Pelaku mutilasi Siak berkeliaran, keluarga korban mengamuk di PT
Merdeka.com - Institusi penegak hukum di Riau mengalami krisis kepercayaan. Pasalnya, pelaku pembunuhan dan mutilasi di Kabupaten Siak yang sebelumnya divonis 10 tahun oleh Pengadilan Negeri (PN) Siak, malah divonis bebas oleh Pengadilan Tinggi (PT) Riau.
Setelah divonis bebas, pelaku mutilasi tersebut malah berkeliaran di daerah perkampungan rumah keluarga korban. Tak ayal, keluarga korban mengamuk di Pengadilan Tinggi Riau, di Pekanbaru, Rabu (8/10).
Para keluarga korban melakukan aksi protes terhadap putusan hakim PT yang membebaskan salah satu pelaku berinisial DP, yang masih di bawah umur, pada tingkat banding.
-
Siapa korban mutilasi? Identitas Korban Mutilasi Dirreskrimum Polda DIY Kombes Pol FX Endriadi mengatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, korban mutilasi adalah seorang mahasiswa berinisial R.
-
Siapa yang menjadi pelaku mutilasi? Korban berinisial R yang merupakan warga Pangkalpinang, Bangka Belitung, dibunuh dan dimutilasi dua terduga pelaku di rumah indekos tersebut.
-
Kenapa keluarga korban minta pelaku dipenjara? 'Kalau misal ada undang-undangnya saya minta untuk dipenjarakan saja. Biar ada efek jera. Karena itu anak telah melakukan kejadian yang sangat brutal,'
-
Kenapa orang tua korban tidak mau restorative justice? 'Saya tidak mau, karena saya lihat videonya itu sangat sadis cara mereka pukuli anak saya. Jadi saya mau proses hukum,' tegasnya.
-
Siapa yang melakukan mutilasi? Tarsum (50) suami yang bunuh dan mutilasi istrinya, Yanti (41) sempat bergelagat aneh sebelum peristiwa berdarah itu.
-
Siapa pelaku mutilasi di Ciamis? Tarsum (41) dengan memutilasi tubuh istrinya Yanti (40).
Alimina Gule, ibu dari korban berinisial FM, dan Dahnan Gea ayah dari korban berinisial MG, bersama puluhan kerabat korban awalnya datang dengan tertib ke gedung PT Riau.
Alimina mengaku terkejut mendengar putusan PT Riau tersebut, dan mengatakan kedatangannya untuk meminta kejelasan dari PT Riau atas putusan bebas DP, yang sebelumnya divonis 10 tahun di PN Siak.
Menurut dia, pihak keluarga baru mengetahui bahwa DP diputus bebas pada tingkat banding ketika menanyakannya ke Pengadilan Negeri Siak. "Aku tidak terima, kenapa kok sudah divonis 10 tahun malah bisa bebas. Panas telinga aku mendengarnya," ketus Alimina.
Namun, tujuan keluarga korban untuk bertemu langsung dengan Kepala PT Riau, Yohannes Ether SH MHum, tidak terealisasi, pasalnya kepala pengadilan tidak bersedia menemui keluarga korban. Pihak keluarga diminta untuk menemui salah satu hakim yang juga merangkap Humas PT Riau.
Mendengar alasan pihak PT itu, keluarga korban naik pitam dan langsung merangsek masuk ke ruang kerja Yohannes Ether sambil berteriak histeris, namun untungnya situasi masih bisa dikendalikan oleh pegawai setempat.
Guna menetralisir situasi, pihak keluarga akhirnya diterima oleh Humas PT Riau, Tani Ginting dan Dasril di ruang sidang lantai satu. Tani Ginting mengatakan pada sidang tanggal 22 September 2014, Majelis Hakim yang terdiri dari Parlindungan Napitupulu, Yulisman dan Bety Aritonang, mengeluarkan putusan bebas terhadap DP.
Namun sayang, Tani Ginting mengatakan tidak bisa memenuhi permintaan keluarga korban yang meminta penjelasan perihal pertimbangan majelis hakim yang memutuskan DP tidak bersalah, dan membatalkan keputusan Pengadilan Negeri Siak. Tani hanya mengatakan, berdasarkan informasi dari hakim tersebut menyatakan seluruh dakwaan terhadap DP tidak terbukti.
"Kami tidak bisa mencampuri, itulah asas praduga tak bersalah dan itulah independensi hakim. Jadi yang bertanggung jawab adalah hakimnya sendiri di dunia dan akhirat. Saya selaku hakim, bahkan ketua pengadilan tinggi, tidak bisa mencampuri putusan hakim," ujar Tani.
Tani Ginting meminta pihak keluarga untuk menunggu putusan kasasi yang sedang diajukan oleh Jaksa Kejaksaan Negeri Siak di Mahkamah Agung, karena belum tentu hasil putusan kasasi akan sama dengan putusan banding.
Usai mendengar pengakuan Tani Ginting, Alimina Gule langsung berdiri dari kursinya dan menghampiri meja dimana Hakim Tani Ginting dan Dasril berada. Tak ayal, ibu korban tersebut langsung mengamuk dengan memukul meja sambil menangis.
