Polda Bali Tetapkan 3 Tersangka Kasus Penggelapan Dana Terkait LNG
Merdeka.com - Ditreskrimsus Polda Bali menetapkan tiga orang tersangka kasus penggelapan dana operasional suplai gas atau Liquified Natural Gas (LNG) untuk pembangkit tenaga listrik. Ketiganya menyandang status tersangka sejak 31 Maret 2021.
"Tanggal 31 Maret telah ditetapkan tersangka," kata Direskrimsus Polda Bali Kombes Yuliar Kus Nugroho, Bali, Selasa (20/4).
Tiga pejabat itu adalah mantan Direktur Utama PT Pelindo Energi Logistik (PEL) Kokok Susanto, GM PT PEL Regional Bali Nusra Irsyam Bakri dan Direktur Utama PT PEL Wawan Sulistiawan.
-
Siapa saja yang menjadi tersangka? Chandrika Chika dan lima orang rekannya telah resmi dijadikan tersangka dalam kasus penyalahgunaan narkoba.
-
Siapa yang disebut sebagai tersangka dalam kasus pertambangan? Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis (HM) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi? Kejaksaan Agung secara resmi mengumumkan status Harvey Moeis sebagai tersangka, langsung mengirimnya ke tahanan.
-
Siapa yang menjadi tersangka kasus korupsi? Harvey Moeis menjadi tersangka dalam kasus korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
-
Siapa tersangka kasus korupsi timah? Adapun yang dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) adalah tersangka Tamron alias Aon (TN) selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN.
-
Siapa tersangka korupsi timah yang terlibat dalam kasus ini? Video itu juga menampilkan tersangka korupsi timah yang menyeret suami artis Sandra Dewi, Hervey Moeis dan sosialita Helena Lim.
Sementara, untuk Kokok saat ini menjabat sebagai Direktur Teknik Pelindo III. Proyek LNG berlokasi di Pelabuhan Benoa itu sebagai salah satu pemasok listrik di wilayah Bali.
"Ada maksud apa ingin menguasai duit yang ada di situ. Itu hanya alasan dan tidak masuk alasan yang mendasar dan melawan hukum," imbuhnya.
Kasus itu bermula saat anak perusahaan PT PLN, PT Indonesia Power (IP) bekerja sama dengan PT Benoa Gas Terminal (BGT) untuk membangun proyek LNG di Dermaga Selatan Pelabuhan Benoa, Denpasar Selatan, Bali.
Kemudian, kerja sama itu dibuat surat perjanjian yang dimulai pada tahun 2016 dan berakhir pada Bulan Mei 2021.
"Di sini mengadakan satu perjanjian kerja sama untuk LNG proyek pembangkit tenaga listrik dengan sistem gas," imbuhnya.
Dalam perjanjian itu, tertera ada dua kausal penting. Pertama, Capex yakni PT BGT membangun kapal bernama Lumbung Dewata yang digunakan sebagai tempat penyimpanan gas. Kedua, Opex yakni operasional pengisian gas dari Lumbung Dewata ke IP dikendalikan PT BGT.
"Namun biaya regas yang diisi PT BGT ke IP dikasih (dibayar) melalui PT PEL," jelasnya.
Yuliar juga menyampaikan, bahwa dalam setiap bulannya PT IP membayar sekitar Rp 4 miliar untuk mengisi ulang gas dan pembayaran operasional kapal dan PT BGT mendapatkan keuntungan senilai Rp 2 miliar setiap bulan.
"Dari PT IP itu membayarnya, untuk jumlah regas yang ada di sini ada perhitungannya dan dibayarkanlah ke PT PEL, dan jumlahnya kurang lebih setiap bulan kurang lebih Rp 4 miliar dan ini berjalan terus," ungkapnya.
Namun, di tengah perjalanan tepatnya pada Bulan Juni, Tahun 2019, Irsyam selaku GM PT PEL Regional Bali Nusra diduga atas perintah Kokok mengeluarkan surat yang ditujukan kepada PT BGT, bahwa PT PEL mengambil alih kepemilikan kapal dan operasional pengisian ulang gas. Dasar pengeluaran surat tersebut karena PT BGT melakukan pergantian kru kapal.
"Bahwasanya ini diambil ahli karena ada informasi akan pergantian kru. Pertanyaannya, kenapa tidak dilakukan sejak awal. Berarti di sini ada sesuatu maksud dari oknum BUMN dalam hal ini PT PEL yang dilakukan oleh Kokok dan Irsyam. Dalam kasus ini Kokok dan Irsyam secara sama-sama melakukan penggelapan," jelasnya.
Selain itu, Wawan menempel stiker PT PEL di sebuah alat pengisan gas atau vaporizer di Lumbung Dewata. Padahal itu milik PT BGT. Maka, dengan adanya hal itu, pihak PT BGT pada Bulan Januari 2021 melaporkan kasus tersebut ke pihak kepolisian.
Terhitung, selama kurang lebih 20 bulan atau sejak PT PEL mengambil alih kapal dan pengisian ulang gas, PT BGT dinilai mengalami kerugian Rp 40 miliar dan PT IP tidak mengalami kerugian karena tidak ada masalah dengan pasokan gas untuk kebutuhan listrik.
"Sampai dengan saat ini hampir 20 bulan. (Keuntungan) sampai Rp 2 miliar yang bisa dihasilkan dari proses regas. Sehingga secara meteriil yang sebenarnya adalah hak BGT. Sehingga, di situlah kerugian yang dialami oleh PT BGT," ujar Yuliar.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pelaku mengaku menerima uang sebesar Rp14 juta setelah menurunkan Pertalite sebanyak 1.800 liter.
Baca SelengkapnyaSelain itu, ditemukan adanya aliran dana baik berupa suap atau gratifikasi ke beberapa pihak sejumlah Rp 25,6 miliar.
Baca SelengkapnyaTersangka SG, SP dan RI diduga kuat juga melakukan tindak pidana pencucian uang
Baca SelengkapnyaModus yang digunakan pelaku yakni dengan memindahkan isi tabung gas 3 kilogram ke tabung gas 12
Baca SelengkapnyaPerbuatan korupsi para tersangka menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp3,9 miliar.
Baca SelengkapnyaPenyalahgunaan LPG subsidi dilakukan dengan pelaku membeli LPG 3 kg bersubsidi dari pangkalan.
Baca SelengkapnyaKPK kembali menetapkan dua orang tersangka korupsi LNG.
Baca SelengkapnyaStatus BHW naik menjadi tersangka usai menjalani sejumlah pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus korupsi proyek LRT Sumsel itu.
Baca SelengkapnyaWayan Setiawan telah menyampaikan alasannya membuat video tersebut
Baca SelengkapnyaPolda Sumut baru-baru ini kembali mengungkap tempat pengoplosan gas LPG bersubsidi di Deli Serdang.
Baca SelengkapnyaPengungkapan ini berawal dari pengejaran terhadap satu buronan inisial LM.
Baca SelengkapnyaAhok tengah menjalani pemeriksaan di lantai dua gedung Merah Putih KPK.
Baca Selengkapnya