Korupsi TransJakarta, Sekretaris Dishub DKI dituntut 10 tahun
Merdeka.com - Terdakwa kasus korupsi pengadaan bus TransJakarta tahun anggaran 2013, R Drajad Adhyaksa, hari ini dituntut selama sepuluh tahun penjara oleh jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Sekretaris Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta itu dianggap terbukti merugikan negara hingga Rp 392,7 miliar akibat penyimpangan proyek itu, tapi tidak menikmati hasil korupsinya.
"Menuntut, supaya majelis hakim menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa R. Drajad Adhyaksa dengan pidana penjara selama sepuluh tahun," kata Jaksa Agustinus Heri M dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (5/2).
Jaksa Heri memerintahkan Drajad tetap ditahan dan masa hukumannya dipotong dari masa tahanan. Mereka juga menuntut Drajad dengan pidana denda sebesar Rp 250 juta. Bila tidak dibayar maka mesti diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
-
Siapa yang dituduh melakukan korupsi? 'Permintaan kebutuhan operasional Syahrul Yasin Limpo dan keluarganya yang juga didukung dengan petunjuk berupa barang bukti elektronik, chat WA antara terdakwa Syahrul Yasin Limpo dan Imam Mujahidin Fahmid, serta adanya barang bukti antara lain dokumen catatan staf Kementan RI dan bukti kwitansi serta transfer uang pembayaran kebutuhan menteri dan keluarganya.
-
Apa kerugian negara akibat korupsi Bansos Jokowi? 'Kerugian sementara Rp125 milyar,' pungkasnya.
-
Apa yang menyebabkan kerugian negara di proyek KA Besitang-Langsa? Akibat perbuatan para tersangka, terdapat kerusakan parah di beberapa lokasi sehingga jalur kereta api tidak dapat difungsikan.
-
Siapa yang diduga melakukan korupsi? KPK telah mendapatkan bukti permulaan dari kasus itu. Bahkan sudah ada tersangkanya.
-
Siapa yang menjadi tersangka kasus korupsi? Harvey Moeis menjadi tersangka dalam kasus korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
-
Apa kerugian negara akibat korupsi timah? Sebagaimana diketahui, sejauh ini nilai kerugian negara akibat korupsi tersebut senilai Rp271 triliun.
Jaksa Heri menganggap perbuatan Drajad terbukti memenuhi unsur dalam dakwaan subsider. Yakni Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHPidana.
"Keadaan memberatkan terdakwa adalah tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi. Hal meringankan sopan dan tertib selama persidangan, tidak menikmati hasil korupsi, dan mengabdi sebagai pegawai negeri sipil sejak 1990," ujar Jaksa Heri.
Jaksa Heri menyatakan tidak mengenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada Drajad. Alasannya adalah Drajad tidak menerima duit hasil korupsi, dan penyidik telah menyita harta yang nilainya dianggap cukup buat membayarkan ganti rugi dari terdakwa dan beberapa pihak terkait.
"Sampai masa penyidikan berhasil disita uang sejumlah Rp 17,563 miliar," ujar Jaksa Heri.
Saat proyek berjalan, Drajad diberi wewenang oleh mantan Kepala Dishub DKI Jakarta, Udar Pristono, menjadi Kuasa Pengguna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen. Drajad dianggap lalai dan menyalahgunakan wewenang lantaran menyetujui tindakan Udar menunjuk Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Prof. Prawoto, sebagai konsultan perencana dan pengawas secara sepihak, tanpa melalui proses lelang.
Drajad juga dianggap bersalah karena mau menerima unit bus TransJakarta yang tidak sesuai spesifikasi. Penyimpangan lainnya adalah harga perkiraan sendiri (HPS) dibuat berdasarkan sodoran harga proposal dari rekanan dan diarahkannya spesifikasi pada perusahaan tertentu, serta adanya kemahalan harga.
