Saat rakyat terdampak kemarau
Merdeka.com - Indonesia adalah negara kepulauan terletak di sekitar garis ekuator atau khatulistiwa. Karena berada dalam zona iklim tropis, maka negara ini hanya mempunyai dua musim, kemarau dan hujan.
Lantaran letaknya itu, Indonesia dianugerahi alam yang eksotis. Beragam jenis tumbuhan dan satwa hidup di sini. Keindahan alamnya pun memukau bangsa asing hingga betah berlama-lama menjajah.
Meski demikian, permasalahan rakyat ketika menghadapi masing-masing cuaca. Ketika musim hujan, banyak warga malah kebanjiran. Pun ketika kemarau tiba, mereka malah kekeringan. Hal itu selalu berulang. Rakyat jelata yang mesti merasakan dampaknya. Berikut ini imbas dirasakan masyarakat saat memasuki musim kemarau.
-
Apa contoh masalah lingkungan di musim kemarau? Contoh permasalahan lingkungan hidup yang pertama adalah kekeringan. Kekeringan adalah fenomena yang sering terjadi ketika musim kemarau. Seringkali, di berbagai wilayah Indonesia mengalami kekeringan luar biasa yang dapat berakibat buruk.
-
Siapa yang kesulitan mendapatkan air bersih? Dampak bencana kekeringan rupanya sangat dirasakan warga di Dusun Bisang. Di sana lahan-lahan kering kerontang. Sumur-sumur warga mengering. Satu-satunya sumber mata air berada di atas bukit. Warga berbondong-bondong untuk mengambil air dari sana.
-
Siapa yang terdampak krisis air? Menurut perkiraan PBB pada tahun 2023, 2 miliar orang di seluruh dunia tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman. Jumlah tersebut setara dengan seperempat populasi dunia.
-
Siapa yang paling rentan terkena dampak cuaca ekstrem? Perubahan cuaca yang mendadak dari panas terik menjadi hujan atau dingin dan berangin ini perlu sangat diwaspadai oleh orangtua.
-
Mengapa cuaca panas ekstrem mengurangi air bersih? Suhu udara yang meningkat dengan panas yang terik dapat menyebabkan berkurangnya level air sungai, danau, dan waduk. Ini terjadi akibat proses penguapan yang tinggi karena cuaca panas.
-
Kenapa penting minum banyak air saat musim kemarau? Cara menjaga kesehatan di musim kemarau panjang yang pertama yaitu minum banyak air. Penting untuk minum secara rutin, bahkan ini sangat disarankan meski tidak haus.
Derita kakek di Malang, jalan bolak-balik memikul jeriken demi air
Pikulan terbuat dari bambu dan dua jeriken 25 literan menjadi sahabat Juri (60) untuk mendapatkan air bersih. Sehari-hari, pria tanpa anak ini harus tiga kali bolak-balik memikul air dari kampung sebelah yang berjarak 2,5 kilometer.Jalanan beraspal yang naik dan turun tidak membuatnya patah semangat demi mendapatkan air bersih. Dia merasa mempunyai kewajiban menyediakan air bersih untuk istri dan kakaknya yang tinggal serumah."Dipakai untuk tiga orang, bolak-balik tiga kali setiap hari," kata Juri di rumahnya, Malang, Sabtu (25/7).Air itu sebagian digunakan untuk kebutuhan minum dan memasak yang dituangkan di sebuah bejana besar terbuat dari plastik. Sementara sebagian lagi disimpan di bak kamar mandi.Juri adalah salah satu warga Dusun Blandit Timur, Kecamatan Singasari, Kabupaten Malang. Sudah sebulan terakhir, daerahnya mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Dia harus memikul air dari kampung tetangga, Kampung Banyol.Tandon dekat rumah Juri yang selama ini menjadi tumpuan warga, tidak lagi keluar air. Debit dari mata air berkurang drastis karena kekeringan. Air