Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Perjuangan Tan Malaka bela kuli dari kesewenangan meneer Belanda

Perjuangan Tan Malaka bela kuli dari kesewenangan meneer Belanda tan malaka. ©blogspot.com

Merdeka.com - Tan Malaka pulang ke Indonesia pada 1919, setelah kurang lebih enam tahun sekolah guru di Belanda. Saat itu, Tan Malaka ditawari bekerja sebagai tenaga pendidik anak-anak kuli di perkebunan yang berada di Senembah, Deli, Sumatera Utara.

Tawaran yang langsung diberikan oleh Direktur Perusahaan Senembah, Dr Jansen, itu tak disia-siakan oleh Tan Malaka . Selain membutuhkan uang untuk membayar utang kepada para engku di kampung halaman dan kepada bekas gurunya, Horensma, Tan Malaka juga ingin mengetahui langsung dan merasakan penderitaan para kuli bangsanya itu.

Tan merasa ketimpangan yang luar biasa terjadi di perkebunan itu. Kelas-kelas dibagi dari tingkat pejabat tinggi hingga kuli kontrak. Para tuan besar Belanda digaji dengan jumlah besar ditambah bonus besar tahunan.

Padahal, mereka belum tentu mereka mengerti pekerjaannya dan belum tentu berilmu. Kebanyakan pekerjaan mereka hanya jalan-jalan atau bahasa sekarangnya blusukan tanpa hasil.

"Mereka bisa lekas kaya karena gaji besar dan mendapat bagian tetap dari keuntungan apabila sudah bekerja sementara tahun saja. Kalau saya tak salah, di luar gaji puluhan ribu setahun itu, tuan kebun mendapat bagian untung f 200.000," kata Tan Malaka dalam biografinya 'Dari Penjara ke Penjara Jilid I".

Hal itu berbeda jauh dengan nasib para kuli pribumi. Mereka digaji dengan nilai yang tak masuk akal. Padahal, mereka bekerja dari dini hari sampai malam hari atau sekitar 12 jam. Menurut kontrak, mereka digaji hanya f 0,40 sehari.

Belum lagi siksaan dan cacian dari para tuan besar yang diterima mereka. Hal itu semakin membuat Tan Malaka miris atas kondisi saudara sebangsanya.

"Makanan biasanya tidak cukup buat kerja mencangkul di tempat panas 8 sampai 12 jam sehari. Pakaian pun lekas rombeng-rombeng lantaran sering kerja di hutan," kata Tan Malaka .

Kesulitan ekonomi itu mengakibatkan para kuli kontrak mencoba peruntungannya dengan berjudi. Namun, judi nyatanya bukan sebuah solusi. Mereka kalah dan semakin sulit keuangan.

Tanpa disadari mereka telah masuk perangkap yang sengaja dibuat kapitalis Belanda. Pihak perusahaan lantas memberi pinjaman kepada mereka. Karena terikat utang, para kuli itu mau tidak mau kembali meneken kontrak kerja dengan pihak perusahaan meski digaji amat kecil.

"Pertentangan tajam antara bangsa kulit putih, goblok, sombong, ceroboh, penjajah, dengan bangsa berwarna yang berpengalaman membanting tulang tetapi tertipu, terhisap, tertindas, dengan perantaraan dua-tiga bangsa Indonesia sendiri sebagai buruh pandai, skilled labour, inilah yang mengeruhkan suasana Deli dan terus menerus menimbulkan penyerangan kuli terhadap Belanda-kebun," kata Tan Malaka .

Selama Tan Malaka bekerja di perkebunan itu, tiap tahunnya orang Belanda yang tewas atau luka diserang para kuli berjumlah antara 100 hingga 200 orang.

Sesungguhnya, pandangan miring dari para tuang besar tak hanya kepada kuli kontrak. Tan Malaka yang saat itu merupakan lulusan Belanda pun dipandang miring oleh mereka. Hal itu hanya karena Tan Malaka adalah pribumi yang di mata mereka adalah rendahan. Namun, kebaikan dan dukungan dari Dr Jansen membuat Tan Malaka bisa bertahan.

