Pesan Kepala BMKG Hadapi Laju Perubahan Iklim di Hari Meteorologi Dunia
Merdeka.com - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut, Hari Meteorologi Dunia (HMD) 23 Maret 2022 menjadi momentum untuk meningkatkan kapasitas peringatan dan tindakan dini terhadap fenomena cuaca dan iklim.
Menurutnya, cuaca ekstrem yang kerap menghantam Indonesia diakibatkan kencangnya laju perubahan iklim. Tak hanya intensitasnya yang bertambah, namun juga durasinya mulai dari hujan lebat disertai kilat dan petir, siklon tropis, gelombang tinggi, hingga hujan es.
Dia menambahkan, ketika situasi itu bertemu dengan kerentanan lingkungan, maka fenomena ekstrem tak jarang merembet menjadi bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang, angin puting beliung dan tanah longsor.
-
Kapan bencana hidrometeorologi sering terjadi? Di Indonesia, fenomena ini sering terjadi, terutama selama musim penghujan yang panjang, khususnya di akhir dan awal tahun.
-
Bagaimana kerusakan lingkungan menyebabkan bencana? Ulal tangan manusia dapat memengaruhi terjadinya bencana tersebut melalui aktivitas yang merusak lingkungan, seperti illegal logging yang menyebabkan banjir dan tanah longsor, serta pembangunan di daerah rawan bencana alam.
-
Mengapa perubahan iklim memperburuk banjir? Perubahan iklim berkontribusi signifikan terhadap peningkatan frekuensi dan intensitas banjir.
-
Mengapa banjir bandang terjadi? Di Indonesia sendiri, bencana alam ini sudah marak terjadi di hampir semua titik daerah.
-
Apa saja bencana yang mungkin terjadi? Adapun kejadian itu berdampak pada munculnya longsor, guguran bebatuan atau erosi tanah dalam skala menengah, lalu peningkatan volume air sungai dan timbulnya banjir.
-
Apa dampak dari banjir? Banjir tidak hanya menghancurkan rumah dan infrastruktur, tetapi juga mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan.
"Hari Meteorologi se-dunia, tanggal 23 Maret 2022, mengangkat tema 'Early Warning and Early Action, Hydrometerological and Climate Information for Disaster Risk Reduction', dapat kita artikan peringatan dini dan tindakan dini, serta menyoroti pentingnya informasi hidrometeorologi dan iklim untuk pengurangan risiko bencana," kata Dwikorita lewat keterangannya, Rabu (23/3).
Dwikorita mengungkapkan, dari catatan BMKG tahun 2016 merupakan tahun terpanas di Indonesia dengan nilai anomali sebesar 0.8 °C sepanjang periode pengamatan 1981 hingga 2020. Tahun 2020 menempati urutan kedua terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.7 °C, sedangkan tahun 2019 berada di peringkat ketiga dengan nilai anomali sebesar 0.6 °C.
Sebagai perbandingan, informasi suhu rata-rata global yang dirilis World Meteorological Organization (WMO) di laporan terakhirnya pada awal Desember 2020 juga menempatkan tahun 2016 sebagai tahun terpanas, dengan tahun 2020 sedang on-the-track menuju salah satu dari tiga tahun terpanas yang pernah dicatat.
Kata dia, kondisi ini pula yang mengakibatkan mencairnya salju abadi di Puncak Jaya, Papua. Bila awalnya luasan salju abadi sekitar 200 km persegi, maka kini hanya menyisakan 2 km persegi atau tinggal 1% saja. Salju dan es abadi di Puncak Jaya sendiri merupakan keunikan yang dimiliki Indonesia, mengingat wilayah Nusantara beriklim tropis.
Fenomena lainnya, munculnya siklon tropis seroja yang mengakibatkan bencana banjir bandang dan longsor di Nusa Tenggara Timur (NTT) April 2021 lalu. Fenomena siklon bisa dikatakan sangat jarang terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia. Namun, selama 10 tahun terakhir kejadian siklon tropis semakin sering terjadi.
"Jika situasi ini terus berlanjut, maka kasihan anak cucu kita, generasi penerus bangsa ini. Indonesia akan jauh lebih sering dilanda cuaca ekstrem dan bencana yang tidak hanya menimbulkan kerugian materil namun juga korban jiwa," imbuhnya.
Dwikorita mengatakan, pemerintah bersama semua elemen masyarakat harus bekerjasama dan gotong royong dalam melakukan aksi mitigasi. Mulai dari pengurangan energi fosil dan menggantinya dengan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, gelombang, listrik, penghematan listrik, air dan pengelolaan sampah. Selain itu mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, menanam pohon atau reboisasi secara lebih masif, restorasi mangrove, dan lain sebagainya.
