Komnas HAM Temukan Indikasi Obstruction of Justice di Kasus Mutilasi Warga Papua
Merdeka.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan adanya indikasi Obstruction Of Justice atau menghalangi proses hukum kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Mimika, Papua. Sejumlah Anggota TNI dan warga sipil diduga terlibat dalam kasus tersebut.
"Komunikasi antar pelaku setelah peristiwa dan juga adanya berbagai upaya obstruction of justice. Jadi ini ada upaya OOJ untuk menghilangkan barang bukti dan lain sebagai," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara kepada wartawan, Selasa (20/9).
Bahkan, Beka mendapatkan hasil pemeriksaan saksi ditemukan contoh upaya obstruction of justice. Selain menghilangkan barang bukti, Komnas HAM menemukan adanya pembagian uang terhadap para pelaku.
-
Apa yang ditemukan di TKP? Bukannya membawa korban ke Rumah Sakit, pelaku malah meninggalkannya di ruko TKP ditemukan jasad RN tewas bersimbah darah.
-
Siapa yang menjadi pelaku mutilasi? Korban berinisial R yang merupakan warga Pangkalpinang, Bangka Belitung, dibunuh dan dimutilasi dua terduga pelaku di rumah indekos tersebut.
-
Siapa yang musnahkan barang bukti Bontang? Kejaksaan Negeri Bontang gelar pemusnahan barang bukti sejumlah kasus yang sudah dinyatakan berkekuatan hukum tetap, Jumat (17/11).
-
Kenapa Bontang musnahkan barang bukti? Wali Kota Bontang Basri Rase menjelaskan, tujuan terpenting dari acara pemusnahan barang bukti ini adalah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat jika masih ada kejahatan yang mengancam. Ancaman terbesar menyasar generasi muda, bukan hanya karena adanya niat jahat, tetapi juga karena pergaulan serta pendidikan moral yang kurang dalam masyarakat.
-
Barang bukti apa yang ditemukan? Saat penangkapan bersama teman-temannya, polisi berhasil mengamankan barang bukti berupa pods vape yang berisi cairan ganja.
"Kemudian adanya pembagian uang bagi para pelaku dari hasil tindakan kejahatan yang dilakukan," sebutnya.
Berdasarkan pengakuan keluarga korban, Beka menyebut ada rumor simpatisan dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
"Kemudian latar belakang keempat korban dan keluarga menolak adanya pelabelan korban sebagai simpatisan atau anggota KKB, kelompok kriminal bersenjata. Jadi keluarga korban menolak kemudian pelabelan korban sebagai simpatisan atau Anggota KKB," sebutnya.
Di samping itu, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menjelaskan tindakan Obstruction Of Justice ditemukan untuk menutup-nutupi peristiwa pidana setelah kejadian.
"Kalau obstruction of justice itu kan biasanya terjadi setelah peristiwa ya kan, terus untuk menutupi peristiwa bukan bagian dari peristiwa itu sendiri," sebutnya.
"Nah mutilasi itu bagian dari peristiwanya itu sendiri. Kalau menghapus komunikasi itu kan setelah peristiwa setelah ini naik terus ada penghapusan komunikasi itu," tambah Anam.
Duduk Perkara Kejahatan
Kasus pembunuhan sadis disertai mutilasi terjadi pada Senin 22 Agustus 2022 di Jalan Budi Utomo ujung, Kota Timika, Papua. Para korban dihabisi nyawanya oleh pelaku kemudian tubuhnya dipotong.
Setelah itu potongan tubuh korban dimasukkan ke dalam 6 karung yang berisi batu sebagai pemberat dan dibuang di jembatan sungai Pigapu. Saat ini polisi sudah menemukan potongan tubuh dari empat korban pembunuhan sadis itu.
Total pelaku sejauh ini terdapat 12 orang. Di antaranya 8 dari unsur TNI dan 4 dari sipil. Terbaru terdapat panembahan 2 dari 8 tersangka kluster anggota TNI.
6 Orang jadi Tersangka
6 orang dijadikan tersangka pembunuhan dan mutilasi. Mereka adalah perwira infanteri berinisial Mayor Inf HF dan Kapten Inf DK. Sementara sisanya berinisial Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC dan Pratu R.
Sedangkan, empat tersangka dari kalangan sipil yakni APL alias J, DU, R, dan RMH. Untuk tersangka kalangan sipil ditangani pihak kepolisian.
"Ada dua tersangka baru yang merupakan oknum anggota TNI diduga ikut terlibat dalam kasus pembunuhan ini," ujar Kapolres Mimika AKBP I Gede Putra, Sabtu (3/9).
Dalam kasus ini, para tersangka dijerat dengan pasal 340 KUHP subsider pasal 338 KUHP juncto pasal 55, 56 KUHP dan atau pasal 365 KUHP dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Amnesty mengecam perlakuan tidak manusiawi diduga dilakukan prajurit TNI terhadap warga Papua tersebut.
Baca SelengkapnyaKomisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai situasi konflik dan kekerasan di Papua semakin mencederai HAM.
Baca SelengkapnyaKPK akan sidik TPPU apabila ada indikasi menyembunyikan atau menyamarkan aset-aset bernilai ekonomis dari korupsi tersebut.
Baca SelengkapnyaKomnas HAM mengingatkan, perang terhadap perbudakan manusia merupakan agenda pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini.
Baca SelengkapnyaTersangka diduga korupsi dana hibah yang mestinya untuk lembaganya sepanjang 2019-2021.
Baca SelengkapnyaPKB meminta agar pihak lain tidak mengkaitkan penggeledahan rumah Gus Halim dengan isu lain.
Baca SelengkapnyaKPK mencecar para saksi perihal pengurusan dana hibah hingga dugaan aliran suap dari Pokmas.
Baca SelengkapnyaDinas Kebudayaan Pemprov Jakarta memiliki anggaran Rp150 miliar guna melaksanakan kegiatan kebudayaan Betawi.
Baca SelengkapnyaKejaksaan Agung diminta untuk transparan, dan mendorong untuk membuka penyelidikan baru.
Baca SelengkapnyaPerkara TPPO ini berupa perdagangan organ tubuh ginjal oleh 15 orang terdakwa.
Baca SelengkapnyaSidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan tiga saksi yang dihadirkan JPU dan satu orang saksi tidak hadir dalam kasus Lukas Enembe.
Baca SelengkapnyaKPK menggeledah Rumah Dinas (Rumdin) Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar.
Baca Selengkapnya