Polemik Film Soekarno, sang playboy di antara dua wanita
Merdeka.com - Setelah naik tayang, film Soekarno: Indonesia Merdeka mendapat berbagai apresiasi dari berbagai kalangan. Mulai dari sanjungan hingga kritik. Hal yang banyak dikomentari adalah peran tokoh-tokoh dalam film itu. Mulai dari Soekarno , Hatta, Sjahrir, Inggit Garnasih, dan sosok lainnya.
Banyak kalangan yang menyayangkan, sosok Tan Malaka tak dimasukkan jelang proklamasi kemerdekaan dalam setting film ini. Selain itu dari kritik yang ada, dalam film itu sosok Sjahrir dianggap paling menonjol di dalamnya.
Berikut penjelasan sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam kepada Islahuddin wartawan merdeka.com di Gedung Widya Graha LIPI, pekan lalu, akan sosok dan adegan-adegan dalam film itu:
-
Siapa yang menggoda Sonya Fatmala? Ketika berdialog dengan seorang siswa laki-laki bernama Deva, Sonya merasa malu saat mendengar rencana masa depan yang disampaikan oleh murid tersebut.
-
Siapa yang dituduh sebagai pelakor? Dituding Jadi Pelakor Momen tersebut bermula ketika Dinar Candy dituduh sebagai pelakor oleh Ayu Soraya, istri sah Ko Apex.
-
Siapa yang dituduh selingkuh? Dalam presentasi Power Point yang dibuatnya, ia menuduh pria yang dikenal dengan nama belakang Shi tersebut telah terlibat dalam aktivitas seksual dengan ratusan wanita, termasuk pekerja seks, selama satu tahun terakhir.
-
Siapa yang dituduh selingkuh dalam kisah Sri Tanjung? Kisah Sri Tanjung yang dituduh selingkuh oleh sang suami identik dengan legenda Banyuwangi.
-
Siapa yang dituduh mencari sensasi? Replik itu menjawab pleidoi SYL yang menuding jaksa mencari sensasi dalam penuntutan perkara suap dan gratifikasi yang menyeretnya.
-
Kenapa Indah mau perankan pelakor? 'Aku langsung setuju memerankan pelakor karena kan mainnya sama temen-temen juga dan karakternya baru buat aku. Sebagai aktor aku bisa jadi apa saja,' papar Indah pada kesempatan yang sama.
Komentar Anda tentang penggambaran Hatta dan Sjahrir dalam film Soekarno?
Penggambaran Sjahrir dan Hatta dalam film itu lumayan menurut saya. Artinya ada perbedaan pendapat di antara mereka dan dalam perbedaan itu mereka saling mengakui. Jadi Bung Karno menunggu Bung Hatta untuk membacakan proklamasi. Jadi Bung Karno itu membutuhkan Bung Hatta dan itu jelas. Sedangkan untuk Sjahrir pun dalam film itu mengakui tidak akan sanggup mengalahkan Soekarno-Hatta dalam hal popularitas dan yang lainnya. Itu positif menurut saya.
Banyak kalangan yang menyayangkan dalam film itu Tan Malaka tidak disebutkan?
Saya lihat ada Tan Malaka dalam film itu. Tan muncul dalam adegan Soekarno ditemui oleh orang yang lebih pendek dari dia dan menceramahi Soekarno tentang Asia Pasifik. Itu oke juga. Dalam obrolan itu saya kenal itu kata-kata Tan Malaka dari bukunya Harry Poeze. Artinya Tan diikutkan dalam film itu. Saya lupa juga detail obrolannya, karena saya baru nonton sekali.
Tapi memang dalam film itu Tan Malaka tidak disampaikan dengan eksplisit. Kalimatnya itu diucapkan oleh Tan Malaka , Iya. Upaya Hanung menampilkan berbagai tokoh itu oke menurut saya. Secara keseluruhan film itu lumayan bisa mencitrakan Bung Karno sebagai seorang negarawan, politisi, juga seorang laki-laki yang flamboyan, itu terpenuhi, walaupun dengan beberapa catatan. Penggambaran hubungan dengan Jepang ini harus dilakukan dengan hati-hati juga.
Banyak yang bilang Sjahrir lebih menonjol di film itu?
Iya, tapi apa itu tidak berlebihan juga hal itu. Sjahrir sendiri tidak datang saat proklamasi kemerdekaan. Kemudian saya juga menyangsikan adanya kesepakatan kalau Sjahrir bergerak di bawah tanah, Soekarno-Hatta yang tampil ke permukaan.
Saya melihat itu, kalau dari analisa post factum, belakangan iya Soekarno Hatta yang muncul, Sjahrir di bawah tanah. Walaupun di bawah tanahnya itu apa? Itu juga tidak begitu jelas dan nyata. Malah justru yang bergerak di bawah tanah itu justru Tan Malaka .
Bagaimana dengan sosok Inggit Garnasih?