"Mungkin cara-cara tersebut dianggap sebagai sesuatu yang sepele, namun dampaknya sangat luar biasa terhadap keberlangsungan bumi dan umat manusia. Pemerintah tidak bisa kerja sendiri. Situasi ini butuh kesepahaman bersama tentang dampak serius perubahan iklim. Percuma pemerintah melakukan aksi di hulu, tapi di hilir masyarakat tetap melakukan aksi perusakan lingkungan, atau sebaliknya," tegasnya.
Lebih lanjut, Dwikorita menuturkan, sistem peringatan dini yang dibangun tidak cukup hanya berhenti sebagai sebuah informasi. Lebih dari itu, butuh aksi mitigasi yang komprehensif dari hulu hingga hilir dengan pelibatan aktif masyarakat dan berbagai pihak termasuk pihak swasta, para akademisi/ilmuwan, filantropi dan media. Mengingat, tidak sedikit masyarakat yang masih acuh dengan dampak perubahan iklim akibat minimnya literasi mengenai perubahan iklim itu sendiri.
Sejarah Hari Meteorologi Dunia
Sementara itu, Ketua Panitia Hari Meteorologi Dunia 2022 Supriyanto Rohadi mengatakan, peringatan HMD yang jatuh pada 23 Maret merupakan tanggal yang mengacu pada konvensi meteorologi 23 maret 1950. Konvensi tersebut merupakan rangkaian panjang dari berdirinya badan Perserikatan Bangsa-bangsa, yaitu Organisasi Meteorologi Dunia (WMO).
"WMO merupakan badan khusus PBB yang menangani kerja sama antarbangsa terkait isu meteorologi, hidrologi dan geofisika atau ilmu kebumian. BMKG dalam kegiatan HMD memfokuskan kontribusi yang diberikan terhadap keselamatan dan kesejahteraan masyarakat," kata Supri.
Kegiatan tersebut seperti seminar, konferensi, edukasi kepada masyarakat, pameran lomba-lomba terkait dengan meteorologi dan kegiatan lainnya.
Supri mencontohkan, BMKG terus menggelar berbagai kegiatan untuk literasi masyarakat terkait pemanfaatan data meteorologi, klimatologi dan geofisika untuk kegiatan ekonomi dan kegiatan peringatan dini serta aksi dini.
Di antaranya dengan Sekolah Lapang Iklim (SLI), Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami (SLG) dan Sekolah Lapang Cuaca bagi Nelayan (SLCN). Ia mengatakan melalui berbagai kegiatan yang sesuai dengan tema HMD 2022, diterjemahkan sebagai tema nasional terkait peringatan dini dan aksi dini untuk pengurangan risiko bencana hidrometeorologi.
"Hal ini untuk menekankan penguatan pengelolaan kegiatan peringatan dini dan aksi dini dengan cara yang lebih terkoordinasi dan berkelanjutan. Banyak keterkaitan erat peringatan dini, aksi dini dan usaha meminimalkan dampak akibat bencana hidrometeorologi," katanya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hari ini, sebagian besar daerah di Indonesia berpotensi mengalami hujan lebat yang disertai dengan petir dan angin kencang
Baca SelengkapnyaHujan badai yang dimaksud yaitu hujan disertai angin kencang serta kilat dan petir.
Baca SelengkapnyaSebagian besar daerah di Indonesia berpotensi mengalami cuaca ekstrem, berupa hujan lebat disertai petir dan angin kencang.
Baca SelengkapnyaCuaca ekstrem itu salah satunya dipengaruhi oleh kondisi wilayah Jateng yang telah memasuki musim pancaroba
Baca SelengkapnyaBMKG memprediksi selama periode 31 Desember 2023 hinggga 2 Januari 2024, hujan sedang hingga lebat berpotensi melanda sejumlah wilayah.
Baca SelengkapnyaDari gempa bumi hingga banjir, bencana alam telah menjadi ancaman konstan bagi manusia sepanjang peradaban.
Baca SelengkapnyaPrediksi hujan tersebut akan terjadi diberbagai daerah diantaranya Sumatera Barat, Bengkulu hingga Jawa Barat.
Baca SelengkapnyaPenyebab kembali tingginya curah hujan akibat fenomena regional seperti gelombang Kelvin, gelombang Rossbi, dan Madden-julian di sejumlah wilayah tanah air.
Baca SelengkapnyaBMKG keluarkan peringatan dini hujan dengan intensitas sedang hingga lebat sejumlah wilayah di Indonesia
Baca SelengkapnyaBMKG mencatat selama periode tersebut lebih dari 35 kali gempa dangkal yang berpusat di daratan Sumatera Barat dengan rata-rata berkekuatan 3 magnitudo.
Baca SelengkapnyaAncaman cuaca ekstrem ini diprediksi terjadi hingga 18 Maret 2024 mendatang
Baca SelengkapnyaBMKG menetapkan 12 daerah berstatus siaga hingga waspada cuaca ekstrem
Baca Selengkapnya