Jokowi Didesak Tarik Pembahasan RUU KUHP dan Omnibus Law di DPR
Merdeka.com - Di tengah pandemi virus corona atau Covid-19, pemerintah dan DPR masih ngebet menyelesaikan RUU KUHP, Omnibus Law hingga Pemasyarakatan. Padahal, pemerintah sudah menetapkan status darurat kesehatan dan mengeluarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari meminta pemerintah menunda pembahasan UU yang masih menjadi pro dan kontra tersebut. Caranya, pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) berinisiatif untuk menarik kembali persetujuan pembahasan RUU tersebut bersama DPR.
"Mudah kok, pemerintah harus menarik kembali persetujuan mereka untuk melakukan pembahasan bersama sehingga kemudian upaya pembahasan RUU KUHP dan Omnibus Law serta Pemasyarakatan itu bisa ditunda," kata Feri saat dihubungi merdeka.com, Senin (6/4).
-
Kenapa DPR pentingkan target RPJMN 2020-2024? 'Asumsi dan sasaran pembangunan yang kita bahas hari ini sangatlah menentukan apakah kita bisa mengejar target pertumbuhan ekonomi, inflasi, target pengurangan tingkat pengangguran, hingga pengurangan kemiskinan yang ditargetkan dalam RPJMN.
-
Aturan apa yang DPR dorong? Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mendorong Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) untuk membuat aturan yang bisa mencegah terjadinya kasus pelecehan seksual di kalangan aparatur sipil negara (ASN).
-
Bagaimana DPR memastikan target RPJMN tercapai? Hal ini tentu berimplikasi pada intervensi yang perlu dilakukan, terutama indikator mana saja yang perlu extra effort untuk mencapainya,' kata Puteri.
-
Bagaimana LPDUK berbenah setelah pandemi? Sesuai arahan Menpora Dito Ariotedjo, LPDUK mencoba melakukan transformasi dengan menjadi lembaga yang lebih progresif dan mendukung ekosistem Industri Olahraga sebagai bagian dari DBON.
-
Apa yang sedang dilakukan Kementerian ATR/BPN? Kementerian ATR/BPN telah menyelamatkan aset-aset negara melalui program sertifikasi tanah aset dengan estimasi nilai yang terselamatkan mencapai ± Rp643,9 triliun.
-
Kenapa DPR ingin Kemenpan RB buat aturan khusus? 'KemenPAN-RB harus segera membuat aturan spesifik demi menghadirkan ruang kerja yang aman bagi para ASN. Aturan-aturan ini penting agar pelecehan yang sebelumnya seringkali dianggap lazim, bisa diberantas dan dicegah. Kita tidak mau lagi ada ruang abu-abu dalam kasus pelecehan ini,' ujar Sahroni dalam keterangan, Senin (25/3).
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas ini menyayangkan sikap pemerintah yang tidak sejalan terhadap pembahasan sejumlah RUU di DPR dengan penaggulangan Covid-19. Pemerintah sudah memutuskan melakukan PSBB untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Namun di sisi lain, pemerintah menghadiri rapat paripurna yang digelar DPR pada pekan lalu.
"Itu kan tidak sinkron. Mestinya dengan langkah PSBB dan mengumumkan kondisi darurat kesehatan pemerintah juga menunda hal-hal, pertemuan-pertemuan atau rapat-rapat dengan DPR. Dan meminta DPR untuk tidak mengadakan pembahasan dalam bentuk apapun di tengah kondisi bencana ini," tegasnya.
Seharusnya, lanjut Feri, anggaran persidangan di DPR dialihkan untuk penanganan Covid-19 yang semakin merebak di Indonesia. Dengan begitu, pemerintah terbantu dalam pengalokasian anggaran.
Pemerintah sendiri mengalokasikan anggaran sebesar Rp 62,3 triliun untuk penanganan Covid-19. Anggaran ini berasal dari realokasi APBN, baik yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga di pusat maupun daerah.