Penggambaran dalam aspek psikologinya kurang tergambar. Inggit yang saat marah saat Jepang masuk dan mereka ngobrol. Terus Soekarno bilang di film itu, "Ini di luar dugaan saya". Yang di luar dugaan itu, kedatangan Jepang atau kedatangan perempuan lain? Ini kan perubahan sikap yang tiba-tiba saja. Harusnya ada perkembangan, tapi itu tidak tergambar. Perkembangan Soekarno kenal dengan Fatmawati, harusnya sudah mulai muncul ada rasa cemburu Inggit. Tapi itu tidak tergambar, seperti meloncat.
Mungkin pertimbangan Hanung macam-macam. Tapi menurut saya penting juga kalau ingin menggambarkan Soekarno sebagai seorang play boy, sebagai laki-laki yang juga berurusan dengan dua perempuan. Masing-masing perempuan yang memiliki perasaan dan lain-lain. Itu sah-sah saja ditampilkan. Tapi orang kaget, tiba-tiba ada yang meloncat dalam film itu. Mungkin bisa digambarkan ada rasa tak senang.
Kecemburuan Inggit terhadap Fatmawati tidak begitu. Perempuan itu kalau kondisi seperti itu ada tahap-tahapnya. Mungkin bertengkar dulu atau apa, ya tadi saya katakan, seperti meloncat.
Dari segi flamboyan Bung Karno digambarkan cukup baik. Hubungan Soekarno dengan Inggit dan Fatmawati. Cuma ada yang salah di situ, Fatmawati itu namanya Fatimah. Belakangan Bung Karno menggantinya menjadi Fatmawati. Saya tidak ingat kapan diganti nama itu, tapi yang jelas waktu pertama berkenalan dengan Bung Karno namanya Fatimah. Tapi saat adegan Bung Karno mengajar di kelas itu, namanya Fatmawati.
Lalu juga soal Soekarno kena tempeleng. Kalau Soekarno jatuh itu ada, tapi dia kemudian akan ditembak oleh prajurit. Jadi justru menurut saya, Soekarno bisa hidup karena ditolong karena rasa kasihan Perwira Jepang itu. Nah saya justru berharap adegan-adegan Bung Karno menyelamatkan nyawa orang lain. Bung Karno menyelamatkan Amir Sjariffudin misalnya. Amir itu akan dieksekusi mati oleh Jepang, Bung Karno yang menolong sehingga Amir Sjariffudin tidak ditembak. Sehingga bisa hidup. Menurut saya mungkin itu lebih penting ketimbang Soekarno diselamatkan oleh orang Jepang.
Ada juga yang mengatakan dialog tokoh dalam film itu seperti dialog jalanan, padahal Soekarno , Hatta, Sjahrir, dan tokoh yang lainnya adalah intelektual?
Saya tidak melihatnya seperti itu. Masalahnya setting film itu dalam suasana genting sebelum proklamasi kemerdekaan. Mungkin saja dialog mereka dalam film itu masuk akal. Kalau bicara intelektual, dalam tulisan pembelaan atau di luar itu dalam pemikiran-pemikiran ideologisnya dan segala macam.
Tetapi khusus seputar 17 Agustus 1945 itu suasana yang genting. Jepang sudah kalah kita harus melakukan sesuatu. Semua pihak mendesak. Maka wajar ada jawaban yang ketus dan lain-lain. Suasananya seperti itu menjelang proklamasi. (mdk/ian)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berikut potret lawas sang proklamator RI saat bicara dengan wanitanya.
Baca SelengkapnyaMeski dikenal penakluk wanita, lamaran Presiden Soekarno pernah ditolak oleh wanita cantik ini.
Baca SelengkapnyaIbu Tien memang dikenal antipoligami. PNS pun dilarang punya istri lebih dari satu.
Baca SelengkapnyaPotret lawas Presiden ke-2 Ri dengan Megawati Soekarnoputri di rumah duka saat Fatmawati wafat.
Baca SelengkapnyaIni sosok cantik pendamping Soekarno yang jarang disorot. Paras cantiknya bikin terpukau.
Baca SelengkapnyaPotret lawas Ratna Sari Dewi istri Bung Karno kembali mencuri perhatian.
Baca SelengkapnyaTanpa kenekatan mereka berdua, tidak akan lahir bapak proklamator Indonesia.
Baca SelengkapnyaFoto-Foto lawas kenangan Prabowo Subianto dan Titiek Soeharto.
Baca SelengkapnyaPeninggalan rumah Fatmawati di Bengkulu ini dulunya menjadi saksi bisu pertemuan dirinya dengan Presiden Soekarno saat pengasingan.
Baca SelengkapnyaAkrab, intip potret lawas Megawati Soekarno Putri dan Dewi Soekarno.
Baca SelengkapnyaPotret cantik Ratna Sari Dewi di acara fashion show brand internasional.
Baca SelengkapnyaMegawati sempat membahas tentang TAP MPR Nomor XXXIII/MPRS/1967.
Baca Selengkapnya