Mengapa orangtua berpendidikan berperilaku sadis ke anak?
Merdeka.com - Anak merupakan karunia dan juga titipan Tuhan. Bahkan ada orang yang rela berbuat apa saja untuk memiliki seorang anak. Namun, pasangan Utomo Purnomo dan Nurindria Sari tidak memiliki pandangan serupa.
Kedua pasangan ini mendapatkan karunia lima orang anak. Tetapi bukan kasih sayang yang mereka berikan ke anak melainkan perlakuan kasar.
Sekretaris Jenderal Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda Iswanto mengatakan, perlakuan paling kasar dialami oleh anak laki-laki satu-satunya, Dani. Dani tidak diperkenankan masuk sudah semenjak enam bulan lalu.
-
Apa kata-kata yang mewakili anak kurang kasih sayang? 'Hati yang terluka tidak bisa disembuhkan sekaligus. Itu lebih buruk lagi jika luka yang datang berasal dari seseorang yang engkau cintai.'
-
Kenapa anak-anak dikorbankan? Arkeolog Ungkap 1000 Tahun Lalu Ratusan Anak Jadi Tumbal Pengorbanan untuk Dewa Hujan, Ternyata Ini Tujuannya atau dikorbankan untuk mendukung siklus pertanian jagung dan sebagai korban persembahan kepada dewa hujan oleh penduduk pada masa kejayaan Chichén Itza .
-
Apa ciri anak kurang kasih sayang saat dewasa? Dilansir dari Hack Spirit, berikut tujuh tanda yang muncul pada diri seseorang dewasa yang mengalami kurangnya kasih sayang di masa kecil.
-
Bagaimana anak-anak dikorbankan? 76 anak-anak itu dibelah dadanya dan dalam keadaan telanjang dengan pakaian berada di sampingnya. Dada mereka telah dipotong terbuka dari tulang selangka hingga ke tulang dada. Tulang rusuk mereka dipaksa terbuka, yang kemungkinan untuk mendapatkan akses ke jantung mereka.
-
Mengapa anak-anak dikorbankan? Pemakaman anak-anak di gundukan ini mungkin merupakan persembahan untuk memberi energi pada ladang,' kata Prieto, seperti dikutip Live Science.
-
Apa tanda anak kurang kasih sayang? Salah satu tanda paling jelas bahwa anak kurang mendapatkan kasih sayang adalah perubahan suasana hati. Anak yang biasanya ceria tiba-tiba menjadi lebih pendiam dan cenderung menarik diri. Ia mungkin mulai menghindari interaksi dengan keluarga atau teman-temannya.
"Dia tidak boleh masuk ke rumah orangtuanya makanya sering tidur di pos sekuriti. Terus warga negur, akhirnya diperbolehkan masuk. Tapi dua bulan lalu terus dilakukan hal yang sama seperti enam bulan lalu," ujarnya saat dihubungi merdeka.com, Kamis (14/5).
Ternyata, Dani bukan hanya tidak diurus, dia juga putus sekolah sehingga menyebabkan komunikasi sosialnya aneh. Hal tersebut yang menyebabkan warga minta bantuan kepada KPAI.
"Mendapatkan informasi tersebut, kami bersama Kemensos, bersama warga, aparat penegak hukum, Polsek Pondok Gede dan Polda Metro Jaya segera merespon informasi tersebut," terang Erlinda.
Dia mengungkapkan, belum dapat menyimpulkan mengapa sikap pasangan Utomo dan Nurindria seperti itu. Kesimpulan sementaranya, mereka tidak dapat mendidik dan memiliki cara pandang yang keliru.
"Ini cara pandang orangtua yang salah dalam mendidik anak jadi hal ini terjadi semacam ini. Kemungkinan besar dari cara pandang pandang orangtua ini, anak adalah benda makanya terjadinya seperti ini. Sementara baru itu yang kita tahu, dan sedang kami gali," katanya.
Sementara itu, ahli Psikologforensik Reza Indragiri Amriel mengungkapkan, sikap kedua orangtua ini membuktikan satu hal, pendidikan yang tinggi tidak menjamin akan jadi orangtua baik. Apalagi, Utomo mengklaim dirinya adalah dosen dan pembantu rektor di salah satu perguruan tinggi di Cileungsi.
"Ini merupakan bukti nyata pendidikan orangtua yang tinggi tidak serta merta bisa menjalankan peran mereka secara efektif. Orangtua yang tidak bisa memenuhi kebutuhan terbaik anak. Rumah dan lingkungan sedemikian kotor ini menandakan orangtua ini tidak bisa memenuhi kebutuhan anak," jelasnya.
Penegakan hukum sangat perlu dilakukan. Namun, Reza menyarankan, dalam persidangan majelis hakim memutuskan agar pasangan Utomo dan Nurindria diberikan pendampingan terlebih dahulu. Harapannya, kata dia, agar mereka dapat berubah dan kembali mengurus kelima anaknya.
"Jadi Hakim mewajibkan kedua orangtua untuk menjadi orangtua efektif. Nanti dari Menteri Sosial bisa masuk untuk memberikan pendidikan kepada mereka. Kalau ternyata bukan murid yang baik (tidak kooperatif), baru ancaman pindana baru diterapkan," tegasnya.
Reza menambahkan ancaman hukuman pidana tidak terlalu memberatkan mereka. Karena ancaman bagi keduanya paling lama sekitar lima tahun dengan denda Rp 100 juta.
"Kalau ke proses hukum selain memberikan pidana kepada orangtua tersebut, berdasar hak perlindungan anak, hak mengasuh anak bisa dicabut. bisa diberikan kepada orang tua yang mampu, bisa juga keluarga sendiri," tutupnya. (mdk/eko)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sikap orangtua yang terlalu otoriter, memberikan terlalu banyak perhatian, atau tidak mendukung pendidikan dapat mengurangi kecerdasan anak.
Baca SelengkapnyaMenyindir anak terkait hal yang mereka lakukan bisa menimbulkan dampak buruk dalam pola pengasuhan yang dilakukan.
Baca SelengkapnyaAnak kurang kasih sayang mendapatkan banyak masalah kesehatan mental.
Baca SelengkapnyaKemen PPPA pada 2021 menunjukkan bahwa empat dari 100 anak usia dini pernah mendapatkan pengasuhan tidak layak.
Baca SelengkapnyaKesalahan dalam parenting atau pengasuhan dari orangtua ternyata bisa menyebabkan kecerdasan anak tidak berkembang sempurna.
Baca SelengkapnyaNeglectful parenting merupakan pola pengasuhan serba tidak terlibat dari orangtua.
Baca SelengkapnyaPsikopat adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang tidak memiliki emosi, perasaan, dan hati nurani.
Baca SelengkapnyaHubungan orang tua dan anak dapat menjadi renggang dan menjauh karena beberapa alasan.
Baca SelengkapnyaMemukul anak merupakan metode hukuman yang sebaiknya tidak lagi dilakukan.
Baca SelengkapnyaMunculnya perilaku agresif pada seorang anak bisa terjadi karena sejumlah kesalahan parenting yang dilakukan orangtua.
Baca SelengkapnyaBentakan terhadap anak dapat menyebabkan beberapa dampak negatif. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan metode pengasuhan yang positif.
Baca SelengkapnyaPerilaku orangtua yang kasar dan sering membandingkan anak dengan orang lain dapat menghancurkan kepercayaan diri si anak.
Baca Selengkapnya