Polda NTB Ungkap Keterlibatan Eks Kapolsek di Kasus Penggelapan Rugikan Negara Rp19 M
Merdeka.com - Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkap adanya peran mantan kapolsek di kasus penggelapan anggaran Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima periode 2016-2019. Si mantan kapolsek diduga kuat 'menarik' sejumlah biaya.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Hari Brata mengatakan bahwa dugaan keterlibatan seorang mantan kapolsek terungkap dari hasil perkembangan penyidikan.
"Iya, jadi dia (mantan kapolsek) yang menarik uang," kata Hari Brata, seperti dikutip Antara, Rabu (28/7).
-
Bagaimana Kejagung hitung kerugian negara? 'Hari ini temen-temen penyidik sedang berkomunikasi dengan BPKP dan ahli yang lain hari ini. Lagi dilakukan perhitungan, konfrontasi dan diskusi formulasinya seperti apa,' kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana kepada wartawan, Rabu (3/4).
-
Kenapa kerugian negara akibat korupsi timah perlu dihitung? 'Nah itu, seharusnya menjadi bagian dari hak negara, itu sudah menjadi sumber dari kerugian negara kemudian bagaimana menghitung kerugian negaranya? Dampak eksplorasi ini kerusakan lingkungan yang begitu masif dan luas, kita hitung,' pungkas dia.
-
Apa kerugian negara akibat korupsi timah? Sebagaimana diketahui, sejauh ini nilai kerugian negara akibat korupsi tersebut senilai Rp271 triliun.
-
Apa kerugian negara akibat korupsi Bansos Jokowi? 'Kerugian sementara Rp125 milyar,' pungkasnya.
-
Kenapa kerugian negara dibebankan ke PT Timah? 'Sehingga kewajiban ini melekat ada di PT Timah,' ujar Febri di Jakarta, Kamis, (30/5).
-
Apa yang ditemukan Tim Audit Itjenau dalam pemeriksaan? 'Selama beberapa hari pemeriksaan, tim telah menemukan permasalahan dalam beberapa bidang obyek pemeriksaan. Temuan-temuan tersebut tentu menjadi bahan analisis yang penting guna perbaikan kinerja Koopsudnas ke depan ke arah yang lebih baik,' ujar Pangkoopsudnas dalam sambutannya.
Selain mantan kapolsek, lanjutnya, muncul dugaan keterlibatan seorang staf yayasan dari STKIP Bima.
Namun demikian, Hari belum dapat memastikan peran keduanya sebagai tersangka tambahan melainkan penyidik masih akan menggali kembali alat bukti untuk menguatkan dugaan tersebut.
"Kita buktikan dulu formil dan materiilnya," ujar dia.
Menurutnya, pembuktian unsur pidana harus dapat diuji secara formil maupun materiil. "Kalau formil dan materiilnya ini kita buktikan, maka mens rea-nya (unsur niat jahat) bunyi. Dari sini kita kejar dulu," katanya.
Karena itu, dia menyatakan bahwa keduanya kini berstatus saksi. Pemeriksaan mendalam masih menjadi bagian dari upaya penyidik dalam mengungkap peran tersangka tambahan.
"Nantinya kalau memang memenuhi unsur, kita jadikan tersangka. Kalau belum, kita dalami lagi," ucapnya.
Dalam kasus ini sudah ada lima tersangka yang ditetapkan. Mereka berinisial HA, Ketua STKIP Bima Periode 2016-2020; MF, Ketua Yayasan IKIP Bima Periode 2019-2020; HM, Kepala Bagian Administrasi Umum Periode 2016-2019; AA, Kepala Bagian Administrasi Umum Periode 2019-2020; dan AZ, Wakil Ketua I Bidang Akademik Periode 2016-2019.
Sebagai tersangka, mereka dijerat Pasal 374 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP yang ancaman hukumannya lima tahun penjara.
Kasusnya ditangani penyidik berdasarkan adanya Laporan Polisi Nomor LP/360/XI/2020/NTB/SPKT, tertanggal 20 November 2020. Laporan tersebut berkaitan dengan adanya dugaan pidana penggelapan anggaran STKIP Bima.
Dari hasil gelar perkara pertama dalam tahap penyidikan, ke lima tersangka terindikasi menggelapkan anggaran perguruan tinggi swasta itu dengan cara mengajukan permohonan rencana program yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan perkuliahan. Mereka diduga kuat menggunakan anggaran itu untuk keperluan pribadi.
Dari hasil audit internal STKIP Bima, ada ditemukan kerugian yang nilainya mencapai Rp12,8 miliar. Itu berdasarkan hasil pemeriksaan berkas laporan pertanggungjawaban program tersebut. Temuan berbeda dari hasil penghitungan penyidik dengan nilai kerugian mencapai Rp19,3 miliar lebih.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Angka ini hasil koreksi dari perkiraan kerugian sebelumnya, yakni Rp271 triliun.
Baca SelengkapnyaBadan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyampaikan hasil audit, dari Rp271 triliun menjadi Rp300,003 triliun.
Baca SelengkapnyaKejagung terus mengusut kasus korupsi tata niaga timah wilayah IUP PT Timah Tbk di tahun 2015-2022.
Baca SelengkapnyaMenurutnya, kasus itu bermula pada tahun 2018 dan 2019.
Baca SelengkapnyaSekda Keerom terduga korupsi hingga negara mengalami kerugian sebesar Rp18.201.250.000
Baca SelengkapnyaKerugian juga dapat dihitung dari total biaya kerusakan di kawasan hutan dan non-hutan.
Baca SelengkapnyaHal itu berdasarkan laporannya sejak Januari hingga Juni 2024
Baca SelengkapnyaHadiman mengatakan, tidak menutup kemungkinan akan adanya tersangka baru dalam kasus korupsi Disdik Sumbar.
Baca Selengkapnya