Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pansus angket beberkan 4 temuan indikasi pelanggaran kinerja KPK

Pansus angket beberkan 4 temuan indikasi pelanggaran kinerja KPK Pansus Angket KPK. ©dpr.go.id

Merdeka.com - Pansus angket KPK menyampaikan laporan soal 4 temuan sementara indikasi pelanggaran kinerja KPK. Secara garis besar, 4 temuan itu dimeliputi, tata kelola kelembagaan KPK, sistem penegakan hukum, masalah SDM, dan tata kelola anggaran KPK. Laporan tersebut disampaikan anggota Pansus angket KPK dari Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun.

Temuan sementara ini dilakukan setelah Pansus bekerja sejak 4 Juli hingga 21 Agustus 2017. Ada 11 poin yang menjadi fokus Pansus setelah mengkaji laporan pengaduan dari berbagai kalangan, kunjungan ke berbagai instansi, dan pemeriksaan saksi-saksi.

Misbakhun mengatakan dari segi kelembagaan, KPK sekarang cenderung menjadikan diri sebagai lembaga superbody karena tidak bersedia dikritik dan diawasi. Kelembagaan KPK dengan argumen independennya disebut mengarah pada kebebasan dan seolah ingin lepas dari pemegang cabang-cabang kekuasaan negara.

Hal ini sangat mengganggu dan berpotensi terjadinya abuse of Power dalam sebuah negara hukum dan Negara demokrasi sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945.

"KPK bergerak menjadikan dirinya sebagai lembaga superbody yang tidak siap dan tidak bersedia di kritik dan diawasi, serta menggunakan opini media untuk menekan para pengkritiknya," kata Misbakhun di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/8).

Dalam menjalankan tugas, kata dia, KPK berjalan tidak sesuai dengan amanat Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK yang meliputi asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum dan proporsionalitas.

Kemudian, terkait fungsi koordinasi, dia menyebut KPK seolah berjalan sendiri tanpa mempertimbangkan jati diri, kehormatan dan kepercayaan publik.

"KPK lebih mengedepankan praktek penindakan melalui pemberitaan (opini) daripada politik pencegahan," ujarnya.

Misbakhun melanjutkan, dalam hal fungsi supervisi, KPK cenderung menangani sendiri tanpa koordinasi, dibandingkan dengan upaya mendorong, memotivasi dan mengarahkan kemban instansi Kepolisian dan Kejaksaan.

"KPK cenderung ingin menjadi lembaga yang tidak hanya di pusat tapi ingin mengembangkan jaringan sampai ke daerah. Yang sesungguhnya KPK dibentuk lebih pada fungsi koordinasi dan supervisi," jelasnya.

Lebih lanjut, menurut Misbakhun, KPK juga bertindak dengan mengabaikan hak asasi manusia bagi pihak yang menjalani pemeriksaan dan tidak berpedoman pada KUHAP. Ada berbagai tekanan, ancaman yang membahayakan fisik hingga rekayasa kesaksian palsu oleh KPK dalam mengusut kasus tertentu.

"Didapatkan bebagai praktek tekanan, ancaman, bujukan dan janji-janji. Bahkan juga didapatkan kegiatan yang membahayakan fisik dan nyawa," ungkapnya.

"Pencabutan BAP dipersidangan, kesaksian palsu yang direkayasa, hal-hal itu terjadi dan kami dapatkan. Ke depan tentunya hal-hal itu perlu ada langkah-langkah perbaikan," sambung dia.

Terkait dengan SDM Aparatur KPK, Misbakhun menyebut KPK dalam menata SDM mereka berbeda dengan unsur aparatur lembaga negara lainnya. Kebijakan itu tidak sesuai UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Tata kelola SDM tidak cukup hanya berdasarkan UU KPK dan Peraturan Pemerintah. Sebab, UU KPK hanya mengatur soal langkah pemberantasan korupsi bukan soal SDM.

"KPK dengan argumen independen tidak tepat dan tidak memiliki Iandasan hukum yang cukup hanya dengan PP. Apalagi PP No. 103 Tahun 2012 tentang SDM KPK sebagaimana telah dirubah dari PP No. 63 Tahun 2005, mendasarkannya kepada UU KPK yang mengatur tentang pemberantasan tindak pidana korupsi bukan tentang SDM Aparatur," bebernya.

Masalah lainnya yakni soal indikasi pelanggaran anggaran KPK. Politikus Partai Golkar ini mencontohkan, pansus menemukan laporan bahwa KPK tidak mendaftarkan data barang-barang sitaan dan rampasan kasus korupsi ke kantor Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara.

Dugaan tersebut merupakan hasil audit dan koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan pihak Rupbasan. Oleh karena itu, Pansus meminta BPK melakukan audit lanjutan terhadap sejumlah barang sitaan dan rampasan korupsi yang ditangani KPK.

"Ke depan BPK juga perlu mengaudit atas sejumlah barang-barang sitaan (BASAN) dan barang-barang rampasan (BARAN) dari kasus-kasus yang ditangani KPK atas temuan-temuan Pansus di 5 (lima) kantor RUPBASAN pada wilayah hukum Jakarta dan Tangerang yang tidak didapatkan data-data BASAN dan BARAN," ucapnya.

Selain itu, Anggota Komisi XI ini menambahkan, Pansus berharap agar Komisi III DPR segera memanggil KPK dan Polri untuk menggali keterangan terkait sejumlah kasus yang mencuat di publik.

Semisal, Iaporan saudara Niko Panji Tirtayasa di Bareskrim, kasus penyiraman penyidik Novel Baswedan, kematian Johannes Marliem, rekaman kesaksian saudari Miryam S Haryani, pertemuan Komisi Ill DPR dengan penyidik KPK.

