MUI: Pasien Covid-19 dan Bergejala Berat Boleh Tidak Puasa
Merdeka.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan pasien terkonfirmasi positif Covid-19 serta memiliki gejala berat diperbolehkan untuk tidak berpuasa, berdasarkan pertimbangan dokter sebagai rujukan.
"Kemudian kalau kondisi sakit berdampak parah jika dilakukan puasa atau puasa berdampak pada kondisi kesehatannya, maka dia boleh tak puasa," ujar Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh, seperti dikutip Antara, Senin (12/4).
Sementara bagi mereka yang terkonfirmasi positif dan tak bergejala atau OTG, masih bisa untuk berpuasa dan ibadahnya dilakukan di tempat karantina. Mereka tak diperkenankan untuk ikut ibadah berjamaah karena berpotensi menularkan virus ke orang lain.
-
Kenapa penting untuk konsultasi dengan dokter sebelum puasa? Dr. Andrew menyarankan agar ibu hamil berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter atau fasilitas kesehatan terdekat sebelum memutuskan untuk berpuasa, terutama jika memiliki penyakit penyerta yang dapat meningkatkan risiko kesehatan.
-
Siapa yang perlu konsultasi dokter sebelum puasa? 'Penderita penyakit, termasuk bagi Ibu hamil dan Ibu menyusui disarankan konsultasi terlebih dahulu. Mereka butuh supervisi, kebutuhan nutrisi bagi janin juga harus dipenuhi,' ujarnya.
-
Kenapa pasien diabetes harus konsultasi dengan dokter sebelum puasa? Individu dengan diabetes memiliki risiko komplikasi yang lebih tinggi dari perubahan asupan makanan dan cairan yang masuk ke dalam tubuh,' kata Martha dilansir dari Antara.
-
Mengapa penderita diabetes harus berkonsultasi dengan dokter sebelum puasa? 'Untuk kondisi diabetes, konsultasikan terlebih dahulu kepada dokter apakah kondisi diabetesnya masih memungkinkan untuk berpuasa,' kata Luciana.
-
Siapa yang perlu konsultasi tentang obat saat puasa? Bagi individu yang mengonsumsi obat tertentu untuk kondisi kronis, berpuasa dapat menimbulkan risiko. Oleh karena itu, penting untuk memahami cara minum obat dengan tepat saat menjalani puasa Ramadan.
-
Gimana cara menjaga kesehatan saat puasa? Selain itu, waktu sahur juga perlu diperhatikan. Disarankan untuk sahur sesuai dengan waktu yang ditentukan agar puasa dapat berjalan lancar hingga waktu berbuka. 'Kalau sahur jam 12 malam artinya waktu puasanya lebih dari 16 jam. Itu pasti lemas di siang hari karena puasa melebihi waktu seharusnya sekitar 14 jam,' katanya.
Kalaupun memilih untuk tidak berpuasa, MUI menekankan agar berkonsultasi dengan dokter, apabila baginya puasa bakal berdampak pada kondisi kesehatan.
"Bagi saudara-saudara kita yang terpapar Covid-19, aktivitas ibadahnya dilaksanakan di tempat di mana dia dikarantina agar tidak menularkan kepada orang lain. Dalam batas tertentu dia haram melakukan aktivitas ibadah yang berpotensi menularkan," kata dia.
Menurut dia, seseorang yang terpapar Covid-19 dan memutuskan tak berpuasa, bisa menggantinya di bulan lain atau ketika dia sudah sembuh.
"Kalau nanti dia tak berpuasa, dia meng-qhada saat sembuh. Tetapi bisa jadi dalam kondisi tertentu, dia tidak sembuh, dia meninggal belum sempat qhada, dia tidak dosa. Dia dalam posisi tidak terkena beban hukum," kata dia.
Sementara itu, Pengurus Pusat Muhammadiyah menyatakan bahwa pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19, termasuk bagi yang tidak bergejala atau orang tanpa gejala (OTG), tidak wajib menunaikan puasa.
"Puasa Ramadan wajib dilakukan, kecuali bagi orang yang sakit dan kondisi kekebalan tubuhnya tidak baik. Orang yang terkonfirmasi positif Covid-19, baik bergejala dan tidak bergejala masuk dalam kelompok orang yang sakit," tulis Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Haedar menjelaskan hal itu tercantum dalam poin pertama dalam Surat Edaran PP Muhammadiyah tentang Ibadah Ramadan 1442 Hijriah.
Selain pasien positif Covid-19, Muhammadiyah juga mengecualikan para tenaga kesehatan tidak wajib berpuasa.
Untuk menjaga kekebalan tubuh dan dalam rangka berhati-hati guna menjaga agar tidak tertular Covid-19, tenaga kesehatan dapat meninggalkan puasa Ramadan, dengan ketentuan menggantinya setelah Ramadan.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jika memiliki riwayat penyakit, Habib Ja'far menyampaikan berobat ke dokter atau minum obat merupakan upaya agar sembuh dari penyakit tersebut.
Baca SelengkapnyaDatangnya bulan Ramadan sudah dalam hitungan hari, persiapan untuk puasa penting dilakukan oleh siapa saja termasuk pada pasien diabetes.
Baca SelengkapnyaDemi kesehatan dan penyesuaian dengan waktu, konsumsi obat perlu diatur kembali saat menjalani puasa Ramadan.
Baca SelengkapnyaWakil Menteri Kesehatan (Wamenkes), Dante Saksono Harbuwono mengatakan, pasien diabetes tetap bisa berpuasa di bulan Ramadan.
Baca SelengkapnyaDalam berbuka puasa, salah satu cara untuk membatalkannya adalah dengan mengonsumsi takjil. Hal ini ternyata juga disarankan oleh ahli gizi.
Baca SelengkapnyaBagi ibu hamil yang hendak berpuasa selama bulan Ramadan, terdapat sejumlah hal yang perlu mereka perhatikan agar tidak mengalami masalah.
Baca SelengkapnyaPuasa dapat memberikan banyak manfaat bagi penderita diabetes, namun perlu diperhatikan risiko lonjakan gula darah.
Baca SelengkapnyaNgemil di malam hari merupakan hal yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan gizi di kala menjalani puasa Ramadan.
Baca SelengkapnyaBerikut bacaan niat puasa ganti Ramadhan beserta dasar hukum dan ketentuannya yang wajid diketahui.
Baca SelengkapnyaPada saat seseorang kembali bekerja setelah Lebaran, penting untuk memperhatikan sejumlah kondisi kesehatan tubuh.
Baca SelengkapnyaDikutip dari Baby Centre, menyatakan bahwa meskipun berpuasa dapat memengaruhi kandungan ASI, perubahan tersebut kecil dan tidak signifikan.
Baca SelengkapnyaMunculnya sakit kepala merupakan hal yang mungkin terjadi ketika berpuasa, kenali penyebab mengapa hal ini terjadi.
Baca Selengkapnya