3 Tantangan Ekonomi Dunia di 2022, Suku Bunga The Fed Hingga Perang Rusia-Ukraina
Merdeka.com - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, saat ini ada tiga tantangan yang tengah dihadapi dalam proses pemulihan ekonomi global. Pertama, dampak dari normalisasi kebijakan negara-negara maju. Ini tergambar dari kebijakan The Fed yang sudah menaikan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) per Maret 202.
"Semula kami perkirakan lima kali tahun ini, tapi inflasi yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat di Amerika kemungkinan akan mendorong bank sentral menaikan suku bunga tujuh kali. Termasuk yang sudah sekali Maret ini," ujarnya dalam Kuliah Umum G20, Senin (21/3).
Kebijakan tersebut lantas bakal berdampak pada kenaikan suku bunga global, dan juga persepsi risiko di tingkat dunia. Kondisi itu jelas akan mempersulit negara berkembang untuk bisa pulih, karena harus menghadapi dampak dari rambatan global ketidakpastian dan kenaikan suku bunga global terhadap arus modal.
-
Kenapa kebutuhan uang Bank Indonesia meningkat? 'Jumlah tersebut meningkat 12,5 persen, jika dibandingkan dengan kebutuhan uang dalam periode yang sama menjelang nataru di akhir tahun 2022 sebesar Rp 2,4 triliun rupiah,' kata Erwin, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/12).
-
Apa yang menjadi tantangan ekonomi global bagi BRI? Tantangan Perlambatan Ekonomi Global Sejak Tahun Lalu Berbagai tantangan ketidakpastian ekonomi, seperti kondisi perekonomian yang dihantui resesi dan perlambatan ekonomi global sejak tahun lalu.
-
Apa tantangan utama pemerintahan baru terkait ekonomi? Tantangan dari Dalam Akhmad Akbar mengatakan bahwa pemerintahan Prabowo dan Gibran akan sibuk menghadapi tantangan dari dalam pemerintahannya sendiri.
-
Apa target pertumbuhan ekonomi Indonesia? Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Pemerintah menyepakati target sasaran pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 mendatang berada pada rentang 5,3 persen sampai 5,6 persen.
-
Siapa saja yang termasuk Bank Pemerintah di Indonesia? Daftar bank BUMN di Indonesia antara lain adalah BRI, BNI, Bank Mandiri, dan BTN.
-
Bagaimana BRI mengelola resiko di tengah pemulihan? Kendati demikian untuk memperkuat kondisi yang semakin membaik, pihaknya menerapkan strategi konservatif dengan mengalokasikan dana pencadangan yang lebih dari memadai sebagai salah satu mitigasi risiko.
"Karenanya juga membatasi kemampuan negara-negara berkembang dalam merumuskan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri," imbuh Perry.
Isu kedua, dampak luka memar (scarring effect) dari pandemi Covid-19. Banyak korporasi di negara maju terkena pengaruh scarring effect. Itu turut berdampak pada kemampuan pemulihan ekonomi.
"Demikian juga di banyak negara berkembang, memulihkan dunia usaha jadi isu yang harus diatasi. Memang penyaluran kredit perlu ditingkatkan. Tapi lebih dari itu, bagaimana melakukan reformasi di sektor riil, transformasi struktural agar bisa mendorong daya saing dan produktivitas di sektor riil dan dunia usaha," tuturnya.
"Dunia usaha juga harus berubah, bagaimana melakukan strategi bisnis post covid era," tegas Perry.
Tantangan ketiga sekaligus yang paling berdampak, ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Perry menyebut, ada tiga dampak yang terjadi imbas ketegangan Rusia dan Ukraina.
"Pertama, kenaikan harga-harga komoditas global. Tidak hanya energi, tapi juga pangan. Berdampak pada kenaikan inflasi dari berbagai negara," seru dia.
Aspek kedua, kegaduhan dalam mata rantai perdagangan global. Ketegangan ini juga berpengaruh pada rantai distribusi pasokan, juga volume perdagangan global. "Tentu saja berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi global, yang berisiko lebih rendah dari perkiraan 4,4 persen karena menurunnya volume perdagangan global," ucap Perry.
Dampak ketiga yakni jalur keuangan. Tidak hanya berpengaruh pada persepsi global, saat ini banyak pelaku di pasar global kembali untuk memegang safe haven asset yang jelas punya risiko rendah.
"Tentu saja termasuk juga cash, dan mereka menarik aliran modalnya ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dan bisa berdampak terhadap stabilitas eksternal dan nilai tukar," tandasnya.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Indonesia mulai memasuki pesta demokrasi yang dapat memengaruhi risk appetite investor dan pelaku usaha.
Baca SelengkapnyaEkonomi dunia diperkirakan melambat akibat konflik global saat ini.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia tetap akan menjalankan bauran kebijakan untuk menjaga geliat ekonomi nasional di tengah situasi tak menentu saat ini.
Baca SelengkapnyaTantangan berat ketiga berasal dari disrupsi teknologi yang memberikan tekanan besar di sektor ketenagakerjaan.
Baca SelengkapnyaKondisi ini memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global.
Baca SelengkapnyaHal itu tercermin pada yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar.
Baca SelengkapnyaSaat ini, nilai tukar rupiah berada di level Rp15.287 per USD, menunjukkan penguatan signifikan dibandingkan periode sebelumnya.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani dipanggil Kepala Negara di tengah kursi Rupiah yang anjlok hingga menyentuh level Rp16.420 per USD.
Baca SelengkapnyaIndeks kinerja manufaktur atau Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia terkontraksi di level 49,3.
Baca SelengkapnyaSaat ini, The Fed selalu Bank Sentral Amerika Serikat (AS) masih melakukan kajian terkait potensi penurunan tingkat suku bunga.
Baca SelengkapnyaThe Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis points (bps) menjadi 4,75-5,00 persen.
Baca SelengkapnyaTekanan yang dialami negara-negara maju itu dipengaruhi kenaikan suku bunga yang terlalu tinggi yang terjadi di berbagai negara.
Baca Selengkapnya