"Mestinya kalau betul-betul peduli pada publik realokasikan anggaran dan tidak ada lagi sidang-sidang DPR karena uang itu bisa digunakan untuk penanggulangan bencana," ujarnya.
RKUHP dan Omnibus Law Tidak Urgen
Hal yang sama disampaikan Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah. Trubus mengatakan, pembahasan RUU KUHP dan Omnibus Law harus ditunda hingga penanganan Covid-19 selesai. Alasannya, RUU KUHP dan Omnibus Law masih jadi perdebatan publik dan tidak mendesak.
"Pembahasan ini harus ditunda, karena belum urgensi. Urgensinya itu belum signifikan karena kondisi kita lagi konsentrasi ke pandemi ini," ujarnya.
Trubus juga khawatir bila pembahasan RUU KUHP dan Omnibus Law tetap dilanjutkan akan terjadi penyelundupan hukum. Sebab, di tengah gempuran Covid-19, konsentrasi masyarakat sepenuhnya mengarah ke wabah virus asal Wuhan, China itu sehingga tidak ada partisipasi publik dalam mengawasi pembahasan RUU tersebut.
"Harusnya ada partisipasi publik. Jadi kalau DPR itu terus melakukan pembahasan, ya menurut saya melukai hati masyarakat," ucap dia.
Ia menuturkan, sebagai wakil rakyat DPR seharusnya bertanggung jawab dalam menekan kasus Covid-19. Anggota DPR harus turun ke dapil masing-masing untuk mengedukasi masyarakat soal langkah-langkah pencegahan terhadap wabah yang menyerang sistem pernapasan itu. Bukan justru mengebut pembahasan RUU kontroversial.
"Karena dia duduk di situ kan dipilih oleh dapil, konstituennya. Harusnya bertanggung jawab dia, bukan enak-enak seperti itu," katanya.
Selain mengedukasi masyarakat, DPR juga harus mengawasi dana stimulus Rp405,1 triliun yang digelontorkan pemerintah agar tetap sasaran. Jangan sampai anggaran tambahan untuk penanganan Covid-19 itu jadi bancakan partai politik atau pengusaha.
"Uang Rp405 triliun itu bukan uang pribadi, bukan uang nenek moyang tapi uang masyarakat dan negara. Harusnya tugas DPR itu mengawasi memastikan anggaran itu samppai tepat sasaran," pungkas Trubus.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menkumham Yasonna Laoly menyebut, pembahasan RUU Perampasan Aset masih menjadi prioritas pemerintah.
Baca SelengkapnyaJokowi menghargai langkah cepat DPR yang membatalkan untuk merevisi undang-undang Pilkada.
Baca SelengkapnyaRapat tersebut menghasilkan keputusan setuju atas RUU Pilkada sehingga layak untuk dibawa ke rapat paripurna yang dijadwalkan pada Kamis ini.
Baca SelengkapnyaSaat ini MK fokus pada persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pemilihan legislatif 2024.
Baca SelengkapnyaKendati demikian, pemerintah menilai beberapa daftar inventarisasi masalah (DIM) yang disampaikan saat itu sudah tidak relevan.
Baca SelengkapnyaJokowi meyakini hal ini dapat memberikan efek jera untuk para koruptor dan mengembalikan kerugian negara.
Baca Selengkapnya"Enggak ada, pikiran saja enggak ada, masa (terbitkan Perppu Pilkada)," kata Jokowi kepada wartawan di Hotel Kempinski Jakarta Pusat, Jumat (23/8).
Baca SelengkapnyaBanyak tantangan yang bakal dihadapi bila keuangan negara tak digodok matang.
Baca SelengkapnyaPuan menyebut, untuk membahas undang-undang harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi berharap Indonesia tidak lagi kekurangan tenaga dokter spesialis.
Baca SelengkapnyaSupres RUU Perampasan Aset sudah dikirimkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada awal Mei 2023.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menekankan pentingnya Undang-Undang Perampasan Aset. Namun, belum ada kejelasan mengenai kelanjutan pembahasan RUU ini di DPR.
Baca Selengkapnya