Sabar Subardi, pelukis tanpa tangan yang mendunia
Merdeka.com - Sabar Subardi terlahir tanpa kedua tangan. Tapi jangan remehkan lelaki kelahiran Salatiga tahun 1979 ini. Sederet prestasi ditorehkan suami Runisa ini di bidang seni lukis.
Sabar adalah satu di antara sembilan anggota Association of Mouth and Foot Painting Artist (AMPFA) asal Indonesia, organisasi pelukis yang menggunakan kaki dan mulut. Perjuangannya untuk menjadi anggota AMPFA, dimulai sejak kelas 3 SD.
Sabar mengaku tak minder saat menekuni seni lukis. Keterbatasan fisiknya justru membuat dirinya termotivasi untuk bersaing ketat dengan orang-orang normal pada umumnya. "Saya memulai semuanya sejak duduk taman kanak-kanak pada 1985. Ketika bapak saya jadi penjaga sekolah, saya sering menggambar menggunakan kapur yang berceceran di lantai. Lama-kelamaan bapak menganggap itu sebuah bakat. Kemudian saya ditempa demi masa depan yang jelas lewat bakat saya tersebut," ungkapnya, Sabtu (21/4).
-
Bagaimana Soeharto bertemu Ibu Tien? Rupanya mereka sudah punya calon. Wanita itu adalah Siti Hartinah. Teman sekelas adik Soeharto, saat sekolah di Wonogiri.
-
Siapa seniman Batak yang dikoleksi Presiden Soekarno? Salah satu karya Nasjah yang cukup terkenal yaitu 'Lestari Fardani' tahun 1958 ini telah dikoleksi oleh Presiden Soekarno pada 1960.
-
Apa pesan lucu Ibu Tien untuk Soeharto? “Jangan memancing ikan yang rambutnya panjang ya.“ kata Ibu Tien jenaka sambil tersenyum. Soeharto yang mendengar itu pun ikut tersenyum. Ikan berambut panjang maksudnya memancing wanita.
-
Bagaimana Soeharto melamar Ibu Tien? Langkah selanjutnya, seperti budaya pada waktu itu, Keluarga Prawiro menanyakan soal rencana perjodohan ini pada seseorang yang dekat dengan keluarga Siti Hartinah. Lamaran Diterima Sesuai dengan perkiraan Ibu Prawiro, ternyata orang tua Siti Hartinah, Pak Soemoeharjomo dan Ibu Hatmanti bersedia menerima perjodohan tersebut.
-
Siapa saja teman Soeharto yang diundang ke Cendana? Soeharto juga mengundang mantan guru mengajinya Kamsiri.Tiga orang dari desa itu khusus diundang ke rumah Presiden di Jalan Cendana.
-
Mengapa Soeharto mengundang teman masa kecilnya ke Cendana? Walau sudah menjadi penguasa Orde Baru, Soeharto ternyata tidak lupa pada temannya saat susah dulu.
Setelahnya, Sabar berulang ikut lomba lukis. Karena kemampuannya menggambar menggunakan kaki dianggap unik, keberadaannya mencuri perhatian publik saat ikut lomba tingkat kota maupun provinsi.
Menapaki usia 8 tahun, bakatnya melukis menggunakan kaki semakin terasah. Saat kelas IV SD, ia dilirik Association of Mouth and Foot Painting Artists (AMFPA) yang selama ini giat mengasah bakat-bakat para difabel di bidang melukis.
"Ternyata bapak saya ngasih izin begitu aja. Harapan orangtua ya biar mapan dan punya pekerjaan tetap," terang pria 39 tahun itu, seraya menambahkan bila ia lalu ikut pameran lukisan AMFPA di Taiwan.
Daya tariknya sebagai pelukis kaki bahkan membuat mendiang Ibu Negara Indonesia, Tien Soeharto, kepincut. Sabar dan rekan-rekannya bertandang ke Cendana Jakarta untuk meminta restu kepada Tien Soeharto.
