Santainya Jokowi dituding 'beking' Ahok hingga digugat ke PTUN
Merdeka.com - Polemik kembalinya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menduduki kursi Gubernur DKI Jakarta pascacuti kampanye Pilkada terus bergulir. Sebab, kembalinya Ahok menjadi gubernur dinilai melanggar Pasal 83 Ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, karena belum rampung kasus penodaan agama hingga menyeretnya menjadi terdakwa.
Kritik keras datang dari sejumlah fraksi di DPR dan DPRD. Bahkan, empat fraksi di DPR mengajukan hak angket yang disebut 'Ahok Gate' guna mendesak pemerintah pusat mencopot sementara mantan Bupati Belitung Timur itu sebagai gubernur usai tersandung masalah hukum.
Empat fraksi itu adalah PAN, PKS, Partai Demokrat dan Partai Gerindra. Sementara itu, empat fraksi DPRD DKI menolak rapat di Balai Kota sebagai bentuk kembalinya Ahok sebagai gubernur.
-
Mengapa Jokowi digugat? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Apa gugatan yang dilayangkan ke Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Siapa yang menggugat Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
-
Kenapa Jokowi dikritik? Khususnya terhadap keluarga Jokowi yang ikut dalam kontestasi politik baik Pilpres maupun pilkada.
-
Mengapa DPR menggunakan hak angket? Tujuan dari hak angket ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat, sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan terkait kebijakan pemerintah.
-
Siapa yang mengajukan hak angket? Syarat untuk mengajukan Hak Angket sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2014 adalah adanya dukungan minimal 25% dari seluruh anggota DPR untuk mengajukan Hak Angket.
Sejumlah fraksi partai politik di DPR juga menggulirkan hak angket kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena belum dikeluarkannya surat pemberhentian sementara Ahok dari jabatannya. Bukan hanya hak angket, Jokowi juga digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena mengaktifkan kembali Ahok sebagai gubernur.
Jokowi digugat ke PTUN oleh Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) Usamah Hisyam dan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) juga melayangkan gugatan yang sama ke PTUN. Tuntutan agar Ahok dicopot sebagai gubernur juga dilakukan massa dari gabungan ormas dengan beraksi di gedung DPR, Selasa (21/2) ini.
Sejumlah perwakilan ormas kemarin bahkan mengunjungi DPR agar membantu menyampaikan tuntutan aksi 212 kepada Presiden Jokowi. Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengaku telah dua kali bersurat kepada Presiden Jokowi berisi aspirasi masyarakat termasuk tuntutan soal pemberhentian Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dari jabatan Gubernur DKI Jakarta.
"Saya sudah sampaikan ke Presiden karena ini hal urgen ya. Tapi belum ada respons dari Presiden. Saya kira akan saya tulis lagi, ada beberapa surat yang saya tulis kepada Presiden terkait hal yang sama supaya ini menyalurkan aspirasi masyarakat secara langsung," kata Fadli di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/2).
"Sudah kedua, dengan ini mungkin tiga atau empat surat lagi yang saya tulis lah supaya sampai. Karena Presiden harus mendengar aspirasi rakyat," sambungnya.
Juru Bicara Kepresidenan, Johan Budi Sapto Prabowo mengatakan kepala negara menghormati hukum Tanah Air. Jokowi mempersilakan jika ada pihak-pihak yang ingin mengajukan gugatan atas putusan pemerintah.
"Kalau enggak ada yang puas, silakan melakukan mekanisme sesuai aturan yang berlaku. Ke PTUN pun silakan saja," kata Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/2).
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, sebagai pihak yang memiliki wewenang hal itu menyatakan belum bisa menonaktifkan Ahok dari Gubernur DKI karena belum mendapat keputusan hukum tetap. Dalam kasus penistaan Agama Islam, Ahok terancam dua pasal, yakni 156 KUHP atau 156 a KUHP.
Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sementara pasal 156a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun.
Karena itu, Kemendagri masih menunggu pasal mana yang akan digunakan jaksa dalam tuntutan. Sembari menunggu keputusan hukum tetap, Kemendagri mengajukan permohonan fatwa status hukum Ahok ke Mahkamah Agung (MA).
Pada sore hari ini, Tjahjo Kumolo mengaku sudah mendapat fatwa dari MA. Namun, fatwa itu bersifat rahasia dan tidak bermuatan pendapat MA.
Menurut mantan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan ini, MA belum bisa memberikan pendapat karena kasus penistaan Agama Islam masih berjalan.
"Prinsipnya, pendapat/penjelasan apapun dari MA, pasti Kemendagri menghormatinya. Pertimbangannya karena sedang ada proses pengadilan dan gugatan, jadi MA belum bisa memberikan pendapat. Itu saya sebagai Mendagri memahami sekali pendapat/pernyataan MA, jadi tidak perlu menjadi polemik," ujar dia.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mantan Gubernur DKI Basuki T Purnama bercerita saat ditahan kasus penistaan agama.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi mempersilakan jika ada yang mengajukan hak angket tersebut.
Baca SelengkapnyaWacana pemakzulan Presiden Jokowi muncul di tengah polemik putusan MK.
Baca SelengkapnyaAhok mengundurkan diri sebagai Komut PT Pertamina (Persero)
Baca SelengkapnyaWacana hak angket tentang dugaan adanya kecurangan Pemilu 2024 terus bergulir.
Baca SelengkapnyaTKN Prabowo-Gibran membela Presiden Jokowi yang disebut Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak bisa bekerja.
Baca SelengkapnyaAlasan Ahok mengundurkan diri dari jabatan Komisaris Utama PT Pertamina agar fokus kampanye mendukung Ganjar-Mahfud dalam Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaAhok menegaskan ada upaya adu domba dengan memotong ucapanya
Baca SelengkapnyaKetua DPP PDIP Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyatakan siap maju Pilkada
Baca SelengkapnyaGanjar Pranowo mendorong PDIP dan PPP menggulirkan hak angket di DPR.
Baca SelengkapnyaPDIP Tak Arahkan Ahok untuk Mundur dari Komisaris Utama Pertamina
Baca SelengkapnyaAhok juga menepis isu menjadi 'Kuda Putih' Jokowi dalam Pemilu 2024
Baca Selengkapnya