Timses Jokowi nilai penyebar hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet bisa dijerat UU ITE
Merdeka.com - Wakil Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Meutya Viada Hafid menyayangkan kabar bohong penganiayaan dibuat aktivis Ratna Sarumpaet. Dia menilai kabar bohong yang diciptakan Ratna Sarumpaet merupakan kemunduran kaum perempuan.
"Kemarin, menjadi satu hari yang bagi saya adalah kemunduran bagi kemajuan perempuan ke depan. Karena kita (perempuan) telah menjadi korban dan terlibat di dalam sebuah kebohongan," kata Meutya di Posko Cemara, Jakarta, Kamis (4/10).
Wanita yang duduk di Komisi I DPR RI ini, menuturkan, Ratna Sarumpaet bisa saja tidak dijerat oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun, para politisi yang ikut menyampaikan berita bohong tersebut bisa saja dijerat.
-
Kenapa Ratna Sarumpaet ditangkap tahun 1998? Sebelumnya, ia bahkan sempat ditangkap pada 11 Maret 1998 di Ancol dan ditahan selama beberapa bulan karena tuduhan makar.
-
Apa profesi Ratna Sarumpaet di tahun 70an? Di tahun 70-an, Ratna Sarumpaet aktif dalam pentas teater. Saat itu, ia dikenal sebagai sutradara sekaligus pemain teater wanita terkenal di zamannya.
-
Siapa suami Ratna Sarumpaet? Menikah di tahun 1972, Ratna Sarumpaet dikaruniai empat orang anak.
-
Dimana Ratna Sarumpaet lahir? Ratna Sarumpaet lahir di Tarutung, Tapanuli Utara, pada 16 Juli 1949.
-
Siapa yang tangani isu hoaks di Kominfo? Tim AIS Kementerian Kominfo menemukan sebanyak 2.357 isu hoaks dalam kategori kesehatan.
-
Bagaimana reaksi Titiek Puspa terhadap kabar hoaks? Titiek Puspa, meski santai, mengakui kesal karena berita palsu yang menyebutkan dirinya telah meninggal dunia.
"Ibu Ratna mungkin tidak dijerat oleh UU ITE. Karena Ibu Ratna tidak menyebarkannya secara elektronik. Tapi mereka, politisi-politisi yang juga membahas dan mengesahkan, bahkan di meja pimpinan DPR, melanggar UU yang dengan seksama dan cermat (pembahasan UU ITE di DPR), dan kemudian dengan santainya melanggar undang-undang tersebut dan tidak mau bertanggungjawab atas pelanggaran undang-undang tersebut, itu tidak dapat diterima sama sekali," ujar Meutya.
Dia pun menyesalkan aksi para politisi yang ikut menyebarkan berita bohong penganiayaan Ratna Sarumpaet. Sebab, dia menilai para politisi tersebut tak memahami UU ITE yang pembahasannya masih menuai pro dan kontra di DPR.
"Menyakitkan bagi kami yang turut membahas undang-undang ini, bahwa politisi bahkan ada pimpinan DPR yang tidak memahami UU ITE," kata Meutya.
Dia menegaskan, permintaan maaf adalah satu bagian yang harus dilakukan. Akan tetapi, proses hukum tetap harus ditegakkan.
"Semua harus sama di mata hukum. Sudah banyak korban yang terkena UU ITE atas ketidakpahamannya. Tapi mereka yang paham, tentu harus tidak boleh sampai luput dari penegakan UU ITE dan hukum yang berlaku di Indonesia," jelas Meutya.
Dia mengingatkan, akan keberadaan Pasal 45 A ayat (1) UU ITE, yang berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
"Jelas dikatakan dalam undang-undang tersebut, bahwa penyebar hoaks atau cerita bohong melalui elektronik, harus bertanggungjawab secara hukum," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menyatakan, Ratna Sarumpaet masih berstatus sebagai saksi terkait penyebaran hoaks. Polisi tidak menutup kemungkinan status hukum Ratna bakal ditingkatkan menjadi tersangka.
Menurut Setyo, Ratna bisa ditetapkan sebagai tersangka jika terbukti ada yang dirugikan akibat ulahnya. Para penyebar info penganiayaan tersebut juga bisa melaporkan Ratna ke polisi jika merasa dirugikan.
"Nanti akan dilihat, misalnya Fadli Zon dia mendapatkan info dari Bu Ratna, nah itu (Ratna) bisa dinaikkan statusnya menjadi tersangka," kata Setyo di Kompleks PTIK, Jakarta, Rabu (3/10).
Namun Setyo menyebut, Ratna sulit dijerat dengan Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sebab, Ratna tidak ikut menyebarkan informasinya melalui media sosial.
"Kalau Bu Ratna kan tidak menggunakan UU ITE. Tapi bisa dijerat dengan KUHP. Kalau hoaks (melalui media sosial atau elektronik) itu ITE. Dia kan tidak menggunakan ITE," katanya.
Kabar terkait penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet sempat viral dan menghebohkan masyarakat. Calon Presiden sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bahkan sempat geram setelah mendapat laporan terkait penganiayaan tersebut.
Namun kabar itu perlahan terungkap. Polisi menemukan fakta lain. Polisi tidak menemukan jejak penganiayaan Ratna di Bandung, Jawa Barat pada 21 September 2018 sebagaimana informasi yang berkembang.
Polisi justru menemukan fakta bahwa Ratna tengah berada di salah satu klinik di Jakarta. Ibunda artis Atiqah Hasiholan itu disebut-sebut tengah menjalani operasi plastik di klinik tersebut.
Kebohongan itu akhirnya diakui Ratna Sarumpaet. Dia mengaku telah berbohong terkait penganiayaan yang dialaminya. Dia juga membenarkan telah melakukan perawatan di klinik tersebut.
Reporter: Putu Merta Surya PutraSumber: Liputan6.com
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menkominfo meyakinkan revisi UU jilid II, bukan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan kritik dan pendapat.
Baca SelengkapnyaMeski Palti Hutabarat tidak ditahan, Bareskrim memastikan bakal terus melanjutkan proses penyidikan kasus
Baca Selengkapnya"Pengkapan Palti Hutabarat memakai pasal tersebut jelas keliru. Saya harus mengoreksi kesalahan polisi ini," kata Henri
Baca SelengkapnyaAturan ini diteken Jokowi pada 2 Januari 2024. Revisi UU ITE ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
Baca SelengkapnyaMenurut Ronny, harusnya Aiman juga mendapatkan perhatian yang serupa.
Baca SelengkapnyaPenyerahan tersangka dan barang bukti akan dilakukan pada hari ini Selasa 19 Maret 2024 di kantor Kejari Batubara, Sumatera Utara.
Baca SelengkapnyaPolda Metro Jaya menaikkan kasus Aiman Witjaksono terkait tudingan 'Polisi Tidak Netral' ke tahap penyidikan.
Baca SelengkapnyaHasto mengaku PDIP tidak akan melakukan kampanye hitam atau black campaign.
Baca SelengkapnyaPalti Hutabarat ditangkap polisi dan jadi tersangka kasus penyebaran informasi
Baca SelengkapnyaAiman menjalani pemeriksaan selama 12 jam sebagai saksi kasus dugaan penyebaran berita bohong.
Baca SelengkapnyaPalti bukan merupakan pihak pertama yang menyebarkan video tersebut.
Baca SelengkapnyaDPR dan pemerintah menyepakati revisi UU ITE dalam pengambilan keputusan tingkat pertama.
Baca Selengkapnya