"Setiap anak diminta buat satu karya. Saya ngasih lukisan pemandangan alam dan Bu Tien memberi kado coretan gambar pepohonan," katanya.
Sabar mengaku masa terberatnya saat bersekolah. Dia berulangkali ditolak karena kondisi tubuhnya dianggap akan merepotkan. Dari total lima sekolah yang disambangi, semuanya kompak menolaknya.
"Saya didaftarkan sekolah umum tapi semuanya menolak. Sempat disarankan ke SLB, tapi karena banyak anak tuna grahita dan takut kalau mental saya terhambat, jadinya ibu saya ngotot masuk ke sekolah umum. Satu-satunya SD yang mau menerima saya hanya SD Kalicacing 2," ucapnya.
"Lalu saya berlanjut ke SMP Negeri 3 dan SMA Negeri 3 sampai kuliah di Stiba Setya Wacana. Itu perjuangan terberat menempuh pendidikan yang layak," sambungnya.
Ia menyatakan jerih payahnya melukis baru bisa membuahkan hasil saat kelas V SD. Arswendo Atmowiloto yang saat masih jadi wartawan juga membeli lukisannya seharga Rp 150 ribu tahun 1990.
Saat ini, selain sibuk melukis untuk AMPFA, yang setahunya harus menyetor 15-20 lukisan, Sabar juga menulis buku dan mendongeng. Anggota AMPFA di Indonesia berasal dari Jakarta, Bandung, Medan, Madiun, Gresik, Bali dan Salatiga. Delapan merupakan pelukis kaki dan seorang pelukis mulut. Dia juga mengelola Galeri Sabar Subardi, yang menjadi tempatnya berpameran sekaligus mengasah kemampuan pelukis muda Salatiga.
Dia mengaku tak ada kesulitan berarti selama melukis. Kendala terbesarnya, jika harus melukis di kanvas berukuran besar. "Kaki saya tidak bisa menjangkau. Selama ini, yang paling besar hanya berukuran 170 centi," ucapnya.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tokoh seniman kondang ini adalah orang pertama yang mengenalkan modernitas seni rupa Indonesia dalam konteks kondisi nyata bangsa Indonesia saat itu.
Baca SelengkapnyaBukan menggunakan kanvas, kuas, dan cat, namun ia membuat lukisan dengan bahan sisa potongan rambut pelanggannya.
Baca SelengkapnyaSBY kembali menghebohkan panggung di gelaran festival musik Pestapora 2024 dengan melukis ditemani oleh Vincent Rompies dan Desta
Baca SelengkapnyaPresiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono menyempatkan waktu untuk melukis pemandangan Gunung Merapi di Kecamatan Selo, Boyolali, Jawa Tengah.
Baca SelengkapnyaPameran yang berjudul "Patung dan Aktivisme" ini menceritakan sejarah kelam bangsa yang terjadi di masa Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi.
Baca SelengkapnyaTukang cukur rambut asal Indonesia mendunia karena kemampuannya menggambar dengan sisa rambut.
Baca SelengkapnyaIa banyak terinspirasi dari objek kehidupan sehari-hari dan banyak belajar dari pelukis-pelukis besar lainnya.
Baca SelengkapnyaLukisan dilelang dalam acara Merajut Persatuan di Taman Ismail Marzuki, ini pemenangnya
Baca SelengkapnyaDisambut dengan hangat, Ini potret Sandiaga Uno sambangi Kabupaten Samosir baru-baru ini.
Baca SelengkapnyaGo Tik Swan tumbuh besar dalam lingkungan pembatik. Karya-karyanya dihargai oleh Keraton Surakarta.
Baca SelengkapnyaMegawati langsung berjalan ke arah Monumen Penghilangan Paksa 1995-66, yang berada di halaman depan Museum Nasional.
Baca SelengkapnyaVincent Rompies dan Desta ikut menemani SBY saat melukis di acara Pestapora. SBY menampilkan karyanya tentang gunung dan senja.
Baca Selengkapnya