Kisah Joko Ramlan Tubuhnya Dipenuhi Kutu saat Gerilya Melawan Belanda
Merdeka.com - Tak perlu diragukan lagi, Kota Solo menjadi bagian penting sejarah berdirinya bangsa Indonesia. Tak hanya itu, saat agresi militer Belanda kembali datang paska Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, rakyat Solo, tua dan muda juga bahu membahu mempertahankannya. Peristiwa Serangan Umum Surakarta atau juga disebut Serangan Umum Empat Hari menjadi bukti.
Serangan berlangsung 7-10 Agustus 1949 dilakukan secara gerilya oleh para pejuang, pelajar dan mahasiswa yang kemudian dikenal sebagai tentara pelajar. Dengan semangat juang membara, mereka berhasil membumihanguskan dan menduduki markas-maskas Belanda di Solo dan sekitarnya.
Joko Ramlan, warga Kampung Gremet, Kelurahan Manahan, Kecamatan Laweyan, menjadi salah satu saksi hidup perjuangan rakyat Solo. Pria kelahiran 21 Januari 1930 ini ikut terlibat dalam perjuangan membebaskan Kota Solo dari cengkeraman Belanda. Ia yang masih duduk di bangku SMP bersama pelajar dan rakyat lainnya harus rela terusir dari Solo.
-
Dimana Serangan Umum Surakarta berlangsung? Pertempuran yang berlangsung selama 4 hari berturut-turut di Solo ini berhasil menyatukan seluruh elemen masyarakat melawan gempuran pasukan penjajah.
-
Dimana tempat wisata sejarah di Solo? Yup, banyak sekali tempat yang bersejarah peninggalan kerajaan zaman dulu di Solo yang kemudian dijadikan lokasi wisata sejarah yang ciamik dan wajib untuk dikunjungi.
-
Kapan Serangan Umum Surakarta terjadi? Pada Agustus 1949, Gubernur Militer mengeluarkan instruksi untuk bertempur 4 hari di Kota Solo.
-
Kenapa Serangan Umum Surakarta terjadi? Pertempuran 4 hari 4 malam ini untuk melawan adanya Agresi Militer Belanda II.
-
Kenapa Kota Solo dipilih? Dengan pertimbangan yang sangat luar biasa, seperti kapasitas hotel, transportasi, dan sebagainya Kota Solo layak untuk event nasional,' beber Tri.
-
Apa tujuan Serangan Umum Surakarta? Momen ini mempersatukan rakyat untuk bersama-sama mempertahankan Kota Solo dengan berbagai senjata.
"Suka dukanya, urip (hidup) pindah-pindah, pakaian gantung keputusan (hanya yang menempuh di badan), hanya pakai sarung, mangan ora ajek (kurang makan), sampai tubuh berkutu. Makan pakai bungkusan daun jati dan kurang. Ya sudah kita makan bareng-bareng seadanya. Tapi senang, wong kita pemuda," ujar Joko saat ditemui merdeka.com di rumahnya, Jumat (16/8).
Joko menyampaikan, tentara Belanda mulai kembali datang ke Kota Solo pada 21 Desember 1948. Seusai pasukan sekutu dinyatakan menang dalam Perang Dunia II. Joko muda yang tergabung dalam Tentara Pelajar atau Detasemen II Brigade 17 Surakarta itu bersama anggota Tentara Pelajar lainnya keluar dari Solo menuju rayon II di daerah Sumberlawang Sragen. Di situlah ide untuk melakukan serangan merebut Kota Solo muncul.
"Kita sebagai TP harus keluar untuk menyusun gerilya merebut Kota Solo. Senjata kita ya hasil rampasan, ada yang tidak pakai senjata. Kita di belakang, yang di depan yang lebih tua," katanya.
Menurut pria yang pernah menjadi guru itu, serangan untuk mengusir Belanda kemudian digagas kembali di kawasan Monumen Juang 45, Banjarsari. Mereka, dikatakan Joko, melakukan serangan bergabung dalam Detasemen II Brigade 17 Surakarta yang dipimpin Mayor Achmadi.
