Tak mau langgar pasal 158, MK tolak seluruh gugatan hasil Pilkada
Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan sengketa pilkada yang diajukan oleh pemohon. Hari ini, MK gugurkan 26 permohonan, sebelumnya MK juga telah menolak 35 gugatan karena telat mendaftarkan berkas.
Dalam pertimbangannya, MK berpendapat bahwa semua perkara itu tak ada yang memenuhi syarat selisih suara maksimal dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada (UU Pilkada) dan Pasal 6 Peraturan MK (PMK) Nomor 1-5 tahun 2015.
Masih dalam pertimbangannya, 9 hakim dalam sidang pleno ini sepakat, bahwa MK tak bisa mengabaikan keberadaan 2 peraturan tersebut. Sebab, peraturan itulah aturan main dalam sebuah pertandingan olah raga. Aturan main itu yang sudah ditentukan sejak pertandingan belum dimulai. Di mana seharusnya semua pemain dan wasit sudah mengetahui aturan main tersebut.
-
Bagaimana PPS Pilkada 2024 membantu kelancaran pemilu? PPS mempunyai peran aktif dalam menjaga agar setiap tahanan pemilihan berlangsung sesuai dengan aturan serta prinsip demokrasi.
-
Bagaimana UU Pilkada Serentak 2024 memastikan pemilihan yang adil? Undang-undang ini dirancang untuk memastikan bahwa proses Pilkada berlangsung dengan adil, transparan, dan demokratis, serta untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memilih pemimpin daerah mereka.
-
Bagaimana menjadi pantarlih pilkada? Dengan mematuhi semua syarat-syarat yang telah ditetapkan, calon Pantarlih akan memenuhi kualifikasi untuk mendaftar sebagai Pantarlih pada Pilkada 2024.
-
Bagaimana cara Pilkada dilaksanakan? Pilkada yang dilaksanakan secara serentak di 37 provinsi ini tidak hanya menjadi ajang bagi masyarakat untuk memilih pemimpin lokal yang terbaik, tetapi juga merupakan cerminan dari partisipasi aktif masyarakat dalam proses demokrasi.
-
Apa itu pantarlih pilkada? Salah satunya adalah Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih).
-
Bagaimana PPK melakukan tugasnya dalam pemilu? Dalam menjalankan tugasnya, PPK harus menjaga netralitas dan independensinya sehingga proses pemilihan umum dapat berjalan secara adil dan transparan.
"Wasit pun harus tunduk pada aturan main tersebut," kata Hakim Konstitusi I Gde Dewa Palguna saat membacakan pertimbangan dalam putusan sela salah satu perkara PHPKada di Ruang Sidang Utama Gedung MK, Jakarta, Kamis (21/1).
Palguna mengatakan, dengan menjadikan Pasal 158 UU Pilkada dan Pasal 6 PMK Nomor 1-5/2015 itu, bukan berati MK menjadi terompet dan corong undang-undang. Dia sekali lagi menggarisbawahi bahwa perlu adanyan rules of the game dalam kompetisi dan kontestasi politik seperti perkara sengketa pilkada ini.
Keberadaan peraturan itu yang mensyaratkan maksimal perbedaan suara yang didasarkan dengan jumlah penduduk masing-masing daerah adalah untuk menekan jumlah sengketa pilkada yang terdaftar. Lihat saja, bagaimana pendaftaran perkara PHPKada mencapai 147 perkara dari 132 daerah, di satu sisi 264 daerah pilkada serentak, membuktikan bahwa aturan itu tetap saja tak dapat membendung perkara-perkara yang masuk. Meski mereka sudah tahu aturan main itu.
Palguna menambahkan, jelas bahwa keberadaan Pasal 158 UU Pilkada itu merupakan bentuk rekayasa sosial dan sebagai upaya pembatasan jumlah perkara yang masuk dalam waktu jangka panjang. Di mana nantinya dapat membangun budaya politik yang erat kaitannya dengan kesadaran hukum yang tinggi.
Apalagi, pasangan calon di 132 daerah lain yang tidak mengajukan permohonan ke MK, besar kemungkinan sudah memiliki kesadaran dan pemahaman atas adanya ketentuan Pasal 158 UU a quo.
"Kesadaran hukum yang demikian akan terlihat yang mana selisih suara tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 UU a quo, pasangan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota tidak mengajukan keberatan ke mahkamah," paparnya.
"Hal demikian berarti rekayasa sosial UU Pilkada bekerja dengan baik, meskipun belum bisa dikatakan optimal," sambung Palguna.
Menurut dia, jika MK dipaksakan untuk mengabaikan Pasal 158 UU Pilkada dan Pasal 6 PMK 1-5 tahun 2015, maka sama halnya dengan mendorong MK melakukan pelanggaran hukum. Melanggar undang-undang.
"Hal demikian tidak boleh terjadi. Karena selain bertentangan dengan prinsip negara hukum Indonesia, juga menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan mahkamah in casu hakim konstitusi untuk melakukan tindakan yang melanggar sumpah jabatan tentang kode etik hakim konstitusi," pungkasnya.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
"PPP telah berjuang sebaik-baiknya dan sehormat-hormatnya," kata Sekjen PPP kata Arwani
Baca SelengkapnyaSeperti diketahui, MK baru saja mengeluarkan putusan mengubah syarat Pilkada.
Baca SelengkapnyaBadan legislatif (Baleg) DPR RI sepakat, Revisi Undang-undang (UU) Pilkada dibawa ke rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi UU
Baca SelengkapnyaMK membuat norma pengaturan baru tentang syarat pencalonan berdasarkan jumlah penduduk dan prosentase suara sah partai.
Baca SelengkapnyaMK menilai pemohon tidak bisa membuktikan pelanggaran Pileg 2024 di Dapil Papua Tengah.
Baca SelengkapnyaHasilnya, sebuah partai atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD, dengan syarat tertentu.
Baca SelengkapnyaPDIP menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak keseluruhan permohonan sengketa hasil Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaGerindra menyebut MK berupaya membegal hak DPR sebagai pembuat Undang-Undang.
Baca SelengkapnyaHari ini, Selasa (16/4), penyampaian kesimpulan PHPU Pilpres 2024 dari para pihak terkait telah selesai.
Baca SelengkapnyaMK dianggap menyelamatkan wajah demokrasi Indonesia dengan menolak permohonan PDIP agar sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup
Baca SelengkapnyaPolitikus PDIP Rieke Diah Pitaloka mengingatkan putusan MK bersifat final serta memperoleh kekuatan hukum.
Baca Selengkapnya"Hampir di semua tempat provinsi, kabupaten kota akan bisa mengubah peta ya, peta politik pencalonan nanti," kata Waketum Golkar.
Baca Selengkapnya