Isu Demokrat & PAN Gabung Koalisi, TKN Sebut Belum Bahas Soal Jatah Menteri
Merdeka.com - Dua partai pendukung Prabowo-Sandiaga, PAN dan Demokrat berada di persimpangan jalan. Kedua partai tersebut santer diisukan bakal merapat ke koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin. BPN Prabowo menyindir Demokrat kebelet dapat jatah menteri dengan menghembuskan isu pembubaran koalisi.
Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf Amin Arsul Sani mengatakan urusan bagi-bagi menteri menjadi urusan Jokowi. Dia memastikan belum ada pembahasan soal jatah menteri di tataran koalisi Jokowi.
"Itu tanyanya ke Jokowi dong, masa tanyanya sama kita. Jadi yang bisa saya jawab begini, ketika partai-partai yang 9 itu, kemudian belakangan PBB, kami sampai sekarang enggak pernah bicara mengenai portofolio kementerian. Benar, suwer deh," ucap Arsul di Posko Cemara, Jakarta, Senin (10/6).
-
Kenapa Jokowi tidak ikut campur dalam kabinet? 'Presiden Jokowi fokus bekerja untuk menuntaskan agenda pemerintahan dan pembangunan sampai akhir masa jabaotan 20 Oktober 2024,' kata Ari kepada wartawan, Senin (25/3).
-
Kenapa bukber Kabinet Jokowi tidak dihadiri semua menteri? Sangat terbatas, tidak semua menteri hadir termasuk dari PDIP, PKB dan NasDem.
-
Apa yang dibahas Jokowi dengan Parmusi? Dalam pertemuan itu, Jokowi membahas mengenai pemilu 2024 dan masalah Rempang.
-
Siapa yang tidak disalami oleh Jokowi? Dalam video yang merekam momen tersebut, terlihat Try Sutrisno telah bersiap menyambut Presiden Jokowi yang menyalami tamu undangan satu pe rsatu. Saat itulah Jokowi melewati Try Sutrisno tanpa memberi salam sebagaimana Jokowi kepada para wakil presiden sebelumnya.
-
Siapa saja yang tidak hadir di bukber Kabinet Jokowi? Sangat terbatas, tidak semua menteri hadir termasuk dari PDIP, PKB dan NasDem.
-
Apa yang dibicarakan Jokowi dengan PKB? Menurut dia, Jokowi memuji raihan suara PKB dalam Pileg 2024.
Sekjen PPP ini mengaku sempat bertanya kepada ketua umum partainya, Suharso Monoarfa terkait pembahasan pos menteri yang akan diberikan saat bertemu Jokowi. Menurut Arsul, Suharso menjawab belum ada pembahasan terkait hal tersebut.
"Saya tanya, kan beberapa waktu yang lalu para ketum kecuali yang ada di luar negeri, bertemu dengan Pak Presiden. Saya tanya kepada ketum saya, Pak Ketum, sudah ada belum pembicaraan kita mendapat berapa kementerian dan apa saja posnya? Kata Pak Ketum saya, enggak. Tetap dengan Pak Jokowi itu kita bicara apa sih harapannya PPP yang harus menjadi streching pemerintahan periode kedua," jelas Arsul.
Namun, Dia tak menampik jika PPP meminta penambahan jatah kursi menteri seperti anggota koalisi Jokowi yang lain. Hanya saja, PPP belum menawarkan nama-nama kader untuk diplot sebagai menteri ke Jokowi.
"Kalau kami, ngarep kan boleh, bertambah. Tetapi kami juga enggak mau buru-buru mengajukan nama. Wong dikasih tahu posnya apa saja belum. Masak terus mengajukan Arsul Sani. Padahal pos yang ditawarkan itu Menteri Pemberdayaan Perempuan, kan celaka nanti," ujar dia.
Di lain hal, Arsul beranggapan, usulan koalisi dibubarkan tak perlu ditindaklanjuti. Ada tidaknya koalisi akan ditentukan oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
"Tapi ini semua, kewenangannya ada pada Presiden terpilih dan dibantu oleh Wakil Presiden terpilih. Hanya tentu nanti secara politiknya, tentu nanti Presiden punya pemikiran misalnya untuk menambah, tentu pasti presiden akan bicara dengan parpol koalisi yang sudah ada untuk mendapatkan pandangan," kata Arsul.
Arsul mengakui, setiap koalisi memiliki dinamikanya sendiri, semisal berbeda pandangan. Akan tetapi, dia menilai koalisi Jokowi sudah menemukan 'chemistry' selama setahun belakangan bekerja bersama di Pilpres.
"Karena kalau dari sisi parpol koalisinya sendiri, persoalannya adalah ini kan koalisi yang sudah terbentuk selama satu tahun lebih. Chemistry-nya itu sudah ada, meskipun kami beda-beda. Kadang-kadang ada juga tengkar-tengkarnya, PPP dengan PSI, PSI sama Golkar, yang selalu jadi naughty boy kan PSI. Tapi kami ada chemistry itu," ungkap Arsul.
Oleh karenanya, dia mengingatkan partai-partai pendukung Jokowi ke depan kompak dan tak bersikap seperti oposisi. Segala perbedaan di koalisi diharapkan diselesaikan secara internal.
"Kita enggak mau ke depan ada partai koalisi, dia ikut dalam pemerintahan. Tapi suaranya di DPR kayak oposisi atau bahkan lebih oposisi daripada oposisi seperti pada pemerintahan Pak SBY dulu itu loh. Kita enggak mau seperti itu, enggak fair. Tidak berarti harus membebek. Tapi kalau ada beda, ya harus kita perdebatkan di dalam," pungkas Arsul.
Reporter: Putu Merta Surya Putra
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Gerindra mengakui sejauh ini isu-isu tentang kabinet Prabowo-Gibran masih sebatas aspirasi.
Baca SelengkapnyaPembahasan jatah kursi menteri kemungkinan bakal dilakukan usai sidang sengketa Pemilu di MK.
Baca SelengkapnyaPertemuan Ketum Nasdem Surya Paloh dan Presiden Jokowi tidak membahas pencapresan Anies Baswedan
Baca SelengkapnyaPKS mengaku tidak menargetkan dapat jatah kursi menteri di kabinet Prabowo-Gibran mendatang
Baca SelengkapnyaAlasan tidak membahas hak angket, lantaran PPP masih rentan tak lolos ambang batas parlemen.
Baca SelengkapnyaPaloh menyebut tidak ada pembicaraan saat itu tentang Demokrat gabung ke pemerintahan
Baca SelengkapnyaAHY mengaku saat ini sedang fokus bekerja sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN.
Baca SelengkapnyaCak Imin menegaskan, PKB saat ini pada posisi menunggu arahan dari Prabowo sebagai presiden terpilih perihal kursi menteri.
Baca SelengkapnyaDia yakin kalau PKS akan berperan dalam pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang.
Baca Selengkapnya