"Kenapa bapak tidak terus terang saja. Apa di Indonesia ini tidak ada hukum ya," teriak Alimina sambil menangis.
Tani Ginting dan Dasril hanya bisa terdiam dikerumini oleh keluarga korban, sedangkan Alimina terus berteriak-teriak meluapkan kekeceweaannya. "Saya rela mati demi keadilan untuk anak saya," teriak Aliminia sambil menggebrak meja hakim tersebut.
Sementara itu, keluarga korban lainnya, bernama Faozisokhi Hia, mengatakan pihak keluarga hanya meminta penjelasan yang bisa diterima apabila DP memang terbukti tidak bersalah. Sebab, ia mengatakan sangat berat beban emosional keluarga melihat DP kini bebas berkeliaran.
"Keluarga merasa hati ini tersayat-sayat dan kecewa. Kehadiran kami disini adalah keluarga pencari keadilan, karena anak kami dibunuh, dimutilasi dan dijual dagingnya ke kedai tuak. Kalau anak bapak seperti itu, apa perasaan bapak," kata Faozisokhi.
Ia meminta hakim di PT Riau menggunakan nurani untuk memahami posisi keluarga korban dengan memberikan penjelasan perihal pertimbangan putusan bebas tersebut. Hal itu untuk menghindari agar jangan sampai keluarga korban yang tidak terima melakukan tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku yang kini bebas.
"Kalau ada novum atau bukti-bukti baru sehingga ini bebas, tolong tunjukan sehingga kami bisa terima bahwa dia (DP) layak bebas. Jangan sampai pihak keluarga merasa hakim main mata dalam kasus ini, karena kalau memang begitu bisa hukum rimba nanti yang berlaku," ujarnya.
Ia juga menyayangkan tidak ada niat baik dari Ketua PT Riau Yohannes Ether untuk menemui keluarga korban dan memberi penjelasan. Padahal, pihak keluarga juga ingin menyampaikan agar pengadilan mengevaluasi kinerja hakim yang memberikan putusan bebas dalam kasus mutilasi ini.
Pihak keluarga mendesak agar Yohannes Ether menemui langsung, atau hadirkan juga hakim-hakim yang menangani kasus tersebut. Namun, Yohannes Ether ternyata malah meninggalkan kantor Pengadilan Tinggi Riau saat pertemuan itu berlangsung.
Sebelumnya, kasus pembunuhan disertai mutilasi anak di bawah umur menggemparkan masyarakat Riau pada Agustus lalu karena korbannya mencapai tujuh orang dan dilakukan dengan sadis. Korban merupakan tetangga tersangka di Kabupaten Siak dan Bengkalis Riau.
Selain menghabisi korban yang sebagian besar masih anak-anak, para pelaku juga tega memakan dan menjual daging korbannya ke rumah makan dan kedai tuak. Polisi akhirnya berhasil mengungkap kasus tersebut dengan menangkap empat orang pelaku, yakni yakni Muhamad Delvi (20), beserta mantan istrinya Dita Desmala Sari (19) dan Supiyan (26) serta DP.
Polisi menyebut Muhamad Delvi merupakan otak intelektual pembunuhan tersebut, yang dilatarbelakangi motif untuk memperkuat ilmu kebal yang dipelajarinya.
Dalam proses persidangan, Jaksa Penuntut Umum Kejari Siak menuntut DP dengan sembilan tahun penjara, dan vonis hakim PN Siak ternyata lebih tinggi yakni 10 tahun penjara. Dalam persidangan terungkap fakta-fakta bahwa DP ikut terlibat melakukan pembunuhan dan mutilasi terhadap korban FM yang berusia sembilan tahun.
Majelis Hakim yang diketuai oleh Sorta Ria Neva menyatakan, DP ikut terlibat dalam kasus pembunuhan berencana dan mutilasi terhadap korban FM alias OV, yang berusia sembilan tahun. Hakim menyatakan DP melakukan perbuatan itu secara bersama-sama dengan tiga pelaku lainnya.
Hal yang memberatkan bagi DP adalah, dari fakta di persidangan bahwa saksi Delvi dan Supiyan menyatakan bahwa parang yang digunakan untuk membunuh korban merupakan milik DP. Fakta persidangan juga menyatakan DP ikut serta bersama pelaku lainnya ketika memasukkan potongan tubuh korban mutilasi ke dalam kantong plastik.
Selain itu, hal yang memberatkan lainnya, terdakwa DP tidak melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian, maupun kepada orang tuanya padahal memiliki cukup waktu sebelum ditangkap. Meski begitu, DP mengaku di bawah ancaman dari tersangka Delvi dan Supiyan bahwa akan dibunuh apabila kejadian tersebut dilaporkan kepada orang lain.
Dengan begitu, DP dinyatakan turut membantu dan membiarkan adanya tindak kejahatan meski tidak terlibat langsung dalam pembunuhan.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masalah ekonomi diduga menjadi tekanan hingga menyebabkan TR mengalami perubahan kejiwaan.
Baca SelengkapnyaSuami mutilasi istri dan dagingnya ditawarkan ke tetangga
Baca SelengkapnyaPelaku ditangkap pada Jumat (28/7) dini hari di sebuah rumah di kecamatan Batujaya setelah pelariannya selama 10 hari.
Baca Selengkapnya