Kemenkes: Angka Gangguan Cemas Naik Sebesar 6,8 Persen Selama Pandemi
Merdeka.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan angka gangguan kecemasan yang dialami oleh masyarakat mengalami kenaikan selama masa pandemi Covid-19. Peningkatan mencapai 6,8 persen.
"Penelitian terakhir yang telah dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan menemukan kenaikan gangguan cemas sekitar 6,8 persen," kata Subkoordinator Substansi Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Kemenkes, dr Juzi Delianna, M.Epid dalam bincang-bincang Kesetaraan Dalam Kesehatan Jiwa Untuk Semua. Demikian dikutip dari Antara, Jumat (10/8).
Dia menyebut, selain angka gangguan kecemasan, angka pada gangguan depresi ikut mengalami peningkatan sebesar 8,5 persen. Sehingga apabila melihat proyeksi jumlah penduduk di Indonesia, hal tersebut benar-benar membutuhkan penanganan yang serius.
-
Siapa yang paling banyak mengalami masalah kesehatan mental? Sebanyak 15,5 juta remaja Indonesia, atau sekitar 34,9 persen dari populasi mereka, mengalami setidaknya satu masalah kesehatan mental dalam periode 12 bulan terakhir.
-
Siapa yang sering alami gangguan kesehatan mental? Menurut National Institute of Mental Health, satu dari lima orang dewasa di Amerika Serikat mengalami gangguan kesehatan mental setiap tahunnya.
-
Siapa saja yang terkena Gangguan Kecemasan? Menurut WHO, pada tahun 2019, lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia menderita gangguan kecemasan.
-
Apa masalah kesehatan mental di Indonesia? Masalah kesehatan mental merupakan salah satu momok yang bisa sangat menakutkan.
-
Siapa yang berisiko tinggi terkena depresi? Jauh dari pandangan umum bahwa depresi hanya terkait dengan ketidakseimbangan kimia, penelitian ini menyoroti hubungan kuat antara gaya hidup sehat dan kesejahteraan mental.
-
Siapa yang berisiko tinggi mengalami depresi? Menurut National Cancer Institute, orang dengan kanker gastrointestinal, terutama perut atau pankreas, memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami depresi.
Berdasarkan data Kemenkes sepanjang tahun 2020, sebanyak 18.373 jiwa mengalami gangguan kecemasan, lebih dari 23.000 mengalami depresi dan sekitar 1.193 jiwa melakukan percobaan bunuh diri.
Menurut dia, peningkatan persentase gangguan kecemasan dan depresi dapat meningkat karena terjadi penurunan kunjungan rumah sakit dan hunian rawat inap sebelum pandemi Covid-19i. Namun ketika pandemi, pasien kembali mengalami fase kekambuhan.
Berdasarkan data milik Persatuan Dokter Kesehatan Jiwa Indonesia (PDKJI) dalam lima bulan pertama pandemi Covid-19 disebutkan masalah psikologis terbanyak ditemukan pada usia 17 sampai 29 tahun dan penduduk lanjut usia (lansia) yang berusia di atas 60 tahun.
Dia menjelaskan pemikiran bunuh diri paling banyak dilakukan pada penduduk usia produktif. Sebanyak 15 persen memikirkan untuk mati setiap hari serta 20 persen memikirkan untuk mengakhiri hidup dalam beberapa hari dalam sepekan.
"Dari data tersebut menunjukkan, satu dari lima orang memiliki pemikiran tentang lebih baik mati," kata Juzi Delianna.
Sementara itu Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kemenkes, Celestinus Eigya Munthe, mengatakan untuk mengatasi masalah tersebut pihaknya telah mengupayakan agar seluruh puskesmas dapat melakukan pelayanan kesehatan jiwa.
Namun kurang lebih dari 10.000 puskesmas di seluruh Indonesia, baru sekitar 6.000 puskesmas yang memberikan layanan kesehatan jiwa. Hal itu disebabkan karena beberapa faktor yakni kurangnya sumber daya manusia kesehatan dan kurangnya sarana prasarana yang memadai.
"Sehingga layanan kesehatan jiwa yang seharusnya dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan primer masih belum dapat kita laksanakan seluruhnya di seluruh rumah sakit," katanya.
Ia menjelaskan walaupun belum semua fasilitas kesehatan menyediakan layanan itu, pelayanan kesehatan jiwa yang dilakukan di puskesmas dapat ditangani dan ditanggulangi pembiayaannya dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) milik BPJS Kesehatan.
Melalui JKN, kata dia, pasien dapat melakukan rujukan ke puskesmas. Apabila puskesmas ternyata tidak mampu menanggulangi masalah kesehatan jiwa, pasien dapat di rujuk ke rumah sakit jiwa terdekat atau rumah sakit umum yang melakukan pelayanan kesehatan jiwa.
Bila pasien telah dinyatakan stabil, maka pihak rumah sakit dapat merujuk kembali pasien yang dirawat ke puskesmas. Sehingga masyarakat dapat mengakses layanan pengambilan obat tanpa perlu menempuh jarak yang jauh ke rumah sakit untuk mengambil obat.
Ia mengatakan agar dapat mempermudah pelayanan kesehatan jiwa masyarakat di masa pandemi COVID-19, pihaknya telah menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan pasien secara lengkap di puskesmas.
"Kita juga mendorong saat ini hampir semua rumah sakit jiwa di Indonesia mempunyai aplikasi telekonseling sebagai upaya perpanjangan untuk memberikan layanan konseling kepada masyarakat," jelas Celestinus Eigya Munthe.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dalam kasus bunuh diri, gangguan kesehatan mental menjadi pemicu utama.
Baca SelengkapnyaSurvei pada 2023 menunjukkan kesehatan mental generasi Z lebih rentan atau rapuh dibandingkan dengan generasi milenial dan boomers.
Baca SelengkapnyaJarak rumah ke kantor yang jauh membuat seseorang rentan mengalami masalah fisik.
Baca SelengkapnyaAdiksi terhadap pornografi serta judi online juga patut diperhatikan.
Baca SelengkapnyaAdapun metode skrining yang digunakan, melalui kuesioner Patient Health Questionnaire-9 atau PHQ-9.
Baca SelengkapnyaData menunjukkan bahwa banyak dari mereka mengalami gangguan jiwa, dan ini dapat berdampak serius pada masa depan mereka jika tidak ditangani dengan baik.
Baca Selengkapnyaide mengakhiri hidup bisa terdeteksi pada remaja, menurut hasil studi
Baca SelengkapnyaMeskipun tidak ada cara pasti, cara mencegah gangguan mental pada lansia dengan, mengelola stres, menjalani pengobatan secara rutin, & menjaga hubungan sosial.
Baca SelengkapnyaKepala BKKBN menyebut penderita mental emotional disorder di Indonesia terus meningkat signifikan
Baca SelengkapnyaWakil Ketua Umum PB IDI menilai Menkes sebagai pemilik RS merupakan pihak paling bertanggung jawab terkait hal itu.
Baca SelengkapnyaTernyata paparan polusi udara secara terus-menerus dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental
Baca SelengkapnyaKemenkes membuat pelatihan-pelatihan agar semakin banyak puskesmas yang dapat menangani masalah-masalah mental.
Baca Selengkapnya