Mayor Achmadi kemudian membagi anggota TP yang jumlahnya sekitar 2 ribu orang menjadi rayon-rayon. Rayon I dari Polokarto dipimpin Suhendro, Rayon II wilayah utara Solo dipimpin Sumartono, Rayon III Kartasura Boyolali dengan komandan Prakosa, Rayon IV perbatasan Solo Boyolali dan Solo Wonogiri dikomandani A Latif, serta Rayon Kota dipimpin Hartono.
"Serangan kita lakukan dari 4 rayon di seluruh penjuru. Sebelum pertempuran dimulai, Slamet Riyadi dengan pasukan Brigade V/Panembahan Senopati ikut bergabung. Dia menjadi tokoh kunci dalam menentukan jalannya pertempuran," jelasnya.
Joko yang masuk Rayon II memulai dari utara. Selama gerilya banyak tentara yang bisa dilucuti senjatanya dengan cara diteror terlebih dahulu. Senjata dan peluru rampasan tersebut kemudian digunakan untuk membunuh para tentara Belanda. Dengan kekuatan yang bersatu tersebut, dikatakannya, Belanda bisa diusir dari Kota Bengawan.
Di usianya yang hampir 90 tahun tersebut, daya ingat Joko masih sangat tajam. Dia ingat betul saat berjuang harus bersembunyi ke rumah warga di desa-desa saat siang hari. Senjata yang dibawa harus diletakkan di semak-semak agar tidak ketahuan tentara musuh. Warga juga memberikan pasokan makan sehingga perjuangan berjalan lancar.
"Mendekati gencatan senjata 11 Agustus 1949, kita semakin menggencarkan serangan. Sesuai perintah Mayor Achmadi, sebelum jam 00.00 tanggal 10 Agustus, Solo harus bisa direbut. Jadi selama 4 hari kita bergerilya TP bersama Brigade V pimpinan Letkol Slamet Riyadi berhasil kembali Kota Solo," kenangnya.
Masa tua Joko dihabiskan di rumah bersama 3 anak dan beberapa cucunya. Selain menjadi guru, Joko sempat masuk TNI AU. Ia juga pernah 2 periode menjadi anggota DPRD dan menjabat sebagai Ketua Fraksi ABRI di Kabupaten Sukoharjo. Joko yang saat ini aktif dan menjadi Wakil Ketua Dewan Harian Cabang (DHC) 45 Solo, juga sempat mengajar di sejumlah perguruan tinggi swasta.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Serangan yang berlangsung selama 4 hari berturut-turut di Solo ini berhasil menyatukan seluruh elemen masyarakat melawan gempuran pasukan penjajah.
Baca SelengkapnyaTepat hari ini, 20 Oktober pada 1945 silam, terjadi pertempuran besar setelah kemerdekaan Indonesia yang disebut Pertempuran Ambarawa.
Baca SelengkapnyaPada 1947, umat islam Tanah Air berperang melawan Belanda pada hari ketiga puasa.
Baca SelengkapnyaPertempuran Tengaran terjadi pada masa Agresi Militer II, tepatnya sekitar tanggal 25 Mei 1947
Baca SelengkapnyaSerangan Umum 1 Maret 1949 adalah sebuah upaya besar dalam perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda.
Baca SelengkapnyaBanyak orang Minahasa yang melakukan perantauan. Hal ini terjadi karena para pemuda Minahasa mulai menyadari bahwa dunia itu luas.
Baca SelengkapnyaSebuah video memperlihatkan para pejuang tanah air pada masa revolusi yang tertangkap oleh tentara Belanda.
Baca SelengkapnyaKedatangan mereka yang tiba-tiba membuat gempar masyarakat pesisir Tuban
Baca SelengkapnyaPenjara ini juga jadi saksi pembantaian para pemuda pejuang kemerdekaan Indonesia
Baca SelengkapnyaRencana penculikan sudah disusun secara matang di salah satu gedung, Jalan Menteng Raya 31, Kelurahan Kebon Sirih, Kecamatan Menteng, Kota Jakarta Pusat.
Baca SelengkapnyaHari Korban 40 Ribu Jiwa kembali diperingati di Monumen Korban 40 Ribu Jiwa, Kota Makassar.
Baca SelengkapnyaWarga Lamongan tampilkan kekejazam kerja rodi zaman penjajahan Belanda. Bikin nangis.
Baca Selengkapnya