Terjerat kasus korupsi BPJS, Direktur RS Jeneponto ditahan polisi
Merdeka.com - Saharuddin, direktur RSUD Lanto Daeng Pasewang, Kabupaten Jenepoto yang menjadi tersangka korupsi dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang dikelola rumah sakit yang dipimpinnya itu akhirnya dijebloskan ke tahanan Polda Sulsel. Polisi menyatakan berkas kasusnya telah P21 atau lengkap oleh pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Sulsel, Kombes Polisi Heri Dahana yang dikonfirmasi, Selasa, (19/1) mengatakan, penahanan tersebut dimaksudkan untuk memperlancar penuntasan kasus dugaan korupsi tersebut.
"Tersangka ditahan Senin sore kemarin, (18/1). Selanjutnya kita akan mendalami dugaan keterlibatan pihak lain," kata Heri Dahana seraya menambahkan, baru Saharuddin yang dinyatakan tersangka.
-
Apa kerugian negara akibat korupsi Bansos Jokowi? 'Kerugian sementara Rp125 milyar,' pungkasnya.
-
Bagaimana Kejagung hitung kerugian negara? 'Hari ini temen-temen penyidik sedang berkomunikasi dengan BPKP dan ahli yang lain hari ini. Lagi dilakukan perhitungan, konfrontasi dan diskusi formulasinya seperti apa,' kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana kepada wartawan, Rabu (3/4).
-
Bagaimana Kejagung menentukan kerugian negara? Kejagung akan membebankan kerugian negara senilai Rp300 triliun kepada para tersangka korupsi timah. Keputusan ini adalah hasil ekspos penyidik terhadap kasus ini.
-
Kenapa kerugian negara akibat korupsi timah perlu dihitung? 'Nah itu, seharusnya menjadi bagian dari hak negara, itu sudah menjadi sumber dari kerugian negara kemudian bagaimana menghitung kerugian negaranya? Dampak eksplorasi ini kerusakan lingkungan yang begitu masif dan luas, kita hitung,' pungkas dia.
-
Apa kerugian negara akibat korupsi timah? Sebagaimana diketahui, sejauh ini nilai kerugian negara akibat korupsi tersebut senilai Rp271 triliun.
-
Kenapa kerugian negara dibebankan ke PT Timah? 'Sehingga kewajiban ini melekat ada di PT Timah,' ujar Febri di Jakarta, Kamis, (30/5).
Adapun kasus yang menjerat Saharuddin ini adalah kasus dugaan korupsi dana BPJS yang totalnya Rp 16,5 miliar tahun anggaran 2014. Dari penyidikan, ditemukan penyalahgunaan dana tersebut yang menimbulkan kerugian negara senilai Rp 2,9 miliar berdasarkan perhitungan BPKP Sulsel.
"Pasal yang disangkakan adalah melanggar pasal 2 ayat 1 sub pasal 3 UU RI no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana jo pasal 64 KUHPidana," jelas Heri. (mdk/bal)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Putusannya telah Inkracht atau berkekuatan hukum tetap pada 5 Oktober 2023
Baca SelengkapnyaSebanyak 48 orang saksi diperiksa sebelum penetapan tersangka
Baca SelengkapnyaPolisi berhasil menetapkan seorang tersangka berinisial HC.
Baca SelengkapnyaPengembalian berkas, kata Trunoyudo, dilakukan setelah penyidik melengkapi semua catatan dari jaksa peneliti.
Baca SelengkapnyaSekda Keerom terduga korupsi hingga negara mengalami kerugian sebesar Rp18.201.250.000
Baca SelengkapnyaPenahanan JP menyusul dua rekannya yang pada awal Mei 2024 ditetapkan tersangka.
Baca SelengkapnyaBadan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyampaikan hasil audit, dari Rp271 triliun menjadi Rp300,003 triliun.
Baca SelengkapnyaTersangka Prasetyo mendapatkan imbalan melalui Pejabat Pembuat Komite (PPK) terdakwa Akhmad Afif Setiawan.
Baca SelengkapnyaBPJS Kesehatan mengklarifikasi isu dugaan kerugian sebesar Rp20 triliun dalam penyelenggaraan Program JKN.
Baca SelengkapnyaAksi culasnya itu merugikan negara hingga Rp1.158.628.535
Baca SelengkapnyaKejati Sumut menahan dua tersangka korupsi pengadaan sarana, prasarana bahan, dan alat pendukung Covid-19 di Dinas Kesehatan Sumut pada tahun anggaran 2020.
Baca SelengkapnyaWuriadhi mengungkapkan ketiga tersangka itu yakni HS selaku mantan Pelaksana Tugas (PLT) Sekwan, RH selaku mantan bendahara pengeluaran dan SA selaku PPTK.
Baca Selengkapnya