Perjuangan hidup Kakek Rosul, 71 tahun masih jual pulpen di jalanan
Merdeka.com - Hidup di Jakarta memang keras. Segala cara dilakukan untuk bertahan hidup di tengah gemerlapnya kota metropolitan .
Kenyataan pahit itu pula yang dirasakan pria lansia ini. Meski usianya sudah uzur, Muhammad Rosul (71) tetap bekerja untuk kelangsungan hidupnya dan keluarga.
Sehari-hari, kakek Rosul bekerja sebagai pedagang pulpen di bawah lampu lalu lintas kolong flyover MT Haryono. Dia bekerja dari pagi hingga sore hari.
-
Apa yang dilakukan pengusaha tersebut untuk anaknya? Tidak hanya dermawan kepada orang lain, Hilman Gumilar juga tidak pernah pelit untuk memberikan fasilitas yang terbaik untuk anaknya. Hilman sampai rela mengeluarkan uang ratusan juta demi sang anak bisa mendapatkan pendidikan yang layak di sekolah terbaik.
-
Apa yang ibu itu lakukan untuk putranya? 'Selama 20 tahun, saya hidup dalam ketakutan terus-menerus.' Ia menjelaskan bahwa setelah suaminya meninggal, ia tinggal berdua dengan putranya.
-
Kenapa anak ini harus kerja? Di usianya masih masih belia, RA yang duduk di kelas 6 Sekolah Dasar (SD) ini harus merasakan kerasnya hidup. Ia harus menjadi tulang punggung keluarga dan merawat orang tuanya.
-
Apa yang menjadi kunci sukses usaha Ibu dan Anak ini? 'Walaupun bahan bumbu mahal, saya tetap masak enak,' ujarnya. Widari mengaku senang jika pembeli yang makan masakannya senang.
-
Siapa yang mendapat tunjangan anak? Sementara itu, tunjangan anak diberikan sebesar 2 persen dari gaji pokok.
-
Siapa pemulung di Palembang yang punya saudara kaya? Seorang pemulung asal Palembang harus hidup di jalan padahal memiliki keluarga yang kaya raya.
Dari profesinya sebagai pedagang pulpen, kakek Rosul mengaku pendapatannya tak menentu. "Cukup untuk makan saja mas," katanya saat ditemui merdeka.com, Kamis (26/2).
Setiap harinya ada puluhan pulpen yang dibawa dan ditaruh di plastik. Bila dagangan tak habis, dia kembali menenteng plastik berisi pulpen itu ke rumah.
"Saya biasa jalan pagi sampai sebelum Ashar saya pulang," ucapnya yang mengenakan kain sarung kotak-kotak, berpeci dan mengenakan koko cokelat.
Sehari-hari, dia tinggal di sebuah kontrakan di Kramat Sentiong, Senen, Jakarta Pusat. Di rumah kontrakannya, dia bersama istri yang sudah sepuh dengan seorang anaknya. Istri sudah mampu bekerja, sedangkan anaknya cuma pengangguran.
"Ya jadinya mau nggak mau saya harus kerja. Saya jual ke pengendara yang lagi berhenti di lampu merah," keluhnya.
Di usia senjanya, Kakek Rosul mengaku terkadang kondisi badannya sering tak fit. Bila sudah begitu, dia memutuskan tak bekerja.
"Dulu saya jatuh pas berdagang, punggung saya sakit, makanya saya pulang," jelasnya.
Melihat matahari mulai bergeser dari atas kepala, Kakek Rosul bersiap pulang ke rumahnya. Dia berkemas barang-barang kemudian berjalan tertatih dia menyusuri tepi jalan dan naik ke jembatan shelter Transjakarta.
"Saya pulang jalan kaki, mahal kalau naik mikrolet Rp 10 ribu saya enggak ada uang," katanya mengakhiri perbincangan dan pamit untuk pulang.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Namanya adalah Sutomo, pria berusia 70 tahun yang telah menjalani profesi ini selama lebih dari 11 tahun.
Baca SelengkapnyaSejak istrinya meninggal, Abah Ucup merawat sang ibu yang sudah berusia 103 tahun seorang diri.
Baca SelengkapnyaVideo yang diunggah @sayaphati ini pun viral dan membuat warganet ikut sedih.
Baca SelengkapnyaPak Alam berjualan tisu keliling dari Cikarang ke Jakarta. Ia naik kereta bersama putranya Sultan.
Baca SelengkapnyaSetiap orang punya cara tersendiri untuk berjuang melanjutkan hidup.
Baca SelengkapnyaKakek ini diketahui berjualan di sekitar GBLA, Bandung.
Baca SelengkapnyaDiakuinya, sang putra tak mau bekerja hingga masih meminta uang.
Baca SelengkapnyaSimak cerita haru seorang kakek 70 tahun yang menderita stroke rela tetap bekerja demi keluarga.
Baca SelengkapnyaDagangannya kerap tak laku. Hal ini membuatnya terpaksa harus melewati masa sulitnya di masa tua.
Baca SelengkapnyaPerjuangan hidup Mbah Sulaiman, penjual balon keliling yang hidup sebatang kara dan bikin warganet sedih.
Baca SelengkapnyaUntuk mengobati rasa lapar, setiap hari sang kakek makan nasi dengan dicampur air.
Baca SelengkapnyaSemua dilakukan semata-mata hanya karena ingin hidup tanpa merepotkan siapapun, termasuk anak-anaknya.
Baca Selengkapnya