Singkat cerita, Tan Malaka kemudian dituduh para tuan besar terlibat dalam pemogokan buruh Deli Spoor. Saat itu, Tan Malaka memang dikenal dekat dengan para kuli. Tan kerap menggelar rapat dengan para kuli di rumahnya untuk membicarakan pendidikan yang tepat bagi anak-anak mereka.

Selain itu, Tan juga kerap menulis di sejumlah koran, dan memiliki hubungan dengan para pemimpin pemogokan. Namun Tan membantah tuduhan itu. Tan mengaku tak pernah menulis di surat kabar dengan nama samaran Ponco Drio seperti yang dituduhkan.

Sementara soal kedekatannya dengan para kuli, Tan menyatakan kewajibannya untuk mengangkat harkat martabat rakyat bangsanya. Namun tak selesai di situ, persoalan itu sampai-sampai membuat Dr Jansen langsung menemui Tan dan menanyakan kebenarannya.

Tapi Tan berhasil menjawab apa adanya dan Dr Jansen pun yakin Tan tak bersalah. Tan akhirnya diajak Dr Jansen untuk menghadiri rapat dengan para tuan besar Belanda. Di situ Tan ditanyai soal sekolah tempatnya bekerja.

Pertanyaan itu dijawab dengan diplomatis oleh Tan. Jawaban Tan itu hingga kini bahkan masih terkenal dan kerap menjadi slogan tujuan pendidikan.

"Bahwa maksud pendidikan anak kuli terutama adalah mempertajam kecerdasan, dan memperkokoh kemauan, memperhalus perasaan, seperti dimaksudkan dengan anaknya bangsa apapun dan golongan apapun juga..." Kata Tan.

Tan berpendapat kuli dan anaknya harus mendapat pendidikan yang baik. Hal itu nantinya akan membawa efek positif kepada perusahaan. Namun, para tuan besar tetap berpandangan tak ada gunanya para kuli dan anaknya diberi pendidikan, hanya buang-buang uang saja.

Tan juga mengetahui, para petinggi perusahaan itu di belakang kerap menjelek-jelekkan Dr Jansen karena dinilai terlalu idealis dengan mendirikan sekolah untuk anak kuli itu.

Tan Malaka akhirnya mengundurkan diri dari perusahaan itu. Tan sadar Dr Jansen akan segera pulang ke Belanda. Takkan ada lagi orang yang membelanya dari tindakan semena-mena para tuan besar.

Tapi hal itu bukan menjadi alasan utama sang Patjar Merah mundur. Tan merasa tujuannya sudah tercapai meski hanya sedikit. Tan sudah mengetahui kondisi nyata para kuli dan Tan juga sudah memperoleh uang untuk membayar utang-utangnya.

Di tempat itu jiwa revolusioner Tan Malaka semakin menjadi. Ia semakin mantap untuk berjuang melawan penindasan dan ketidakadilan kaum imperialis. Tan Malaka lantas meninggalkan Deli dan menuju ke Jawa.

(mdk/ren)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ada Pabrik Gula Kelas Dunia tapi Warga Sengsara, Ini Potret Miris Warga Probolinggo di Zaman Penjajahan Belanda
Ada Pabrik Gula Kelas Dunia tapi Warga Sengsara, Ini Potret Miris Warga Probolinggo di Zaman Penjajahan Belanda

Mereka yang tak punya tanah dipaksa bekerja di kebun milik pemerintah

Baca Selengkapnya
Menilik Kehidupan Petani Blitar pada Masa Jawa Kuno, Pajak Sawah Naik karena Korupsi Dinas Agraria
Menilik Kehidupan Petani Blitar pada Masa Jawa Kuno, Pajak Sawah Naik karena Korupsi Dinas Agraria

Korupsi ternyata sudah ada di negeri ini sejak zaman dulu kala.

