Masjid Al Ma'moer, harapan dan doa para pedagang batik Laweyan
Merdeka.com - Kampung batik Laweyan adalah salah satu kawasan bersejarah di Kota Solo, Jawa Tengah. Wilayah ini sarat dengan cerita sejarah kehidupan masyarakat Kota Solo tempo dulu. Masih banyaknya rumah kuno peninggalan saudagar batik.
Para saudagar batik tidak hanya meninggalkan rumah kuno. Mereka juga sempat membangun masjid dengan arsitektur perpaduan Arab dan Jawa. Masjid Al Ma'moer namanya. Terletak di Jalan Sidoluhur No 50, Laweyan atau berada di tengah-tengah Kampung Batik Laweyan.
Itu merupakan masjid pertama dibangun para juragan batik di Kampung Laweyan. Masjid ini dibangun Haji Mas Sururi Bin Sulaiman pada tahun 1942, pada masa pendudukan Jepang. Namun, masjid ini baru diresmikan pada tanggal 16 Agustus 1945 oleh para Ulama di Kota Solo tepat sehari sebelum hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
-
Dimana masjid bersejarah itu berada? Situs ini merupakan sebuah masjid yang dibangun dari tanah dan batu oleh dinasti abad pertengahan yang berkuasa di Afrika Utara dan Spanyol.
-
Dimana masjid kuno itu ditemukan? Situs arkeologi Alto da Vigia, di dekat Praia das Maçãs di garis pantai Sintra, mengungkap keberadaan masjid kedua yang berasal dari abad ke-11 dan ke-12 ini.
-
Di mana masjid itu? Masjid Fatimah Umar di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala, Kota Makassar viral karena hendak dijual.
-
Apa yang unik dari masjid tertua ini? 'Yang unik di masjid ini adalah berkembangnya keramik abad ke-7 di situs tersebut, menjadikannya salah satu masjid paling awal di dunia.'
-
Dimana masjid tertua ini berada? Tim Arkeolog Israel menemukan sebuah masjid kuno langka di Kota Rahat, Badui Negev, Israel.
-
Kapan masjid itu dibangun? Situs arkeologi Alto da Vigia, di dekat Praia das Maçãs di garis pantai Sintra, mengungkap keberadaan masjid kedua yang berasal dari abad ke-11 dan ke-12 ini.
Meski sudah berusia puluhan tahun, ternyata masjid ini tidak pernah dipakai untuk melaksanakan salat Jumat. "Dari dulu hingga sekarang memang tidak diselenggarakan Salat Jumat di sini. Karena letaknya berdekatan dengan Masjid Laweyan yang merupakan masjid milik Keraton Surakarta yang lebih tua," jelas Takmir Masjid Al Ma'moer, Muhammad Najib, Rabu (15/6).
Najib menceritakan, sebelum menjadi masjid, bangunan ini merupakan rumah warga dibeli Haji Masruri bin Sulaiman. Dalam pembangunannya, arsitektur bangunan Masjid Al Ma'moer mengadopsi gambar dari beberapa masjid di Arab Saudi. Dengan luas bangunan 446 meter persegi, masjid yang hingga kini belum pernah tersentuh renovasi itu mampu menampung 300an jamah.
Bentuk bangunan termasuk tempat berwudlu yang berupa kolam besar hingga kini masih dipertahankan dan digunakan. Menara kecil pada bagian depan bangunan juga masih digunakan. Begitu juga tulisan-tulisan Jawa dengan ejaan lama juga masih jelas terlihat, seperti "kakoes" untuk menunjukkan tempat buang air besar, "koelah" atau kamar mandi, serta "mligi kepoetrian" atau khusus untuk putri.
"Semuanya masih asli hanya ditambahi keramik tahun 1980-an lalu. Yang membedakan dengan arsitek masjid kuno di Solo, tempat mimbar kebanyakan berarsitektur Jawa kalau di sini berarsitektur Arab," jelasnya lagi.
Menurut dia, selama bulan Ramadan, Masjid Al Ma'moer juga melaksanakan salat Tarawih. Pada mulanya, untuk menjadi imam di masjid ini ada syarat harus dipenuhi. Mereka harus hafal Alquran.
Sebagai tempat berkumpulnya para pejuang pada masanya, masjid ini juga kerap menjadi lokasi itikaf di bulan Ramadan. "Sejak awal didirikan masjid ini diniatkan untuk digunakan itikaf. Maka disebut masjid meskipun tidak digunakan untuk salat Jumat. Nama Masjid Al Ma’Moer diambil dengan ujub supaya masjid dan masyarakat sekitar yang kebanyakan berprofesi sebagai pedagang batik ini selalu dimakmurkan," pungkasnya. (mdk/ang)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Keterbatasan ruang pada masjid di lokasi tersebut membuat penyelenggaraan salat Jumat berlangsung hingga ke lorong, kios dan lapak pedagang.
Baca SelengkapnyaMasjid ini menjadi tempat yang unik di Kampung Naga, karena memiliki desain bergaya Sunda kuno.
Baca SelengkapnyaKebenaran bahwa masjid itu didirikan oleh pasukan Mataram masih diragukan.
Baca SelengkapnyaMasjid ini dulunya dibangun oleh saudagar asal Yaman. Begini kisahnya
Baca SelengkapnyaMasjid yang konon sudah berusia lebih dari satu abad ini memiliki nuansa Melayu yang begitu kental serta tradisi unik.
Baca SelengkapnyaMasjid tersebut kabarnya tak pernah menjadi sasaran penghancuran, atau penyerangan dari pasukan militer Belanda maupun pendudukan Jepang.
Baca SelengkapnyaKondisinya sangat memprihatinkan terdampak kemarau panjang. Seperti apa penampakannya saat ini?
Baca SelengkapnyaKabarnya masjid ini dulu pernah digotong manual agar tidak digusur.
Baca SelengkapnyaSaat dzikir, mereka mematikan lampu masjid agar prosesi ibadah itu berjalan lebih khusyuk
Baca SelengkapnyaMengunjungi Kampung Batik Jetis Sidoarjo yang sudah eksis lebih dari 300 tahun silam. Munculnya para pembatik andal berawal dari komunit jemaah masjid.
Baca Selengkapnya