Pemda Flores Timur larang warganya jadi TKI, tapi tak siapkan solusi
Merdeka.com - Nusa Tenggara Timur khususnya Flores Timur menjadi salah satu daerah penyumbang TKI ilegal terbesar di Indonesia.
Alasan kultural, sosial sampai administrasi rumit, membuat sebagian besar warga Flores Timur berangkat ke Malaysia dengan cara merantau atau migrasi swadaya. Sayangnya, meski membawa dokumen personal resmi (paspor, KTP dan lain-lain), mereka tidak mempunyai izin bekerja di Malaysia.
"Ada tradisi merantau mandiri. Mereka mengurus semuanya sendiri di Nunukan. Masih ada kecenderungan langsung ke Nunukan," kata Wakil Bupati Flores Timur, Valentinus Tukan di kantornya, Larantuka, NTT, Selasa (17/2).
-
Siapa yang bertanggung jawab atas keberangkatan Pekerja Migran Indonesia? Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani kembali lepas Pekerja Migran Indonesia yang akan terbang berangkat ke Korea, Jerman, dan Taiwan, di eL Hotel Royale Gading Kirana, Jakarta Utara, Senin (4/3).
-
Kenapa Pemprov DKI menetapkan syarat ketat untuk pendatang baru? Syaratnya, pendatang harus punya tempat tinggal layak, pekerjaan tetap. Syarat tambahannya adalah pendatang harus mempunyai keahlian tertentu agar tidak memicu masalah sosial baru seperti kemiskinan dan stunting.
-
Bagaimana mengurus KTP yang hilang? Ada beberapa langkah dari cara mengurus KTP yang hilang:
-
Bagaimana Pemprov DKI membantu pendatang baru mendapatkan pekerjaan? Pemprov DKI menyediakan 10 pelatihan, misalnya pelatihan tata boga, bahasa Inggris, bahasa Jepang, dan menyetir.
-
Dokumen apa saja yang diperlukan? Berikut berkas persyaratan yang perlu diperhatikan; 1) Fotokopi rekening tabungan haji ukuran 100% sebanyak 2 lembar. 2) Fotokopi KTP ukuran 100% sebanyak 5 lembar. 5) Fotokopi surat kesehatan ukuran 100% yang mencantumkan tinggi badan, berat badan, dan golongan darah sebanyak 2 lembar.
-
Apa yang dilakukan WNA tersebut? Selama tinggal di kampung, Mojorejo, Modo, Lamongan, dia kerap buat onar.
Tradisi migrasi swadaya ini menimbulkan polemik tersendiri. Sebab menurut Undang-undang, pemerintah tidak mengakui orang bekerja di negara lain tanpa surat izin bekerja atau tidak ada pertanggungjawaban dari PJTKI resmi.
Permasalahan ini menjadi begitu mencolok saat para TKI swadaya tersebut mendapat masalah di negeri orang.
"Pemerintah tetap harus tanggung jawab dong" ketusnya tanpa penjelasan lebih lanjut.
Niatan pemerintah kabupaten Flores Timur untuk menekan angka imigran swadaya ini, makin tidak terlihat saat tidak menyertakan anggaran penyelesaian masalah TKI tahun ini.
"Tahun ini tidak ada anggaran untuk masalah TKI. Dulu ada namun masalah buruh migran terbentur anggaran sosialisasi. Di kecamatan banyak biaya terbentur biaya sosialisasi jadi enggak ada anggaran, sosialisasi enggak ada," ungkap Yoseph Marsianus Matutina, selaku Kepala Bidang Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Yoseph mengakui anggaran untuk pembinaan atau penyelesaian masalah TKI hanya tertera di anggaran pemerintah kabupaten Flores Timur tahun lalu, itu pun sedikit.
"Tahun kemarin belasan juta pertahun dan sosialisasi tidak mencakup semua. Anggaran kecil sekali kurang dari 10 persen (dari anggaran keseluruhan) untuk pembinaan teknis. Itu juga tidak sampai 19 titik (fokus pembinaan)," sambung dia.
Keadaan ini memprihatinkan, terlebih kabupaten di pesisir pantai ini telah mengekspor lebih dari seribu TKI yang jumlahnya terus bertambah. Bahkan seorang TKI asal Adonara, Flores Timur pernah mengeluh ketidaksiapan pemerintah daerah untuk melayani para calon TKI yang hendak bekerja sesuai prosedur.
"Di sini urus paspor dan visa harus ke Jakarta atau Maumere di Larantuka tidak ada," kata Idris mantan TKI Brunei Darussalam.
Keterbatasan seperti ini coba ditutupi oleh yayasan Tifa bersama pemerintah Australia. Mereka mempunyai visi agar warga NTT dapat meningkatkan perekonomian mereka dan menjadi TKI secara sehat dan legal.
Berbeda dari kondisi pemerintah, warga hasil binaan yayasan Tifa, yaitu paralegal dan parafinance mampu menciptakan komunitas masyarakat yang sadar migrasi sehat. Yang terpenting, di bawah naungan mitra lokal juga, masyarakat kini tumbuh dengan kesadaran bahwa lebih penting mengelola uang di negeri sendiri, atau singkatnya lebih baik hujan batu di negeri sendiri daripada hujan emas di negeri orang.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Wapres Ma'ruf mengingatkan agar masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri, melalui jalur resmi.
Baca SelengkapnyaKPU Kota Denpasar telah lama memberikan sosialisasi soal pindah memilih tetapi masyarakat masih ada saja yang tidak mengetahui hal tersebut.
Baca SelengkapnyaSatu keluarga berjumlah enam orang yang merupakan pengungsi Rohingya mendatangi Kantor Disdukcapil Makassar untuk mengajukan pembuatan KK dan KTP.
Baca SelengkapnyaMereka tak menyangka akan ditipu tetangganya sendiri
Baca SelengkapnyaKedutaan Besar Republik Indonesia di Thailand mengumumkan, banyak Warga Negara Indonesia (WNI) gagal masuk Thailand.
Baca SelengkapnyaDalam aturan tersebut, tidak ada disebutkan bahwa tenaga honorer ini akan diangkat menjadi PPPK atau ASN.
Baca SelengkapnyaPemkab Kediri jamin warganya aman dari kasus perdangan orang.
Baca SelengkapnyaSebanyak 11 orang calon taruna (Catar) Akademi Kepolisian (Akpol) asal Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) telah diumumkan.
Baca Selengkapnya"Tindakan membangun tenda dan menginap di depan Kantor UNHCR merupakan pelanggaran Peraturan Daerah terkait Ketertiban Umum,” kata Kemenlu.
Baca SelengkapnyaMereka menghuni tanpa izin dari PT Jakarta Propertindo (Jakpro) selaku pengelola kampung susun itu.
Baca SelengkapnyaWarga menumpang alamat KTP/KK Surabaya tak akan dapat bantuan apapun dari Pemkot setempat. Ini alasannya.
Baca Selengkapnya