Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Dinilai multitafsir, DPR diminta tak godok pasal penghinaan presiden

Dinilai multitafsir, DPR diminta tak godok pasal penghinaan presiden Diskusi bahas pasal penghinaan presiden. ©2018 Merdeka.com/Yanti

Merdeka.com - Para pakar hukum meminta agar DPR menghentikan pembahasan Pasal 134 dalam revisi UU KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang mengatur tentang penghinaan terhadap pemerintah dan termasuk penyerangan kepada Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 134 ini pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006 dalam surat putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006. Dengan putusan itu maka Pasal 134 itu dinilai inkonstitusional.

"Sebaiknya kalau bisa dihentikan, hentikan saja sekarang. Banyak pasal yang dinegosiasikan dengan cara-cara yang menurut saya dangkal, tidak membahas esensi hukum pidana itu," kata pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti saat diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (3/2).

Orang lain juga bertanya?

Bivitri menyampaikan jika sebuah pasal telah ditetapkan oleh MK sebagai inkonstitusional maka tidak boleh dilegislasi ulang karena MK adalah the guardian of constitution yang bertugas di negara ini. Jika pembahasan Pasal 134 ini dilanjutkan, maka DPR dinilai abai terhadap putusan MK.

Di beberapa negara pasal penghinaan terhadap kepala negara ini tak lagi digunakan. Biasanya pasal ini diterapkan di negara-negara dengan sistem monarki. Tapi dari berbagai negara di dunia yang masih menerapkan sistem monarki, hanya Thailand yang masih menerapkan pasal ini.

Bahkan di negara asal yang menciptakan model hukum seperti Belanda dan Prancis, pasal ini tak dipakai lagi. Salah satu pertimbangannya karena peradaban dinilai telah berubah. Pasal ini juga bisa menjerat orang yang tak bermaksud menghina presiden atau wakil presiden tapi menggunakan hak konstitusionalnya untuk memprotes kebijakan kepala negara.

Pendapat yang sama disampaikan Ahli Hukum Pidana, Hery Firmansyah Yasin. Ia meminta agar pembahasan Pasal 134 ini juga dihentikan. "Saya rasa harus dihentikan karena pasal ini bisa menimbulkan multi tafsir," jelasnya.

Jika pembahasan Pasal 134 dilanjutkan maka dapat menimbulkan ketidakpastian hukum di masyarakat. Pasal ini juga menurutnya lebih banyak menimbulkan mudarat atau dampak negatif.

Pejabat yang dipilih masyarakat dan kemudian mendapat kritik merupakan paket komplit seorang pejabat publik. "Pejabat publik harus siap dikritik dan kita harus bisa membedakan mana yang terkait dengan kritik mana yang terkait dengan penghinaan dan ini perlu memberikan pemahaman hukum yang baik dulu. Sehingga ketika diberlakukan ini tidak menimbulkan kegaduhan dan tidak merugikan masyarakat secara umum," paparnya.

(mdk/rzk)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
PDIP: Pembahasan Materi Muatan RUU Pilkada Cacat
PDIP: Pembahasan Materi Muatan RUU Pilkada Cacat

Hal itu dikatakan Masinton menanggapi pembahasan RUU Pilkada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang berlangsung kilat.

Baca Selengkapnya
DPR Kebut RUU Pilkada Usai MK Ubah Aturan Main, Begini Pesan Mendalam Anies Baswedan
DPR Kebut RUU Pilkada Usai MK Ubah Aturan Main, Begini Pesan Mendalam Anies Baswedan

Hari ini, DPR menggelar rapat untuk mengebut Revisi UU Pilkada untuk mengesahkan aturan baru Pilkada.

Baca Selengkapnya
Masinton PDIP Protes RUU Pilkada: Kita Bisa Akali Aturan dengan Buat Aturan, tapi Kebenaran Tak Bisa Dibutakan!
Masinton PDIP Protes RUU Pilkada: Kita Bisa Akali Aturan dengan Buat Aturan, tapi Kebenaran Tak Bisa Dibutakan!

PDIP menilai, pembahasan RUU Pilkada mengabaikan suara masyarakat.

Baca Selengkapnya
Yenny Wahid Kutip Ucapan Gus Dur: DPR Seperti Taman Kanak-Kanak
Yenny Wahid Kutip Ucapan Gus Dur: DPR Seperti Taman Kanak-Kanak

Yenny Wahid turut menolak RUU Pilkada. Dia memprotes sikap DPR merevisi UU Pilkada lewat sebuah postingan di akun Instagram @yennywahid.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Simsalabim! Baleg Ngebut Bawa RUU Pilkada Ke Paripurna, PDIP Keras
VIDEO: Simsalabim! Baleg Ngebut Bawa RUU Pilkada Ke Paripurna, PDIP Keras "Kita Tahu Untuk Siapa!"

PDIP menilai, pembahasan RUU Pilkada mengabaikan suara masyarakat.

Baca Selengkapnya
Baleg DPR Gelar Rapat Revisi UU Pilkada, Begini Reaksi Hakim MK
Baleg DPR Gelar Rapat Revisi UU Pilkada, Begini Reaksi Hakim MK

Rapat yang digelar ini diketahui hanya beda sehari pascaputusan MK terkait Pilkada.

Baca Selengkapnya
Apakah Mahkamah Konstitusi Bisa Jadi Objek Hak Angket DPR?
Apakah Mahkamah Konstitusi Bisa Jadi Objek Hak Angket DPR?

Pakar tata negara menilai ada celah untuk mengajukan hak angket namun objeknya harus diubah.

Baca Selengkapnya
DPR dan Menkumham Kompak Bantah Anulir Putusan MK: Ketika Ada Hukum Baru, Hukum Lama Tak Berlaku
DPR dan Menkumham Kompak Bantah Anulir Putusan MK: Ketika Ada Hukum Baru, Hukum Lama Tak Berlaku

Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi mengklaim DPR dan pemerintah justru telah mengadopsi sebagian putusan MK

Baca Selengkapnya
MKMK Sebut Baleg DPR Lakukan Pembangkangan Konstitusi Terhadap Putusan MK
MKMK Sebut Baleg DPR Lakukan Pembangkangan Konstitusi Terhadap Putusan MK

Badan legislatif (Baleg) DPR RI sepakat, Revisi Undang-undang (UU) Pilkada dibawa ke rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi UU

Baca Selengkapnya
Mahfud MD Respons Usulan Hak Angket MK: Kalau Menurut Aturan Angket Untuk Pemerintah, Tapi Silakan Aja
Mahfud MD Respons Usulan Hak Angket MK: Kalau Menurut Aturan Angket Untuk Pemerintah, Tapi Silakan Aja

Mahfud menyebut jika DPR tetap ngotot mengajukan hak angket, butuh improvisasi siapa yang akan diangket.

Baca Selengkapnya
Ikut Vote Setuju di Baleg, Kini PKS 'FOMO' Dukung Pendemo Tolak RUU Pilkada
Ikut Vote Setuju di Baleg, Kini PKS 'FOMO' Dukung Pendemo Tolak RUU Pilkada

PKS menyebut keputusan DPR membatalkan revisi UU Pilkada sesuai dengan suara dan tuntutan rakyat.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Keras Muhammadiyah Kecam DPR Bahas RUU Pilkada
VIDEO: Keras Muhammadiyah Kecam DPR Bahas RUU Pilkada "Timbulkan Masalah Serius"

Menurut Abdul, langkah DPR dan Pemerintah menimbulkan masalah serius.

Baca Selengkapnya