Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Anggota Panja RKUHP sebut pasal penghinaan Presiden masuk delik aduan

Anggota Panja RKUHP sebut pasal penghinaan Presiden masuk delik aduan Sekjen DPP PPP Arsul Sani. ©2017 merdeka.com/moch andriansyah

Merdeka.com - Anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan UU KUHP, Arsul Sani menegaskan norma dalam pasal penghinaan presiden dan wakil presiden berbeda dengan pasal sekarang yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Perbedaannya terdapat pada delik pidana.

Arsul menjelaskan, dalam pasal penghinaan presiden dan wakil presiden di KUHP sekarang, delik pidananya adalah delik umum. Sedangkan, norma pasal tersebut di RKUHP sekarang yang tengah dibahas adalah delik aduan.

"Yang beda itu sifat deliknya yang tadinya delik umum dan biasa menjadi delik aduan," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/2).

Orang lain juga bertanya?

Pembahasan soal delik pidana penghinaan presiden dan wakil presiden tengah difinalisasi. Jika diputuskan delik pidana masuk dalam delik aduan, kata Arsul, maka penuntutan atas delik penghinaan presiden hanya dilakukan apabila presiden merasa terhina.

"Tapi kita akan batasi karena misalnya kita buka pihak ketiga nanti sama dengan perzinahan tadi. Pihak yang berkepentingan itu siapa? Lawan kemudian membuka terjadi persekusi lah," terangnya.

Selain itu, menurutnya, dalam draf RKUHP dari pemerintah disebutkan pihak yang berhak mengadu adalah yang berkepentingan. Rumusan ini dianggap membuka ruang terjadinya persekusi karena tafsir soal 'pihak yang berkepentingan' belum jelas.

Arsul menambahkan, masuknya pasal penghinaan presiden dalam RKUHP ini mengingat adanya aturan pemidanaan bagi warga yang menghina kepala negara lain yang berkunjung ke Indonesia.

"Kalau menghina kepala negara lain saja dipidana masa menghina kepala negara sendiri boleh kan enggak matching," jelas Arsul.

Namun berbagai elemen masyarakat, kata Arsul, meminta Panja agar membuat pasal penghinaan presiden tidak 'karet'. Sehingga menutup ruang bagi penegak hukum menafsirkan bentuk penghinaan terhadap penguasa secara sembarangan.

"Tapi concern dari berbagai elemen masyarakat harus diadress agar enggak jadi pasal karet," tegasnya.

Sebagai informasi, pasal penghinaan pada Presiden dan Wakil Presiden terdapat di dua pasal RKUHP yakni pasal 263 dan 264. Pasal 263 ayat (1) berbunyi "Setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV".

Lalu ayat (2) Pasal 263 berbunyi "Tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum, demi kebenaran, atau pembelaan diri".

Kemudian di pasal 264 berbunyi, "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman, sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana tekonologi informasi, yang berisi penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dengan maksud agar pasal penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak kategori IV".

(mdk/dan)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Aturan Sanksi Pejabat Daerah dan TNI/Polri Tak Netral di Pilkada Digugat ke MK
Aturan Sanksi Pejabat Daerah dan TNI/Polri Tak Netral di Pilkada Digugat ke MK

Majelis hakim panel memberikan waktu 14 hari kepada pemohon untuk menyempurnakan permohonannya.

Baca Selengkapnya
Anwar Usman Tertawa Tanggapi Laporan ke KPK karena Dugaan Nepotisme
Anwar Usman Tertawa Tanggapi Laporan ke KPK karena Dugaan Nepotisme

Anwar Usman menjawab laporan Tim Pembela Demokrasi Indonesia terkait dugaan nepotisme.

Baca Selengkapnya
Apakah Mahkamah Konstitusi Bisa Jadi Objek Hak Angket DPR?
Apakah Mahkamah Konstitusi Bisa Jadi Objek Hak Angket DPR?

Pakar tata negara menilai ada celah untuk mengajukan hak angket namun objeknya harus diubah.

Baca Selengkapnya
Bawaslu Pastikan Jerat Pidana Paslon Ucapkan Hinaan, TKN: Sama Sekali Tak Singgung Pak Prabowo
Bawaslu Pastikan Jerat Pidana Paslon Ucapkan Hinaan, TKN: Sama Sekali Tak Singgung Pak Prabowo

Ancaman pidana itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu)

Baca Selengkapnya
MK Tegaskan Anwar Usman Dilarang Ikut Sidang Sengketa Pilpres dan PSI
MK Tegaskan Anwar Usman Dilarang Ikut Sidang Sengketa Pilpres dan PSI

Hakim Konstitusi Arsul Sani juga tidak ikut PHPU Pileg untuk PPP.

Baca Selengkapnya
Ucap Sumpah Jabatan di Depan Jokowi, Asrul Sani Resmi jadi Hakim MK
Ucap Sumpah Jabatan di Depan Jokowi, Asrul Sani Resmi jadi Hakim MK

Asrul Sani mengucapkan sumpah dan janji sebagai hakim MK di hadapan Jokowi

Baca Selengkapnya
MK Ubah UU Pemilihan Kepala Daerah, Pejabat Daerah dan TNI-Polri Tak Netral Kini Bisa Dipidana
MK Ubah UU Pemilihan Kepala Daerah, Pejabat Daerah dan TNI-Polri Tak Netral Kini Bisa Dipidana

Tidak netral yang dimaksud adalah membuat keputusan maupun tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon pilkada.

Baca Selengkapnya
MK Minta Judul Gugatan Kaesang Dilarang Jadi Gubernur Dihapus, Dinilai Tak Etis dan Provokatif
MK Minta Judul Gugatan Kaesang Dilarang Jadi Gubernur Dihapus, Dinilai Tak Etis dan Provokatif

Jadi selain berhukum berdasarkan rule of law, seluruh warga negara juga mesti memegang teguh rule of etik.

Baca Selengkapnya
16 Guru Besar Hukum Minta MKMK Pecat Anwar Usman
16 Guru Besar Hukum Minta MKMK Pecat Anwar Usman

Permintaan belasan guru besar hukum ini buntut putusan batas usia capres-cawapres.

Baca Selengkapnya
Jadi Hakim MK, Arsul Sani Sudah Mundur dari PPP dan DPR
Jadi Hakim MK, Arsul Sani Sudah Mundur dari PPP dan DPR

Sesuai aturan hakim MK tak boleh menjadi anggota maupun pengurus partai politik

Baca Selengkapnya
MK Bahas Posisi Arsul Sani Tangani Gugatan Pemilu 2024
MK Bahas Posisi Arsul Sani Tangani Gugatan Pemilu 2024

MK bakal menggelar Rapat Permusyawakaratan Hakim untuk membahas posisi Arsul Sani.

Baca Selengkapnya