Overste Soeharto gagal pertahankan Yogya dari Belanda
Merdeka.com - Agresi militer II Belanda tanggal 19 Desember 1948 merebut Yogyakarta, ibu kota Republik Indonesia kala itu. Kurang dari 12 jam, pasukan Belanda berhasil menguasai Kota Yogya, menangkap Presiden Soekarno, Wapres Mohammad Hatta dan pejabat lain. Komandan Brigade X Wehrkreise III Overste Soeharto gagal mempertahankan Yogyakarta.
Kegagalan ini diakui Soeharto sendiri. Saat itu memang banyak tentara di Yogya, tetapi sesuai konsep perang gerilya, masing-masing satuan sudah memiliki tugas sendiri-sendiri. Pasukan dari Divisi Siliwangi misalnya, harus kembali ke Jawa Barat begitu Belanda melanggar perjanjian dan menyerang Yogya. Mereka harus kembali ke daerah asalnya untuk mengobarkan perang gerilya di sana.
Selain itu TNI telah menggeser pasukan untuk latihan perang di luar kota Yogyakarta. Ditambah lagi fokus TNI lebih menjaga sebagian garis demarkasi, daerah Republik Indonesia yang berbatasan dengan kekuasaan Belanda. Sesuai perjanjian Renville, kekuasaan Republik Indonesia hanya Yogyakarta, Jawa Tengah dan Sumatera.
-
Kapan pasukan Belanda sampai di Yogyakarta? Walhasil, mereka baru bisa bergabung dengan tentara lainnya pada 21 Desember malam di Yogyakarta.
-
Dimana pasukan Belanda bergerak menuju Yogyakarta? Mereka bergerak menuju Yogyakarta melalui jalur darat. Konvoi mereka menuju Yogyakarta dibantu oleh Resimen Infanteri 1 Brigade V KNIL yang dipimpin oleh Letkol KNIL F.O.B Musch.
-
Kenapa Belanda kesulitan menaklukkan Nias? Belanda kesulitan menguasai wilayah Nias karena warga pribumi bertarung habis-habisan melawan kolonial Belanda.
-
Bagaimana Belanda menguasai wilayah? Sistem baru ini mengubah cara Belanda dalam menguasai daerah dengan menerapkan kolonialisme dan imperialisme dengan melakukan politik ekspansi.
-
Bagaimana cara Belanda menghalau Inggris di Jawa? Daendels mendapat tugas untuk mengamankan aset di Indonesia, dari kemungkinan serangan musuh.
-
Kenapa Belanda melancarkan Agresi Militer I? Serangan ini dilakukan dengan dalih bahwa Indonesia merupakan Negara Federal yang masih di bawah kekuasaan Belanda.
Dalam buku Doorstot Naar Djokja yang ditulis Julius Pour dan diterbitkan Kompas, Soeharto mengaku hanya mempunyai kekuatan 100 orang atau satu kompi untuk mempertahankan Yogya. Sisa pasukannya berada di Purworedjo dan Gombong.
Satu kompi ini tentu bukan tandingan 200 personel pasukan para komando baret merah Korps SpecialeTroepen (KST), ditambah 2.600 pasukan baret hijau Belanda serta pasukan pendukung lain yang dilengkapi dengan panser dan bantuan serangan udara.
Maka Overste Soeharto hanya berusaha menahan laju pasukan musuh agar pemerintah RI bisamembumi hanguskan Yogyakarta dan memusnahkan dokumen penting. Dia sadar satu kompi pasukan tak akan bisa lama menahan pasukan komando Belanda yang terlatih dan bersenjata lengkap.
"Pada saat saya melakukan penghambatan, hati saya sangat prihatin, karena seolah-olah Ibu Kota Perjuangan bisa direbut tentara Belanda begitu saja. Tetapi, apa boleh buat? Oleh karena saya tidak punya pasukan. Dengan demikian saya bisa ikut merasakan betapa kecewanya rakyat Djokjakarta waktu itu terhadap Brigade X, Brigade yang saya pimpin," aku Soeharto.
Sejarawan Petrik Matanasi juga mengaku heran mengapa Yogyakarta bisa dengan mudah direbut Belanda.Tapi memang saat itu kekuatan sangat tidak berimbang. Selain itu faktor serangan dadakan Operatie Kraai juga menjadi salah satu kunci sukses.
"Tapi jika disatukan pun seluruh kekuatan TNI yang ada tak akan mampu menghadapi gempuran dari tiga jurusan, utara, barat dan timur. Serangan ini tak diduga oleh Republik yang percaya dengan perjanjian Renville. Ini yang membuat republik seolah kurang waspada," kata Petrik.
Soeharto menyimpan dendam atas kekalahannya di 19 Desember 1948.
Kelak Soeharto juga yang akan memimpin serangan balasan TNI dalam Serangan Oemom 1 Maret 1949.Serangan mendadak itu berhasil membuka mata dunia kalau TNI masih ada dan terorganisir. Mendobrak propaganda Belanda yang menyatakan Indonesia sudah bubar. Overste Soeharto berhasil membalas dendam kekalahannya. (mdk/ian)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masyarakat setempat bersikap wajar dalam bereaksi terkait adanya konvoi itu.
Baca SelengkapnyaSerangan yang berlangsung selama 4 hari berturut-turut di Solo ini berhasil menyatukan seluruh elemen masyarakat melawan gempuran pasukan penjajah.
Baca SelengkapnyaSetelah melewati pertarungan yang sengit, pada akhirnya Kota Purwokerto berhasil dikuasai Belanda.
Baca SelengkapnyaSerangan Umum 1 Maret 1949 adalah sebuah upaya besar dalam perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda.
Baca SelengkapnyaPria panglima perang ini dianggap penjajah Belanda sangat berbahaya dan kuat dibandingkan dengan pemimpinnya sendiri.
Baca SelengkapnyaStrategi ini pada akhirnya menjadi senjata makan tuan bagi pejuang revolusi
Baca SelengkapnyaKesal tak bisa mengalahkan kapten baret merah Indonesia, mereka melampiaskannya pada jaket militer tersebut.
Baca SelengkapnyaJenderal, Kolonel, Letnan kolonel tak ada yang berani mengacungkan tangan. Pilihan jatuh pada seorang kapten baret merah.
Baca SelengkapnyaBanyak orang Minahasa yang melakukan perantauan. Hal ini terjadi karena para pemuda Minahasa mulai menyadari bahwa dunia itu luas.
Baca SelengkapnyaKisah sedih para tahanan wanita asal Belanda usai tentara Jepang berhasil menguasai Nusantara.
Baca SelengkapnyaAceh disebut jadi daerah yang sangat sulit ditaklukkan oleh penjajah, ternyata ini alasannya.
Baca SelengkapnyaIndonesia pernah memiliki seorang Panglima TNI termuda yang menjabat saat masih berusia 19 tahun, ia adalah Jenderal besar TNI (Anumerta) Raden Soedirman.
Baca Selengkapnya