yang selama ini dialirkan melalui pipa paralon tidak sampai ke tandon dekat rumah.Para warga menggunakan sepeda motor dengan membawa jeriken sekaligus, tetapi Juri tidak memiliki sepeda motor. "Mboteh gadah (tidak punya) sepeda motor. Ya mikul tiga kali sehari," katanya.Struktur tanah Desa Blandit berada di lereng perbukitan, sehingga banyak ditemukan bebatuan besar saat dilakukan pengeboran air. Selama ini, warga secara kolektif menggunakan tandon bantuan pemerintah yang terhubung dengan mata air."Pernah menggali sumur sendiri tetapi tidak ada airnya, padahal sudah dalam," katanya.Juri berharap segera turun hujan atau pemerintah akan mengedrop air. Biasanya, saat musim kemarau pemerintah akan mengirimkan mobil tangki ke tandon dekat rumah."Semoga usaha Pak Petengan (Kepala Dusun) bisa mendapatkan drop-dropan air," katanya.Sementara itu, Abdul Lathief (40) sehari-hari mengambil air sembilan jeriken dengan ukuran 30 liter. Sekali mengambil dengan sepeda motor mampu membawa tiga jeriken."Semua warga mengambil air di sini, biasanya kalau pagi dan sore antre panjang. Siang begini ke sawah semua," katanya.Latief juga berharap pemerintah segera mengedrop air bersih. Karena sudah sangat banyak warga yang kekeringan. "Kalau ada drop-dropan ambil airnya tidak jauh," katanya.
Gagal panen karena kemarau, warga Gorontalo terpaksa alih profesi
Sejumlah warga khususnya yang bermukim di wilayah pegunungan di Kota Gorontalo, terpaksa beralih profesi dari petani menjadi buruh. Penyebabnya lantaran hasil pertanian mereka tidak bisa diandalkan karena lahannya kekurangan air.Anwar Edi, salah seorang warga yang bermukim di pegunungan Gorontalo, mengatakan, saat ini dia bersama rekan-rekannya memilih melakoni pekerjaan menjadi buruh bangunan. Sebab bila tidak dilakukan, maka mereka tidak mendapat penghasilan."Untuk menopang kebutuhan keluarga khususnya untuk rumah tangga, kami terpaksa bekerja menjadi buruh bangunan," kata Anwar, seperti dilansir dari Antara, Selasa (28/7).Anwar mengatakan, selain menjadi buruh bangunan, ada sejumlah warga tadinya bertani banting setir bekerja menjadi karyawan toko, pengemudi bentor (becak motor). Bahkan kaum ibu banyak yang terpaksa menjadi pembantu rumah tangga.Sunu Antu, salah seorang warga lainnya mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, dia terpaksa menjadi pengemudi bentor. Dia nekat melakukan hal itu meskipun belum lancar mengemudi dan bahkan tidak mempunyai surat izin mengemudi (SIM).Sunu mengatakan, saat ini areal perkebunan sudah mulai kering. Tanaman cabai dan tomat tidak bisa diandalkan, sedangkan keluarga harus ditopang sebanyak lima jiwa, sehingga dia harus beralih menjadi pengemudi bentor."Kalau saya hanya mengandalkan hasil kebun, maka tentunya tidak akan mencukupi untuk memenuhi keperluan rumah tangga," kata Sunu.Maryam M, seorang warga lainnya mengatakan, sejak tiga pekan dia sudah bekerja menjadi pembantu rumah tangga. Hal itu dilakukan buat membantu suaminya yang juga beralih pekerjaan dari petani menjadi buruh bangunan.Maryam menambahkan, biasanya buat menopang kebutuhan rumah tangga, setiap pekan dia menjual hasil berkebun seperti cabai, tomat, bawang, pepaya, pisang, ubi dan kelapa. Namun karena musim kemarau, hasilnya jauh dari memuaskan."Sejumlah ibu rumah tangga saat ini bekerja menjadi pembantu pada keluarga yang berkecukupan," kata Maryam.
