mengusulkan tapi ditolak ya sudah selesai. Kami tugasnya untuk dengar dan salurkan, kalau permohonan ditolak ya selesai," lanjut dia.Lebih lanjut, dia memaparkan, pentingnya dana aspirasi ini adalah agar anggota dewan bisa menjawab kebutuhan rakyat selama masa reses. Di situ, kata dia, DPR tidak memegang uangnya namun membuat program pembangunan."Masak kita tidak mau dengar rakyat saat reses. Kalau gitu ya reses enggak perlu. Soal mekanisme APBN itu pemerintah. DPR tidak pegang uangnya," terang dia.

Siapa kamu, kamu bukan raja bos

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyayangkan sikap Presiden Jokowi yang menunjuk Menkum HAM Yasonna Laoly untuk mengirim surat penolakan revisi UU KPK ke DPR. Menurut dia, penunjukan seperti itu menunjukkan sikap ketidak terbukaan Presiden Jokowi di hadapan publik."Seharusnya ada jubir. Ini hanya sepotong-sepotong. Ini ngomong setengah-setengah. Tidak ada konsep. Kalau tidak setuju dia (Presiden Jokowi) kirim menteri. Ini apa? Ini bukan kerajaan, puaskan hati publik. Ngomong yang sebenarnya," kritik politisi PKS ini di Gedung DPR-MPR, Senayan, Jakarta, Jumat (26/6).Terkait itu, Fahri membandingkan sikap presiden dengan DPR yang selalu terbuka di hadapan wartawan. Kata dia, apa yang dilakukan presiden dengan menunjuk Menteri Yasonna ibarat zaman kerajaan di mana seorang raja punya wewenang dan kuasa yang tak terbantahkan."Kami saja selalu terbuka setiap kali wartawan mengepung kami dan kami tidak sembunyi. Ini apa, dia (Menteri Yasonna) datang dari dapur bilang presiden belum berkenan. Siapa kamu (Presiden Jokowi), kamu bukan raja, bos," ujar Fahri terlihat kesal di wajahnya.Untuk itu, tambah dia, perlu ada keterbukaan Presiden Jokowi dalam pembatalan revisi UU KPK ini. Tegas dia, sebagai orang yang dipilih secara demokratis, presiden harus memberi pengertian kepada rakyat terkait penolakan ini."Kamu (Presiden Jokowi) harus cerita apa yang terjadi. Anda dipilih secara demokratis. Anda jangan minta untuk dimengerti tapi anda memberikan pengertian. Jadi, republik ini buntu nanti karena komunikasi tak tersalur," tutup Fahri.

Nyali aja enggak punya, enggak tahu caranya

Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah mengkritik keras sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menunjuk Menkum HAM Yasonna Laoly untuk mengirim surat penolakan revisi Undang Undang KPK. Hal itu menurutnya akibat ada tekanan dari partai politik pendukung pemerintah."Presiden juga ngomong begitu (revisi UU KPK), JK (Jusuf Kalla) juga omong begitu, DPR, DPD, MK, semua omong begitu. Namun tiba-tiba ditekan lagi sama partai politik," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (26/6).Menurutnya, sikap Jokowi tersebut menunjukkan ketidaktegasannya. Penolakan terhadap revisi Undang Undang KPK dinilai sebagai pencitraan pemerintah."Sama juga Jokowi takut, dibikin takut sama orang yang tidak jelas. Tidak mau menyelesaikan masalah nasional, lebih pencitraan dari pada menyelesaikan masalah nasional. Ini bulan puasa, kembali pada jati diri. Ngomong apa adanya, jangan di belakang, enggak bagus. Cuma mau dipuji-puji aja. Tidak bisa selesaikan masalah," terang dia.Selain itu, menurut dia Jokowi tak mempunyai strategi ampuh untuk menyelesaikan masalah korupsi di Indonesia."Nanti orang (DPR) dituduh tidak pro-pemberantasan korupsi. Pemberantasan korupsi itu mudah, suruh saya jadi Presiden dan berantas korupsi, itu gampang kok. Nyali aja enggak punya, enggak tahu caranya," pungkas dia.