Di lokasi sama, Wakil Ketua Pansus angket KPK Masinton Pasaribu memastikan pihaknya akan mengklarifikasi laporan soal 4 temuan pelanggaran ini kepada KPK. Klarifikasi akan dilakukan sebelum masa kerja Pansus angket KPK habis pada 28 September 2017.

"Tentu temuan ini akan kami klarifikasi ke KPK, ini temuan sementara. Karena sementara ini perlu disampaikan ke publik. Proses (Pansus Angket KPK) masih berlanjut," katanya.

Saat ditanya jika KPK tak memenuhi undangan Pansus, Masinton mengingatkan KPK tentang pidato Presiden Joko Widodo pada rapat paripurna DPR pada 16 Agustus lalu. Menurut Masinton, Presiden menyatakan setiap lembaga negara tidak diperbolehkan merasa memiliki kekuasaan absolut.

"Perlu kami tegaskan, presiden pada sidang paripurna 16 Agustus, menyampaikan tidak boleh ada satu institusi pun di negara ini yang merasa lebih tinggi dari institusi lain. Tidak ada kekuasaan absolut," tandasnya.

"Kami minta KPK taat pada UU. Maka kami minta supaya KPK taat pada konstitusi dan UU dan taat pada perintah presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan," tutupnya.

(mdk/rhm)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kubu Anies dan Ganjar Bongkar Dugaan Kecurangan Pemilu, Ini Seluk-beluk Hak Angket DPR
Kubu Anies dan Ganjar Bongkar Dugaan Kecurangan Pemilu, Ini Seluk-beluk Hak Angket DPR

Kubu Anies dan Ganjar akan menggulirkan hak angket di DPR dugaan kecurangan Pemilu

Baca Selengkapnya
Saat Para Profesor dan Guru Besar Kumpul, Kasih Rekomendasi Problematika Etik Penguasa
Saat Para Profesor dan Guru Besar Kumpul, Kasih Rekomendasi Problematika Etik Penguasa

"Tampak jelas betapa nilai pancasila dan etika di dalam berpolitik dan mentaati hukum itu terjadi degradasi yang amat sangat,"

Baca Selengkapnya
Pengamat Nilai Ada Masalah Etika Saat KPK Memeriksa Hasto PDIP
Pengamat Nilai Ada Masalah Etika Saat KPK Memeriksa Hasto PDIP

Kusnadi berada di lantai dasar ketika Hasto sedang menjalani pemeriksaan

Baca Selengkapnya
Reaksi Jokowi soal Wacana Hak Angket Usut Dugaan Kecurangan Pemilu
Reaksi Jokowi soal Wacana Hak Angket Usut Dugaan Kecurangan Pemilu

Ganjar Pranowo mendorong PDIP dan PPP menggulirkan hak angket di DPR.

Baca Selengkapnya
Perindo Harap MKMK Jawab Keresahan Publik soal Nepotisme di Lembaga Tinggi Negara
Perindo Harap MKMK Jawab Keresahan Publik soal Nepotisme di Lembaga Tinggi Negara

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menambah syarat maju capres dan cawapres berbuntut panjang

Baca Selengkapnya
DPD Bentuk Pansus Pemilu Dinilai Langgar UU MD3
DPD Bentuk Pansus Pemilu Dinilai Langgar UU MD3

Seluruh pimpinan dan anggota DPD yang menyetujui pembentukan pansus itu kecurangan pemilu harus diproses Badan Kehormatan DPD RI.

Baca Selengkapnya
KPK Akui Kritik dari Dewas Bagus, Faktanya Memang Ada Perlawanan
KPK Akui Kritik dari Dewas Bagus, Faktanya Memang Ada Perlawanan

KPK buka suara usai dikritik habis-habisan oleh ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan.

Baca Selengkapnya
Ketua KPK Wanti-Wanti Pejabat Negara soal Konflik Kepentingan: Itu Wujud Nyata Korupsi!
Ketua KPK Wanti-Wanti Pejabat Negara soal Konflik Kepentingan: Itu Wujud Nyata Korupsi!

"Conflict of interest (benturan kepentingan) bukan lagi sekedar embrio korupsi melainkan wujud nyata perilaku korupsi itu sendiri," kata Nawawi.

Baca Selengkapnya
Jenis Tindak Pidana Pemilu, Pahami Pengertian dan Penanganannya
Jenis Tindak Pidana Pemilu, Pahami Pengertian dan Penanganannya

Tindak pidana pemilu menjadi ancaman serius yang dapat merusak integritas dan legitimasi demokrasi.

Baca Selengkapnya
PKS Singgung Penggunaan Hak Angket saat Rapat Paripurna di DPR
PKS Singgung Penggunaan Hak Angket saat Rapat Paripurna di DPR

Aus meminta agar praduga itu harus direspons dengan cepat oleh DPR.

Baca Selengkapnya
MK: DPR Tak Boleh Lepas Tangan soal Masalah Pemilu, Harus Jalankan Fungsi Konstitusional seperti Hak Angket
MK: DPR Tak Boleh Lepas Tangan soal Masalah Pemilu, Harus Jalankan Fungsi Konstitusional seperti Hak Angket

MK: DPR Tak Boleh Lepas Tangan soal Masalah Pemilu, Harus Jalankan Fungsi Konstitusional seperti Hak Angket

Baca Selengkapnya
DKPP Periksa 4 Anggota KPU Karawang Terkait Dugaan Pelanggaran Etik Besok
DKPP Periksa 4 Anggota KPU Karawang Terkait Dugaan Pelanggaran Etik Besok

Pemeriksaan ini terkait dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara Nomor 98-PKE-DKPP/VII/2023.

Baca Selengkapnya