9 Kabupaten di Jawa Tengah alami kekeringan terparah
Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah Sarwa Pramana mengungkapkan selama musim kemarau panjang sebanyak sembilan kabupaten mengalami kekeringan terparah.Kesembilan daerah kabupaten tersebut adalah; Kabupaten Blora, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Rembang, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Pati, Kabupaten Brebes, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Klaten."Potensi kekeringan terparah di Jateng; Blora, Grobogan, Rembang, Wonogiri, Pati, Brebes dan Cilacap. Daerah Klaten yang paling parah di wilayah Kemalang paling menyulitkan. Wonogiri, Klaten dan Blora juga terparah," tegas Sarwa Pramana di Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (24/7).Dari 35 kabupaten/kota yang ada di Jawa Tengah, Sarwa menjelaskan sudah 16 kabupaten yang mengajukan permohonan dana penanggulangan bencana kekeringan. Namun, baru sebanyak dua kabupaten yang memenuhi persyaratan telah terjadi bencana darurat kekeringan."Sudah ditangani. Sebanyak 16 kabupaten ajukan permohonan dana penanggulangan. Karena persyaratan siaga darurat belum terpenuhi sehingga baru dua kabupaten yang disetujui dananya. Jangan sampai dana turun tidak dipakai. Salah satu persyaratannya darurat kekeringan adalah adanya bencana kebakaran," ungkapnya.Sarwa menjelaskan, akibat kekeringan dampak yang sangat dirasakan di wilayah Jateng adalah sektor pertanian. Dia membeberkan, diperkirakan musim kemarau atau kekeringan yang dimulai bulan Mei-Juni. Kemudian musim kemarau ini akan berlangsung hingga puncaknya pada bulan November mendatang."Paling tidak dampak ke pertanian untuk mengatasinya kita berkoordinasi dengan PSDA, BBWS. BPBD fasilitasi penyedotan sungai. Kalau puncak kemarau berdasarkan BMKG adalah antara bulan Agustus, September, Oktober atau sampai November. Puncak hujan akan berlangsung pada bulan Desember," jelasnya."Kami imbau kepada masyarakat saat kekeringan untuk tidak sembarangan membuang puntung rokok. Kemudian, untuk para pendaki gunung agar tidak meninggalkan bekas api unggun begitu saja," tambahnya.Lanjut dia, untuk mengatasi bencana kekeringan, Pemprov Jateng rencanaya akan melakukan rapat koordinasi penanggulangan di Solo, Jawa Tengah pada 29 Juli sampai 30 Juli mendatang."Dalam rapat penanggulangan kekeringan nanti akan dibicarakan peluang untuk melakukan rekayasa cuaca sebagai salah satu cara penanggulangan kekeringan di Jawa Tengah. Sebab untuk melakukan rekayasa cuaca perlu koordinasi dengan lembaga lain supaya jika terjadi efek rekayasa cuaca beberapa bidang lain seperti pertanian siap untuk mengantisipasinya," pungkasnya.
Sumber air mengering, warga Kotabaru mandi pakai air keruh
Kekeringan mulai terjadi di beberapa kota di Indonesia. Kali ini masyarakat di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan mulai kesulitan mendapatkan air bersih beberapa pekan terakhir ini."Air yang ada hanya untuk keperluan mencuci dan mandi, sedangkan untuk keperluan minum dan memasak kami harus mencari ke bendungan lebih jauh," kata Abdul Rokhim, seorang warga Kelumpang Selatan, Kotabaru, dilansir Antara, Minggu (26/7).Rokhim mengaku sumur di samping rumahnya sudah hampir satu bulan mengering. Sementara warga saat ini hanya mengambil air kolam di bekas lahan persawahan yang digali dengan menggunakan ekskavator untuk menampung air hujan.Sayangnya, air kolam tersebut