Baca Selengkapnya
Nestapa Buruh Wanita di Deli, Dilecehkan & Dipaksa Melayani Bos Perkebunan
Nestapa Buruh Wanita di Deli, Dilecehkan & Dipaksa Melayani Bos Perkebunan

Perkebunan Tembakau Deli di Sumatera Utara mendatangkan keuntungan bagi pengusaha Belanda di era kolonial. Tapi bagi buruh, Deli mengisahkan kesengsaraan.

Baca Selengkapnya
Mengenang Peristiwa Tanjung Morawa, Konflik Agraria hingga Jatuhnya Kabinet Wilopo
Mengenang Peristiwa Tanjung Morawa, Konflik Agraria hingga Jatuhnya Kabinet Wilopo

Peristiwa Tanjung Morawa menjadi salah satu tragedi paling berdarah di Indonesia dan runtuhnya Kabinet Wilopo pada saat itu.

Baca Selengkapnya
30 Quotes Tan Malaka tentang Perjuangan, Cocok untuk Caption Media Sosial
30 Quotes Tan Malaka tentang Perjuangan, Cocok untuk Caption Media Sosial

Tan Malaka adalah seorang tokoh sejarah yang memainkan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Baca Selengkapnya
Profil M.H. Manullang, Sosok Pejuang Melawan Kolonial di Tanah Batak yang Terlupakan
Profil M.H. Manullang, Sosok Pejuang Melawan Kolonial di Tanah Batak yang Terlupakan

Sosok pahlawan dari Tanah Batak yang begitu berjasa melawan kolonialisme Belanda yang sudah mulai dilupakan.

Baca Selengkapnya
Pemberontakan Silungkang, Bentuk Protes Eksploitasi Kolonial di Kalangan Warga Sumatra Barat
Pemberontakan Silungkang, Bentuk Protes Eksploitasi Kolonial di Kalangan Warga Sumatra Barat

Perlawanan yang dilakukan kaum PKI terhadap pemerintah Hindia Belanda ini pecah di Minangkabau atau tepatnya di daerah Silungkang dekat tambang Sawahlunto.

Baca Selengkapnya
Sejarah Kebun Teh Kemuning, Sisa Kejayaan Mangkunegaran di Lereng Gunung Lawu
Sejarah Kebun Teh Kemuning, Sisa Kejayaan Mangkunegaran di Lereng Gunung Lawu

Kebun teh ini telah berganti kepemilikan berkali-kali seiring zaman.

Baca Selengkapnya
Sejarah Orang-orang Jawa Imigrasi ke Pulau Sumatera, Bekerja Jadi Buruh Tani Milik Belanda
Sejarah Orang-orang Jawa Imigrasi ke Pulau Sumatera, Bekerja Jadi Buruh Tani Milik Belanda

Sejak tingginya aktivitas imigrasi orang-orang Jawa ke Sumatera, mereka menetap dan membentuk sebuah komunitas.

Baca Selengkapnya
Ternyata Begini Bentuk Mesin Pembuat Gula di Zaman Kesultanan Banten, Terbuat dari Batu
Ternyata Begini Bentuk Mesin Pembuat Gula di Zaman Kesultanan Banten, Terbuat dari Batu

Di masa Kesultanan Banten, alat pembuatan pemanis makanan masih memakai batu.

Baca Selengkapnya
Warga Lamongan Gambarkan Kejamnya Kerja Rodi Zaman Penjajah saat Karnaval Agustusan, Bikin Merinding
Warga Lamongan Gambarkan Kejamnya Kerja Rodi Zaman Penjajah saat Karnaval Agustusan, Bikin Merinding

Warga Lamongan tampilkan kekejazam kerja rodi zaman penjajahan Belanda. Bikin nangis.

Baca Selengkapnya
Kisah Perbudakan Petani di Perkebunan Tembakau Deli, Korbannya Ribuan Kuli Perempuan dari India
Kisah Perbudakan Petani di Perkebunan Tembakau Deli, Korbannya Ribuan Kuli Perempuan dari India

Masa kolonialisme tak lepas dari praktik perbudakan terhadap kaum pribumi bahkan warga asing yang menetap di Nusantara.

Baca Selengkapnya