Di masa puasa, watak pengecut diakhiri

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengungkap jika revisi UU KPK juga termasuk keinginan Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji. Padahal di berbagai kesempatan, Indriyanto menilai UU KPK saat ini masih baik dan belum layak untuk direvisi.Fahri bahkan mengatakan jika Indriyanto pernah menyatakan bahwa UU KPK sekarang seperti zaman jahiliyah. Termasuk, kata dia, keinginan revisi UU KPK dinyatakan oleh Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki."Keinginan revisi UU KPK datang dari semua pihak bahkan termasuk yudikatif, legislatif dan eksekutif. Bahkan pimpinan KPK Lebih baik saya ungkap ya, Indriyanto Seno Adji bilang, ini UU jahiliah. Ruki bilang KPK enggak bisa begini lagi, harus berubah. Harus diawasi," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (26/6).Lanjut dia, tak dapat disangkal jika UU KPK memberi peluang bagi orang di dalamnya berlaku sewenang-wenang dalam penyidikan selama ini. Tegas dia, dalam mengungkapkan kasus korupsi ada temuan jika para penyidik menyelewengkan pasal UU KPK."Tidak menyangka pasal-pasal dalam UU ini diselewengkan oleh KPK secara masif. KPK kalah di praperadilan berkali-kali. Ada temuan yang harus diungkapkan ya, banyak kasus masa lalu dalam modus operandinya sama yang kalah di praperadilan. Jadi penyidik KPK itu, begitu dia baca UU KPK ini dia boleh seenaknya. Tujuan menghalalkan segala cara," papar politisi PKS ini.Terkait itu, Fahri mengkritik Taufiqurrahman Ruki dan Indriyanto Seno Adji. Kata dia, keduanya harus berterus terang kepada publik tentang kelemahan KPK dan tidak bermuka dua."Seperti Seno Adji dan Ruki, di kamar rapat omong lain, di publik omong lain. Ini kan hanya tidak berani hadapi publik saja. Di masa puasa ini, sudahlah, watak pengecut, lain depan, lain belakang ini diakhiri. Bicara kepada rakyat jika banyak masalah di KPK," kritik Fahri.Tak berhenti di situ, Fahri kembali mengingatkan keduanya agar berani membuka kelemahan KPK selama ini. Kata dia, 13 tahun UU KPK berjalan hanya mempertontonkan perebutan kuasa para penyidiknya."Bagaimana KPK ini, sudah 13 tahun Undang-undangnya berjalan, semua pimpinan KPK jadi masalah, semua pimpinan berebut, bukannya bersinergi seperti maunya UU. Berkelahi seolah-olah menarik untuk ditonton rakyat. Orang-orang ini ga punya nyali, penakut aja," tutup Fahri.Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Adji menyatakan pihaknya menolak revisi UU KPK tersebut. Dia menegaskan, lembaga antirasuah tidak akan mengusulkan draf revisi UU KPK ke DPR."Ini kan semua inisiatif DPR jadi DPR yang sebaiknya siapkan NA (Naskah Akademik) dan RUU tersebut," kata Indriyanto saat dikonfirmasi merdeka.com melalui pesan singkat, Jakarta, Kamis (25/6).Indriyanto menjelaskan, alasan kenapa pihaknya tidak akan membuat draf revisi. Menurut dia, KPK tetap sejalan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menganggap UU KPK belum layak untuk direvisi."Bagi KPK, kami memiliki kesamaan pandangan dengan Presiden yang belum anggap urgen revisi tersebut selama tidak ada revisi harmonisasi dengan UU terkait seperti KUHAP, KUHP, Tipikor, KKN demikian," tegas Indriyanto.Dipertegas kembali, apakah KPK tidak akan menyusun draf revisi seperti yang disampaikan Ruki, Indriyanto mempertegas jawabannya. Menurut dia, kalau pihaknya tidak akan memberikan usulan terkait revisi UU KPK tersebut."Itu sudah jelas jawaban saya," tandasnya.

(mdk/war)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Alasan DPRD DKI Usul Dana Hibah Parpol Naik Jadi Rp10.000 Per Suara
Alasan DPRD DKI Usul Dana Hibah Parpol Naik Jadi Rp10.000 Per Suara

DPRD DKI Jakarta merekomendasikan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) untuk segera memproses usulan kenaikan dana bantuan parpol tersebut.