terbilang keruh karena berwarna hijau dan beraroma lumpur dan dipenuhi ranting yang sudah busuk. "Kami terpaksa memanfaatkan air kolam tersebut, dari pada mengambil jauh dari rumah," imbuh Rokhim.Dengan adanya kekeringan, sebagian warga mengambil air dengan menggunakan dua jerigen yang diangkut dengan kendaraan roda dua. Sebagian warga lainnya memasang selang hingga beratus-ratus meter yang dialirkan dengan menggunakan mesin pompa air dari kolam ke permukiman.Selain itu, sumber air milik Perusahaan Daerah Air Minum Kotabaru juga mengering. Direktur Perusahaan Daerah Air Minum Kotabaru, Nor Ipansyah mengatakan, sumber air yang mulai kering yaitu di Gunung Perak yang memiliki kapasitas sekitar 20 liter per detik."Sumber air Gunung Perak melayani pelanggan di Daerah Panorama, SMP 5 Kotabaru dan sekitarnya," jelas Ipansyah ketika diwawancara terpisah.Padahal, kata Ipansyah, jumlah pelanggan yang dilayani dari mata air Gunung perak sekitar 1.000 pelanggan, yaitu terdiri dari kalangan rumah tangga, dan sisanya kelompok lain. Sementara sumber air yang lainnya, yaitu bendungan Gunung Ulin, debit air dari kondisi normal turun sekitar 50 centimeter."Apabila kondisi biasa air masih keluar melalui saluran pembuangan, namun beberapa hari ini tidak ada air yang keluar dari saluran pembuangan," ujarnya.Meski ada yang sudah kering dan menyusut, PDAM Kotabaru masih memiliki sumber air bersih yang relatif normal, seperti, sumber air di Gunung Sari, yang melayani pelanggan di daerah Sungai Taib-Sungai Jupi, yang jumlahnya sekitar 1.000 pelanggan."Kalau ada permintaan kami akan layani, tentunya akan dilakukan secara bergantian," paparnya.
Sungai Barito surut, sejumlah kapal tongkang dan kapal tunda karam
Sejumlah tongkang bermuatan ribuan ton batu bara kandas di tengah Sungai Barito di wilayah Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Sebabnya, sudah beberapa waktu ini permukaan sungai surut akibat musim kemarau."Ada dua tongkang bermuatan ribuan ton batu bara yang kandas di tengah Sungai Barito, di antaranya terbakar mengeluarkan asap," kata seorang warga Kelurahan Tumpung Laung, Kecamatan Montallat, Roby, seperti dilansir dari Antara, Selasa (21/7).Tongkang yang karam itu berada wilayah Teluk Siwak, Kecamatan Montallat. Selain mengalami kandas di tengah sungai, ada juga tongkang dan kapal tunda (tugboat) terperangkap di pinggiran daerah aliran sungai Barito yang surut di Kecamatan Montallat, Teweh Tengah, dan Lahei. Jumlahnya mencapai puluhan. Penurunan muka sungai diakibatkan kemarau melanda daerah ini selama sebulan lebih."Sebagian besar tongkang yang terperangkap itu kini terdampar," ujar Roby.Kepala UPTD Lalu Lintas Angkutan Sungai Danau Dan Penyeberangan (LLASDP) pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Barito Utara, Nurdin mengatakan, surutnya Sungai Barito ini juga telah menghentikan kegiatan angkutan kapal dan tongkang batu bara serta hasil hutan lainnya, baik milik perusahaan di wilayah Kabupaten Murung Raya maupun Barito Utara."Angkutan hasil produksi tambang dan sektor perkayuan kini terhenti karena tidak bisa melewati Sungai Barito yang terus dangkal," kata Nurdin.Di samping itu, Nurdin memperkirakan angkutan minyak sawit mentah milik perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Antang Ganda Utama juga bakal terganggu."Angkutan sawit diperkirakan menggunakan truk jalan darat, namun jumlahnya terbatas," ujar Nurdin.
