Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Memahami Penyebab Marak Kepala Daerah Tersangkut Korupsi

Memahami Penyebab Marak Kepala Daerah Tersangkut Korupsi Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi terjaring OTT KPK. ©Liputan6.com/Faizal Fanani

Merdeka.com - Kepala daerah dalam pusaran kasus korupsi masih marak terjadi. Terbaru, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi diduga terlibat tindak pidana suap pengadaan barang jasa dan jual beli jabatan di Pemkot Bekasi. Kasus itu kini tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam catatan KPK pada Oktober 2021 lalu, sebanyak 22 gubernur sudah dijerat lantaran terlibat korupsi. Sementara kepala daerah setingkat bupati dan wali kota sudah 122 orang yang dijerat KPK dari 542 pemerintahan kota/kabupaten.

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan, penyebab kepala daerah, anggota legislatif hingga pejabat pemerintahan ditangkap lembaga antirasuah disebabkan pelbagai hal. Salah satunya terkait biaya politik yang mahal.

"Soal banyaknya pejabat pemerintahan dan juga anggota legislatif baik di pusat maupun di daerah itu, termasuk kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi penyebabnya sebetulnya sudah sama-sama kita ketahui, yakni penyebab yang sistemik. Biaya politik yang mahal itu hanya salah satunya," ujar Arsul, Kamis (6/1).

Arsul mengusulkan pembenahan ke depan dengan langkah yang sistemik. Salah satu perubahan yang menyangkut hal tersebut adalah mengenai Pilkada langsung.

Menurut Arsul, perlu dikaji kembali Pilkada asimetris. Yaitu pilkada yang tidak seluruh daerah menggelar pilkada langsung. Ada daerah yang kepala daerah dipilih oleh DPRD.

"Langkah sistemik tentu menyangkut perubahan sejumlah hal, antara lain soal Pilkada langsung. Menurut saya ide atau gagasan Pilkada asimetris itu perlu dikaji lebih dalam untuk kita terapkan," ujarnya.

"Artinya tidak semua daerah bisa Pilkada langsung. Perlu ada parameter agar daerah tersebut dalam memilih kepala daerahnya dengan langsung atau oleh DPRD," kata wakil ketua umum PPP ini.

Tingkat korupsi di daerah itu bisa menjadi parameter apakah pilkada digelar secara langsung atau tidak. Daerah yang korupsinya tinggi bisa digelar Pilkada tidak langsung.

"Parameter ya ya bisa bermacam-macam termasuk penilaian tingkat korupsinya. Atau misalnya jika ada korupsi di daerah tersebut yang masih tinggi tingkatannya maka iya daerah tersebut tidak bisa Pilkada langsung," kata Arsul.

Politik Berbiaya Tinggi

Sementara, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadil Ramadhani menilai, berulangnya kasus korupsi kepala daerah ini bisa disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, mengkonfirmasi perbaikan sistem dan pelajaran dari kasus-kasus serupa masih belum terjadi.

"Sistem yang masih menyisakan ruang bagi kepala daerah untuk melakukan praktik korupsi," kata Fadil.

Berikutnya, adalah faktor personal dari kepala daerah itu sendiri. Penyebabnya karena integritas personal seorang pemimpin tersebut.

Menurutnya, solusi untuk mencegah kepala daerah korupsi adalah membangun sistem pemerintahan daerah yang lebih memperkecil korupsi.

"Kemudian juga menelusuri alasan kepala daerah untuk korupsi. Salah satunya politik biaya tinggi," kata Fadil.

Pengawasan Kurang Maksimal

Sedangkan, Peneliti Transparency International Indonesia Alvin Nicola mengatakan, penyebab maraknya kepala daerah korupsi menegaskan bahwa pemberantasan korupsi masih seringkali meninggalkan 'residual risk'. Yaitu risiko-risiko yang tetap termanifes meski ada efek kejut penegakan hukum seperti misalnya OTT.

"Hal ini karena kultur dan perangkat birokrasi daerah itu sifatnya tidak dinamis, jadi meskipun kepala daerahnya hilang, birokrasi di bawahnya stagnan. Kerja pengawasan yang dilakukan APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah) misalnya juga masih dipandang tidak maksimal," tuturnya.

Kedua, adalah faktor patronase politik. Ada kecenderungan bahwa kelindan jaringan antara politisi, birokrasi dan pengusaha tetap kuat walaupun basis elektoralnya antara petahana maupun cakada baru berbeda. Pada akhirnya, sistem pengawasan yang kurang berkualitas tidak mampu membendung banjir konflik kepentingan, siapapun kepala daerahnya.

Menurut Alvin, faktor individual atau personal lebih kecil dibandingkan sumbangan dari faktor kelompok yaitu patronase politik.

