Pakar hukum sebut kekuatan massa tak bisa gulingkan Presiden Jokowi
Merdeka.com - Aksi unjuk rasa puluhan ribu orang terkait kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama disebut-sebut ditunggangi sejumlah pihak yang ingin menjatuhkan atau Impeachment Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, Jokowi dituding melindungi Ahok, sapaan Basuki dari jeratan hukum.
Namun, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengungkapkan hal itu akan sulit terwujud mengingat partai politik di parlemen mayoritas sudah memberikan dukungan terhadap Jokowi. Menurut dia, kekuatan massa (people power) seperti aksi unjuk rasa tidak bisa untuk menggulingkan Jokowi sebagai orang nomor satu di republik ini.
"Iya (tidak mudah menggulingkan Jokowi), itu saya kira berlebihan ya. Karena sistem sekarang ini tidak memungkinkan," kata Margarito di Jakarta, Sabtu (12/11).
-
Siapa yang menggugat Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
-
Mengapa Jokowi digugat? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Kenapa Jokowi dikritik? Khususnya terhadap keluarga Jokowi yang ikut dalam kontestasi politik baik Pilpres maupun pilkada.
-
Siapa yang mengkritik Jokowi? Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengkritik kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
-
Apa gugatan yang dilayangkan ke Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Siapa yang larang Jokowi ikut kampanye? Tidak ada penyebutan presiden dan wakil presiden atau menteri di dalamnya.
Margarito menjelaskan Jokowi tak perlu gusar akan upaya menjatuhkan dirinya dari kursi orang nomor satu di Republik ini, bahkan secara konstitusi juga sudah ada dalam UUD 1945 terkait mekanisme untuk menjatuhkan seorang kepala negara.
"Ada dalam UUD 1945, harus ada yang menuduh setelah itu diputuskan oleh DPR, kemudian putusan DPR diperiksa di MK. Kalau Mahkamah Konstitusinya setuju, baru kembali lagi ke MPR bersidang di MPR. Nah, di MPR sana bisa iya, bisa tida. Jadi, rumitnya itu minta ampun," tuturnya.
Malahan, lanjut Margarito, upaya menjatuhkan Jokowi melalui aksi unjuk rasa tak dibenarkan di dalam konstitusi Republik Indonesia. "Konstitusi UUD, musti melalui macam-macam prosedur itu. Bolanya ada di partai politik. Kalau partai politiknya sudah dijinakin, ya sudah selesai sudah. Sistemnya tidak memungkinkan kok, prosesnya rumitnya minta ampun," ungkapnya.
"Tidak usah dikhawatirkan soal itu, tidak bisa tidak ada jalan itu. Konstitusi tidak menyediakan jalan itu (unjuk rasa), bukan begitu cara konstitusi," tandasnya.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kampus bergerak menuntut Presiden menghentikan penyalahgunaan kekuasaan
Baca SelengkapnyaJokowi memastikan pemerintah akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat pencalonan kepala daerah pada Pilkada serentak 2024.
Baca Selengkapnya"Enggak ada, pikiran saja enggak ada, masa (terbitkan Perppu Pilkada)," kata Jokowi kepada wartawan di Hotel Kempinski Jakarta Pusat, Jumat (23/8).
Baca SelengkapnyaSetelah sempat demo di DPR, Joko Anwar juga ikut berunjuk rasa di depan Gedung MK.
Baca SelengkapnyaAktivis, mahasiswa, hingga publik figure melakukan aksi unjuk rasa menolak pengesahan Revisi UU Pilkada di Gedung DPR-MPR Jakarta, Kamis (22/8).
Baca SelengkapnyaPerintah Jokowi mendapat apresiasi banyak pihak, tak terkecuali aktivis.
Baca SelengkapnyaAda sekitar ratusan orang yang ditangkap Polda Metro Jaya, namun sebagian sudah dibebaskan
Baca SelengkapnyaYusril Ihza Mahendra buka suara soal gerakan Kelompok Petisi 100 yang meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dimakzulkan menjelang Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaLangkah Gibran maju di Pilpres 2024 membuat sejumlah pihak meradang dan mendorong pemakzulan Jokowi.
Baca SelengkapnyaPKS tidak dalam posisi menolak wacana hak angket. Tetapi, untuk mendukung hak angket perlu sesuai dengan aturan yang ada.
Baca SelengkapnyaGanjar menilai pemakzulan presiden tidak bisa sembarang dilakukan
Baca SelengkapnyaMereka memberikan dukungan terhadap putusan MK terkait syarat calon presiden dan calon wakil presiden di bawah 40 tahun.
Baca Selengkapnya