KPK Usut Peminjaman Vendor Ekspor oleh Sespri Edhy Prabowo
Merdeka.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPM) menelusuri peminjaman perusahaan yang diduga dilakukan tersangka Andreau Pribadi Misanta, sekretaris pribadi mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Peminjaman perusahaan diduga dilakukan Andreau demi mendapatkan izin sebagai eksportir di Kementerian Keluatan dan Perikanan (KKP).
Hal tersebut terkuak saat tim penyidik memeriksa dua saksi dari pihak swasta bernama Bachtiar Tamin dan Baary Elmirfak Hatmaja pada Selasa, 9 Februari 2021. Keduanya diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan Edhy Prabowo dalam kasus dugaan suap izin ekspor benur benih lobster di KKP.
-
Siapa yang menjadi tersangka kasus korupsi? Harvey Moeis menjadi tersangka dalam kasus korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi? Kejaksaan Agung secara resmi mengumumkan status Harvey Moeis sebagai tersangka, langsung mengirimnya ke tahanan.
-
Siapa yang diperiksa oleh KPK? Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej rampung menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Senin (4/12).
-
Siapa yang diduga melakukan korupsi? KPK telah mendapatkan bukti permulaan dari kasus itu. Bahkan sudah ada tersangkanya.
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
"Kedua saksi tersebut dikonfirmasi terkait dengan dugaan penggunaan perusahaan milik para saksi oleh AMP (Andreau Misanta Pribadi) dari tahun 2018 untuk mendapatkan izin sebagai eksportir benur di KKP," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (10/2/2021).
Sementara saksi yang dijadwalkan hadir dan diperiksa bersama dua saksi tersebut tak memenuhi panggilan, alias mangkir. Mereka adalah Sugianto (Wiraswasta), Habrin Kaye (PNS-Kepala Karantina Jakarta), Dian Ludin (Wiraswasta), dan Bong Lannysia (Wiraswasta).
"Tidak hadir dan tanpa konfirmasi. Tim penyidik KPK akan segera kembali mengirimkan surat panggilan dan KPK tetap menghimbau para saksi untuk kooperatif hadir sesuai dengan jadwal pemanggilan selanjutnya," kata Ali.
Dalam kasus ini KPK menjerat Edhy Prabowo dan enam tersangka lainnya. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP).
Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor. Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.
Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyita Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.
Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima USD 100 ribu yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut perusahaan swasta pemberi uang kepada mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono.
Baca SelengkapnyaAda pihak yang diduga sengaja menyembunyikan sejumlah dokumen terkait kasus yang menjerat Andhi.
Baca SelengkapnyaKPK menggeledah perusahaan milik Andhi Pramono di Batam. Eks Kepala Bea Cukai Makassar ini telah ditetapkan sebagai tersangka pencucian uang dan gratifikasi.
Baca SelengkapnyaPenetapan tersangka pengembangan dari kasus dugaan gratifikasi yang sebelumnya menjerat Andhi Pramono
Baca SelengkapnyaKasus itu sempat dilaporkan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Baca SelengkapnyaDokumen yang diamankan penyidik KPK dari tempat penggeledahan sedang dianalisis.
Baca SelengkapnyaKepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri meminta siapa pun tidak menghalangi proses hukum Andhi.
Baca SelengkapnyaMantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono diduga telah menerima gratifikasi selama menjabat sebagai pegawai di Bea Cukai sebesar Rp28 miliar.
Baca SelengkapnyaKPK mempersiapkan tim untuk meminta keterangan kepada beberapa pejabat Bea Cukai tersebut. Termasuk mengecek mutasi rekening mereka.
Baca SelengkapnyaAndi Pramono diduga bersekongkol dengan eksportir dan importir untuk memudahkan memasukkan maupun mengeluarkan barang secara ilegal.
Baca SelengkapnyaAndhi menjadi makelar barang di luar negeri dan memberi karpet merah kepada pengusaha yang bergerak di bidang ekspor-impor.
Baca SelengkapnyaKPK mengendus pembelian pabrik air minum dalam kemasan (AMDK) oleh tersangka kasus korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) berisinial SW
Baca Selengkapnya