Tim perumus tegaskan pasal penghinaan presiden di RKUHP beda dengan yang dulu
Merdeka.com - Anggota Panja RKUHP dari Fraksi NasDem, Taufiqulhadi menjelaskan, pasal penghinaan terhadap presiden dan wapres dalam rancangan KUHP (RKUHP) memiliki batasan yang disesuaikan dengan iklim demokrasi. Dia menyebut, pasal penghinaan yang saat ini dibahas berbeda dengan pasal serupa di KUHP lama yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.
"Dulu itu kan pasal penghinaan di dalam iklim negara kediktatoran. Kalau ini kita bahas dalam iklim demokrasi. Karena itu, ini ada batasan," terangnya di Gedung DPR, Rabu (7/2).
Lebih lanjut, menurutnya, penghinaan presiden yang diatur dengan delik umum itu ditegaskan tidak akan berlaku apabila untuk kepentingan umum dan untuk membela diri.
-
Siapa yang mengkritik Jokowi? Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengkritik kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
-
Kenapa Jokowi dikritik? Khususnya terhadap keluarga Jokowi yang ikut dalam kontestasi politik baik Pilpres maupun pilkada.
-
Siapa yang menggugat Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
-
Kenapa Joe Biden dikritik? Biden juga diserang beberapa anggota Partai Demokrat karena mendanai Israel dan mengabaikan genosida penjajah Israel terhadap warga Palestina di Gaza.
-
Mengapa Jokowi digugat? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Mengapa persepsi publik terhadap pemberantasan korupsi di era Jokowi menurun? Adapun jika melihat trennya, persepsi positif menurun, sebaliknya persepsi negatif meningkat.
Pasal itu disebut tidak berlaku bagi orang yang mengkritik kinerja presiden. Misalnya ada seseorang yang mengkritik perekonomian dan menilai Jokowi tidak memiliki kemampuan.
"Jadi misalnya orang itu mengkritik, itu tidak berlaku. Kalau menghina saja, ya. Menghina itu kan berbeda dengan mengritik. Mengritik itu berkaitan dengan kinerja presiden," tegas Taufiqulhadi.
Kemudian, jika seorang warga negara dapat membela diri jika dibuat dalam kondisi tersudut oleh presiden dan lingkungannya. Kritikan itu tidak akan diproses.
"Jadi tidak bisa disamakan. Itu berbeda sama sekali. Kita tidak boleh menghina. Masa kepala negara kita hina?" tambahnya.
Politikus Partai NasDem ini melanjutkan, pasal penyerangan presiden dan wakil presiden juga memiliki batasan yang jelas. Semisal, penyerangan secara fisik yang langsung ditujukan kepada presiden dan wakil presiden.
"Kalau tidak menyerang secara fisik tidak apa-apa. Melempar batu presiden akan diproses dengan pasal ini. Berbeda dengan penyerangan fisik seseorang kepada orang lain," ucapnya.
Nantinya, penjelasan itu akan dibahas di rapat kerja tingkat Panja RKUHP. Tim perumus RKUHP sebelumnya memutuskan menunda pembahasan beberapa pasal, termasuk pasal penghinaan presiden untuk dilanjut di tingkat panja.
Optimis ada jalan tengah
Sementara itu, Ketua DPR Bambang Soesatyo merasa optimis polemik pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) bisa segera diselesaikan. Hal ini karena Panitia Kerja (Panja) akan mencari solusi formulasi terbaik.
Pasal ini dikhawatirkan akan mengembalikan sistem otoriter seperti era Orde Baru. Terlebih lagi, pasal ini sudah dibatalkan oleh MK karena bertentangan dengan konstitusi pada 2006 lalu.
Bambang mendorong Panja RKUHP dan pemerintah bisa segera menemukan formulasi terbaik. Dia juga berharap, rumusan yang baik yang disepakati antara pemerintah dan DPR tanpa mengesampingkan kepentingan rakyat, bangsa dan negara dalam waktu dekat.
"Pasal yang menjadi polemik masih menjadi pembahasan di Panja RUU KUHP," kata Bambang.
Pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden yang menjadi polemik di masyarakat terdapat pada pasal 238 dan pasal 239 ayat (2). Dalam Pasal 238 Rancangan KUHP ada dua ayat.
Pria yang akrab disapa Bamsoet ini menuturkan, ayat pertama berbunyi setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori I pejabat.
"Sedangkan ayat keduanya berbunyi tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri," ujar politikus Golkar itu.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurutnya hal itu tidak sejalan dengan semangat negara hukum yang menjamin tidak ada diskriminasi.
Baca SelengkapnyaTKN Prabowo-Gibran membela Presiden Jokowi yang disebut Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak bisa bekerja.
Baca SelengkapnyaMenurut dia, sejumlah Presiden Jokowi seolah tidak pro terhadap tegaknya demokrasi.
Baca SelengkapnyaMenurut KPU RI, hal itu tidak relevan sebab Jokowi bukan bagian dari peserta pemilu.
Baca SelengkapnyaHabiburokhman membandingkan pemerintahan saat orde baru dengan Jokowi.
Baca Selengkapnya"Enggak ada, pikiran saja enggak ada, masa (terbitkan Perppu Pilkada)," kata Jokowi kepada wartawan di Hotel Kempinski Jakarta Pusat, Jumat (23/8).
Baca SelengkapnyaDia menegaskan bahwa pidatonya tersebut bukan menghina pribadi Jokowi, melainkan memberi kritik terhadap jabatan presiden.
Baca SelengkapnyaPengamat politik Rocky Gerung membantah menghina Presiden Jokowi.
Baca SelengkapnyaPerludem menyayangkan pernyataan Presiden Joko Widodo soal presiden boleh berpihak di Pilpres 2024
Baca SelengkapnyaPrabowo menilai, tudingan Rocky Gerung keliru. Termasuk soal kabinet Jokowi.
Baca SelengkapnyaPakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyoroti penyataan Jokowi soal Presiden boleh kampanye dan memihak.
Baca SelengkapnyaDi era presiden sebelumnya, tidak pernah ada presiden yang membuat aturan sesuai keinginannya
Baca Selengkapnya