"Cara yang bisa dan perlu didorong adalah pembenahannya harus dimulai oleh partai dengan benar-benar serius melakukan demokratisasi internal. Kedua, memperkuat kewenangan dari Inspektorat di Pemda yang tidak dibawah posisinya dari kepala daerah," pungkasnya.

(mdk/ray)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kejagung Bongkar Tren Pelanggaran Pilkada, Kepala Desa Kerap Untungkan Petahana
Kejagung Bongkar Tren Pelanggaran Pilkada, Kepala Desa Kerap Untungkan Petahana

Kepala desa biasanya memiliki hubungan dengan petahana sehingga dapat mendobrak atau mengurangi suara politisi tersebut.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Eks Kapolri Tito: Lebih Mudah Tangkap Koruptor Daripada Teroris, Sadap Saja HP-nya
VIDEO: Eks Kapolri Tito: Lebih Mudah Tangkap Koruptor Daripada Teroris, Sadap Saja HP-nya

Menurut Tito, para koruptor lebih mudah ditangkap daripada mencari keberadaan teroris maupun pengedar narkoba.

Baca Selengkapnya
Kabareskrim Akui Masih Ada Polisi yang Punya Sifat Koruptif
Kabareskrim Akui Masih Ada Polisi yang Punya Sifat Koruptif

Wahyu mengklaim bakal menyelesaikan masalah polisi korupsi.

Baca Selengkapnya
Komisi III DPR Minta Polisi Bongkar Aktor Utama Pinjol di Sulsel yang Libatkan Puluhan Orang
Komisi III DPR Minta Polisi Bongkar Aktor Utama Pinjol di Sulsel yang Libatkan Puluhan Orang

Polisi butuh waktu untuk memilah korban dari masing-masing pelaku karena banyaknya barang bukti

Baca Selengkapnya
Blak-blakan Kepala BPKP Bongkar 'Ladang Korupsi' Kepala Daerah, Berawal dari Rancangan Anggaran
Blak-blakan Kepala BPKP Bongkar 'Ladang Korupsi' Kepala Daerah, Berawal dari Rancangan Anggaran

Mengakali anggaran jadi modus yang kerap dilakoni para kepala daerah untuk 'melipat' anggaran negara.

Baca Selengkapnya
Kabareskrim: Ada Kades Kumpulkan Dana Desa untuk Plesiran
Kabareskrim: Ada Kades Kumpulkan Dana Desa untuk Plesiran

Wahyu menilai, penyelewengan dana desa ini diakibatkan para kepala desa tak memiliki pengetahuan yang memadai.

Baca Selengkapnya
Anies Singgung Korupsi di Sektor Pendidikan: KPK Hanya Menangani Kasus-Kasus Besar
Anies Singgung Korupsi di Sektor Pendidikan: KPK Hanya Menangani Kasus-Kasus Besar

Anies menilai, masih banyak pegawai pemerintahan yang gaji bulanannya terlalu rendah.

Baca Selengkapnya
Jaksa Agung ke Kajari di Rakornas Sentul: Hati-hati Penanganan Korupsi Kepala Desa
Jaksa Agung ke Kajari di Rakornas Sentul: Hati-hati Penanganan Korupsi Kepala Desa

Karena saat menjabat, seorang kepala daerah mendadak akan mengelola uang hingga Rp1-2 miliar setiap tahun.

Baca Selengkapnya
Kasus-kasus Korupsi di Indonesia yang Tak Masuk di Akal, Benar-benar Kebangetan
Kasus-kasus Korupsi di Indonesia yang Tak Masuk di Akal, Benar-benar Kebangetan

Kasus Korupsi di Indonesia memang sudah banyak diungkap dalam kurun waktu yang panjang.

Baca Selengkapnya
Deretan Gubernur Terjerat Korupsi, Terbaru Abdul Gani Terjaring OTT KPK
Deretan Gubernur Terjerat Korupsi, Terbaru Abdul Gani Terjaring OTT KPK

Selain Abdul Gani, berikut daftar panjang gubernur yang terjerat dalam kasus korupsi

Baca Selengkapnya
VIDEO: Tito Depan Kepala Daerah, Banyak Wakil Senang Kalau Ketuanya Ditangkap
VIDEO: Tito Depan Kepala Daerah, Banyak Wakil Senang Kalau Ketuanya Ditangkap

Tito kemudian menyinggung ketika kepala daerah ditangkap korupsi, maka wakilnya akan senang.

Baca Selengkapnya
OTT KPK di Kalsel, Empat Orang Ditangkap Pakai Rompi Tahanan Jalani Pemeriksaan
OTT KPK di Kalsel, Empat Orang Ditangkap Pakai Rompi Tahanan Jalani Pemeriksaan

KPK belum menjelaskan lebih lanjut mengenai identitas empat orang tersebut.

Baca Selengkapnya