Setuju hukuman kebiri, MUI Jabar punya catatan khusus
Merdeka.com - Disahkannya hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak oleh DPR RI disambut baik Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat. Hanya saja, mereka memberi beberapa catatan harus dilakukan mengingat hukuman kebiri benar-benar baru akan diterapkan di Indonesia.
Mayoritas suara di DPR dalam sidang paripurna setuju agar RUU terkait Perppu No.1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi Undang-undang.
Poin penting dalam rapat paripurna kemarin adalah penambahan hukuman pada pelaku kekerasan seksual dengan sanksi kimia. "Undang-undang sekarang ada catatan yakni kebiri kimia. Sifatnya sementara tidak permanen. Kalau tidak permanen sebagai suatu sanksi kejahatan merusak, menurut pandangan saya dibolehkan," kata Ketua Umum MUI Jabar Rachmat Safe'i saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (13/10).
-
Mengapa DPR RI minta pelaku dihukum berat? 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4).
-
Bagaimana DPR RI ingin polisi menangani kasus pelecehan anak? Ke depan polisi juga diminta bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak. Polisi Diminta Dampingi Psikologis Anak dan Istri korban Pencabulan Oknum Petugas Damkar Polisi menangkap SN, pria yang tega melakukan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anaknya sendiri yang berusia 5 tahun. Tidak hanya diminta menghukum berat pelaku, polisi diminta juga mendampingi psikologis korban dan ibunya. 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4). Di sisi lain, Sahroni juga memberi beberapa catatan kepada pihak kepolisian, khususnya terkait lama waktu pengungkapan kasus. Ke depan Sahroni ingin polisi bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak.'Dari yang saya lihat, rentang pelaporan hingga pengungkapan masih memakan waktu yang cukup lama, ini harus menjadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Ke depan harus bisa lebih dimaksimalkan lagi, diprioritaskan untuk kasus-kasus keji seperti ini. Karena korban tidak akan merasa aman selama pelaku masih berkeliaran,' tambah Sahroni.
-
Bagaimana DPR menilai proses hukum Kejagung? Semuanya berlangsung cepat, transparan, tidak gaduh, dan tidak ada upaya beking-membeking sama sekali, luar biasa.
-
Siapa yang DPR minta tindak tegas? Polisi diminta menindak tegas orang tua yang kedapatan mengizinkan anak di bawah umur membawa kendaraan.
-
Apa kata DPR soal tawuran pelajar? 'Kita apresiasi Polres Metro Jakarta Barat yang bekerja dengan sangat sigap, tidak sampai 1x24 jam setelah viral, semua pelaku langsung diamankan. Ini bagus, mereka memang harus ditindak tegas. Karena dari dulu, kasus tawuran ini enggak selesai-selesai, malah makin berani dan nekat.'
-
Bagaimana DPR ingin cegah pelecehan? 'KemenPAN-RB harus segera membuat aturan spesifik demi menghadirkan ruang kerja yang aman bagi para ASN. Aturan-aturan ini penting agar pelecehan yang sebelumnya seringkali dianggap lazim, bisa diberantas dan dicegah. Kita tidak mau lagi ada ruang abu-abu dalam kasus pelecehan ini,' ujar Sahroni dalam keterangan, Senin (25/3).
MUI berpandangan, kebiri kimia di sini tidak menghilangkan hak asasi seseorang dan kehormatannya secara permanen. Artinya kebiri kimia hanya dilakukan sementara sebagai konsekuensi kejahatan yang sudah dilakukan.
"Sanksi dalam hukum Islam ini-kan tidak boleh menghilangkan hak asasi, kehormatan seseorang. Kebiri yang secara mutlak menghilangkan hak tersebut memang haram dalam hadis, artinya jika kebiri permanen-kan itu akan menghilangkan keturunan," ujarnya.
Menurut dia, beberapa negara di belahan dunia juga ada yang menerapkan kebiri kimia sebagai salah satu tindakan tegas terhadap predator seksual. Hukuman itu dinilainya tidak sama sekali menghilangkan hak asasinya. "Jika sementara itu hanya sebagai upaya hukuman," tandasnya.
Hanya saja dia menitikberatkan pada jaminan, Undang-Undang itu benar bahwa kebiri kimia hanya bersifat sementara. Artinya tidak menghilangkan sepenuhnya apa yang sudah diberikan Sang Pencipta.
"Tapi penjaminnya adalah apakah benar permanen atau tidak? Kebiri kimiawi di negara lain sudah dijalankan. Ini ada pro kontra. Nah MUI di sini minta buktikan. Jadi MUI enggak bisa menyebut ini haram, asalkan tidak permanen," tandasnya. (mdk/ang)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Terdapat tujuh poin dibahas dan disepakati DPR terkait RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Baca SelengkapnyaDorongan revisi ini diungkapkan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni
Baca SelengkapnyaKementerian Kesehatan (Kemenkes) menjawab anggapan pemberian kontrasepsi bagi remaja membuka peluang seks bebas bagi pelajar.
Baca SelengkapnyaKeempat anak berinisial VA (6), SP (4), AR (3), AS (1) diduga dibunuh ayah kandungnya.
Baca SelengkapnyaKasus kekerasan seksual di Indonesia hingga saat ini masih marak di lingkungan masyarakat maupun lingkungan pendidikan
Baca Selengkapnya"Setelah 79 tahun merdeka, akhirnya kita memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru sebagai upaya memodernisasi hukum Indonesia," kata Presiden Jokowi.
Baca SelengkapnyaPeristiwa itu telah dilaporkan ke Polres Purworejo pada Juni 2024 dan masih belum ada perkembangan.
Baca SelengkapnyaProsesi hukuman cambuk terhadap sembilan orang terpidana yang berlangsung di halaman Masjid Al-Falah.
Baca SelengkapnyaDPR menilai tidak pantas jika korban rudapaksa dipaksa damai.
Baca SelengkapnyaNasib tragis dialami dua kakak beradik disabilitas di Purworejo. Keduanya jadi korban pencabulan oleh tiga pelaku.
Baca SelengkapnyaPengesahan tersebut dilakukan dalam rapat paripurna DPR ke-19 masa persidangan V tahun sidang 2023-2024 di Kompleks Parlemen Senayan.
Baca Selengkapnya