Dalam lelang pada awal tahun 2013, dari 15 paket yang direncanakan, hanya 14 paket yang berhasil dilelang. Dari 14 paket hanya terdapat 4 paket yang diserahterimakan kepada Drajad.
Paket-paket tersebut adalah paket 1 yakni 30 unit articulated bus (bus gandeng) yang dimenangkan PT Korido Motors; paket 4 yaitu 30 unit articulated bus yang dimenangkan PT Mobilindo Armada Cemerlang; paket 5 berupa 30 unit articulated bus yang dimenangkan PT Ifani Dewi; dan paket 2 yaitu 35 unit single bus (bus tunggal) yang dimenangkan PT Ifani Dewi. Harga satuan bus ditaksir kisaran Rp 3,5-4 miliar.
Kerugian negara yang diakibatkan dari pengadaan bus yang tidak sesuai spesifikasi dan seharusnya tidak dibayar adalah Rp 13,8 miliar yang diterima PT Korindo Motor, Rp 105,7 miliar yang diterima PT Mobilindo Armada Cemerlang, Rp 103,3 ditambah Rp 67,4 miliar yang diterima oleh PT Ifani Dewi.
Ketidakcocokan spesifikasi adalah semua bus tidak memenuhi persyaratan berat total 26 ribu kilogram untuk bus gandeng dan 16 ribu kilogram untuk single bus, semua bus tidak memenuhi persyaratan beban gandar maksimal yang diisyaratkan sesuai dengan spesifikasi teknis, minimal pada salah satu gandar. Dan semua bus merek Yutong dan Ankai tidak dilengkapi side impact bar (penahan benturan samping) untuk melindungi tabung gas dari benturan arah samping.
Sedangkan Rp 2,4 miliar sisanya didapat dari pekerjaan pengawasan 14 paket pengadaan bus yang dilakukan oleh delapan perusahaan konsultan pengawas dan BPPT. Padahal hanya empat paket yang berhasil direalisasikan.
Selain Drajad, beberapa pihak swasta juga disebut terlibat. Yakni Direktur Utama PT Korindo Motors, Chen Chong Kyeong, Dirut PT Mobilindo Armada Cemerlang Budi Susanto, dan Dirut PT Ifani Dewi Agus Sudiarso.
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tersangka baru di kasus dugaan korupsi pada pekerjaan pembangunan Tol MBZ.
Baca SelengkapnyaHal memberatkan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara bersih dan bebas dari korupsi dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Baca SelengkapnyaBukan hanya negara mengalami kerugian saja, pembangunan rel jalur Besitang-Langsa pada akhirnya tidak dapat berfungsi.
Baca SelengkapnyaAbdul Hadi dinilai terbukti melakukan korupsi di proyek pembangunan menara komunikasi dan pengadaan infrastruktur PGON.
Baca SelengkapnyaMajelis Hakim dipimpin Suparman Nyompa memvonis Rafael Alun 14 tahun penjara
Baca SelengkapnyaDwi memastikan, DJP akan terus menjaga integritas dan kode etik yang berlaku.
Baca SelengkapnyaHakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp3,7 miliar.
Baca SelengkapnyaHakim juga mewajibkan Djoko Dwijono untuk membayar denda sebesar Rp250 juta yang apabila tidak dapat dipenuhi maka diganti dengan pidana penjara 3 bulan.
Baca SelengkapnyaMantan pejabat pajak kanwil Jakarta Selatan itu juga terbukti TPPU sebesar Rp14 miliar lebih
Baca SelengkapnyaRafael Alun Trisambodo dituntut 14 tahun penjara denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Baca SelengkapnyaTersangka Prasetyo mendapatkan imbalan melalui Pejabat Pembuat Komite (PPK) terdakwa Akhmad Afif Setiawan.
Baca SelengkapnyaKasus berawal dari operasi tangkat tangan pejabat DJKA tahun lalu
Baca Selengkapnya