Kekeringan di Bogor semakin parah, warga pakai air sungai tercemar
Musim kemarau tahun ini membuat masyarakat Kabupaten Bogor mengalami krisis air bersih. Sehingga banyak warga yang memanfaatkan air aliran sungai, meski tak menjamin untuk kesehatan.Seperti yang terjadi di Desa Ciderum, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Setiap sore, warga beramai-ramai memanfaatkan air Kali Ciderum yang kondisinya sudah tercemar limbah rumah tangga, untuk mencuci pakaian, mandi, cuci dan kakus (MCK).Iwan (29) warga Desa Ciderum mengatakan, sudah dua pekan ini kondisi sumur di rumahnya kering. Untuk kebutuhan MCK, dia beserta keluarganya terpaksa berjalan kaki ke aliran sungai Ciderum sejauh 500 meter."Sudah satu bulan lebih tidak ada hujan, jadi hampir semua sumur warga di wilayah kita kering. Makanya sengaja menggunakan air kali Ciderum ini untuk mandi dan mencuci, sedangkan untuk minum kita membeli air galon," ungkap Iwan kepada wartawan, Selasa (7/7).Untuk minum, warga memilih air minum dalam kemasan, karena air kali Ciderum saat ini sudah tidak jernih dan tak layak konsumsi."Dulu juga pernah kekeringan, untuk minum maupun mandi kita bisa gunakan air kali. Tapi sekarang hanya dapat dimanfaatkan untuk mencuci dan mandi saja, karena kondisi air sudah tercemar limbah rumah tangga," tuturnya.Hal senada diungkapkan Dede Suhendar (35) warga Ciderum. Menurutnya, dampak kekeringan tahun ini cukup terasa, banyak warga yang rela mengantre untuk memperoleh air minum ke sumber mata air di wilayahnya."Dulu mata air banyak, sekarang sudah sulit karena banyak perusahaan di wilayahnya yang memanfaatkan mata air untuk kepentingan komersial. Sehingga warga memanfaatkan air kali Ciderum yang bersumber dari Gunung Gede dan Pangrango sebagai alternatif kebutuhan air bersih," ujarnya.Pihaknya, meminta pemerintah terkait untuk melakukan normalisasi Kali Ciderum. Sebab air Ciderum sangat dibutuhkan di saat musim kemarau seperti ini."Dulu Kali Ciderum sangat luas dan bersih, warga pun menggunakannya untuk minum atau masak, tapi sekarang sudah berubah dan tidak layak lagi dikonsumsi warga," jelasnya.Sementara itu, Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor Budi Aksomo mengatakan, keluhan kekurangan air bersih akibat kekeringan terjadi hampir di seluruh wilayah Kabupaten Bogor.Pihaknya sudah berkoordinasi dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) untuk melakukan siaga bencana kekeringan, dengan memasok air bersih ke sejumlah wilayah yang memang kondisinya sudah memprihatinkan."Sudah lebih dari dua tangki air bersih kita pasok ke setiap kecamatan yang kekurangan air bersih. Seperti di Ciampea dan Leuwiliang," katanya.Meski demikian, pihaknya belum mendapatkan data secara pasti jumlah wilayah yang mengalami krisis air bersih akibat kekeringan di Kabupaten Bogor. (mdk/ary)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Setiap harinya puluhan ibu-ibu di Kecamatan Cikulur, harus berjalan berkilo-kilo meter untuk mendapatkan sumber air.
Baca SelengkapnyaSumber air yang biasanya dimanfaatkan mendadak juga mengering sejak kemarau.
Baca SelengkapnyaAir Kali Cihoe kerap dijadikan sumber mata air andalan bagi Warga Cibarusah saat musim kemarau.
Baca SelengkapnyaSumur ini jadi satu-satunya sumber air bagi masyarakat setempat.
Baca Selengkapnya"Sumur-sumur sudah mengering, sehingga warga hanya bisa mendapatkan air dari dasar sungai,” Sunardi.
Baca SelengkapnyaWarga rela antre untuk mendapatkan air demi memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka
Baca SelengkapnyaMereka sudah merasakan dampak kekeringan sejak Mei.
Baca SelengkapnyaKondisi musim kemarau yang panjang membuat warga dilanda krisis air bersih.
Baca SelengkapnyaWarga Desa Sumberkare terpaksa menggunakan air sungai untuk berbagai kebutuhan.
Baca SelengkapnyaSumber air di tengah hutan itu kondisinya keruh, namun warga tak punya pilihan lain.
Baca SelengkapnyaWarga harus berjuang keras untuk mendapatkan air di tengah bencana kekeringan.
Baca SelengkapnyaKrisis air bersih menjadi bencana tahunan yang seolah belum ditemukan solusinya.
Baca Selengkapnya