Baca Selengkapnya
Jokowi Buka Suara soal Baleg DPR Bikin Aturan Baru UU Pilkada Abaikan Putusan MK
Jokowi Buka Suara soal Baleg DPR Bikin Aturan Baru UU Pilkada Abaikan Putusan MK

Presiden Jokowi buka suara mengenai rapat baleg DPR RI yang disorot karena diduga untuk menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang UU Pilkada

Baca Selengkapnya
Pimpinan DPR Respons Menteri HAM Minta Anggaran Rp20 Triliun: Selama Masuk Akal Bisa Dipenuhi
Pimpinan DPR Respons Menteri HAM Minta Anggaran Rp20 Triliun: Selama Masuk Akal Bisa Dipenuhi

Sebelumnya, Menteri HAM Natalius Pigai meminta penambahan anggaran untuk kementeriannya.

Baca Selengkapnya
Ikut Vote Setuju di Baleg, Kini PKS 'FOMO' Dukung Pendemo Tolak RUU Pilkada
Ikut Vote Setuju di Baleg, Kini PKS 'FOMO' Dukung Pendemo Tolak RUU Pilkada

PKS menyebut keputusan DPR membatalkan revisi UU Pilkada sesuai dengan suara dan tuntutan rakyat.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Tok! DPR Sahkan UU Daerah Khusus Jakarta, PKS Masih Keras Menolak
VIDEO: Tok! DPR Sahkan UU Daerah Khusus Jakarta, PKS Masih Keras Menolak

Rapat ini mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menjadi Undang-Undang (UU).

Baca Selengkapnya
Jokowi Tanggapi Demo Tolak Revisi UU Pilkada: Itu Sangat Baik
Jokowi Tanggapi Demo Tolak Revisi UU Pilkada: Itu Sangat Baik

Jokowi memastikan pemerintah akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat pencalonan kepala daerah pada Pilkada serentak 2024.

Baca Selengkapnya
Meski Ditolak PKS, RUU DKJ Tetap Jadi Usulan Inisiatif DPR RI
Meski Ditolak PKS, RUU DKJ Tetap Jadi Usulan Inisiatif DPR RI

PKS menilai Jakarta masih layak menyandang status sebagai Daerah Khusus Ibu Kota.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Bambang Pacul PDIP Blak-blakan Kondisi 'Dompet' Negara Jelang Jokowi Lengser
VIDEO: Bambang Pacul PDIP Blak-blakan Kondisi 'Dompet' Negara Jelang Jokowi Lengser "Cekak!"

Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa, 3 September 2024.

Baca Selengkapnya
Reaksi Gibran soal Gubernur Jakarta Diusulkan Dipilih Langsung Presiden
Reaksi Gibran soal Gubernur Jakarta Diusulkan Dipilih Langsung Presiden

Gibran memutuskan untuk tidak banyak bicara mengenai RUU Daerah Khusus Jakarta.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Hasto PDIP Blak-blakan Soal Pemakzulan Jokowi, Mahfud: Silakan Bawa Ke DPR
VIDEO: Hasto PDIP Blak-blakan Soal Pemakzulan Jokowi, Mahfud: Silakan Bawa Ke DPR

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memaklumi jika ada aspirasi pemakzulan dari masyarakat yang diterima Mahfud

Baca Selengkapnya
Segera Disahkan, RUU DKJ Atur soal Gubernur Jakarta Dipilih Melalui Pilkada hingga Dewan Aglomerasi
Segera Disahkan, RUU DKJ Atur soal Gubernur Jakarta Dipilih Melalui Pilkada hingga Dewan Aglomerasi

Terdapat tujuh poin dibahas dan disepakati DPR terkait RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ).

Baca Selengkapnya
DPR RI dan Pemerintah Sepakati RUU DKJ Disahkan di Paripurna
DPR RI dan Pemerintah Sepakati RUU DKJ Disahkan di Paripurna

DPR RI dan pemerintah menyepakati Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan.

Baca Selengkapnya