Indonesia berambisi salip Australia sebagai negara produsen sapi
Merdeka.com - Pemerintah bertekad untuk menyalip Australia sebagai negara produsen sapi. Ini sejalan dengan upaya swasembada sapi untuk Indonesia.
Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian, Syukur Iwantoro, mengatakan pihaknya tengah mengembangkan sapi unggulan dalam upaya mewujudkan swasembada daging sapi.
"Kalau di negara produsen seperti Australia sapi memiliki kelas-kelasnya sesuai kualitasnya, hal serupa juga akan diterapkan di Indonesia," kata Syukur seperti dilansir Antara di Jakarta, Minggu (24/11).
-
Bagaimana Kementan meningkatkan populasi sapi nasional? Jan Maringka menyatakan, dengan kegiatan IB ini secara nasional dapat meningkatkan populasi sapi sekitar 35%. Hal tersebut tentu berimbas pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak.'Melalui Inseminasi Buatan, optimalisasi penggunaan bibit pejantan unggul untuk memenuhi kebutuhan daging dapat tercapai', jelas Jan Maringka.
-
Bagaimana BBIB Singosari meningkatkan populasi sapi? Kementan melalui BBIB Singosari senantiasa berupaya meningkatkan populasi sapi melalui optimalisasi reproduksi inseminasi buatan secara masif dari tahun ke tahun.
-
Apa yang dilakukan di Banyuwangi untuk tingkatkan populasi sapi? Program SMS Pisan, kepanjangan dari Sapi Manak Setahun Pisan (sapi beranak setahun sekali) terus digalakkan Pemkab Banyuwangi.
-
Kenapa Australia punya banyak domba? Australia dikenal sebagai salah satu produsen wol terbesar di dunia, dan tidak mengherankan jika negara ini memiliki lebih banyak domba dibandingkan jumlah penduduknya.
-
Siapa yang memulai usaha ternak sapi? 'Peternakan ini saya buka karena beberapa tetangga datang minta pekerjaan ke saya. Sapi mereka mati kena wabah PMK. Akhirnya saya mencoba buka peternakan sapi karena kemampuan mereka di bidang tersebut,' ungkap Rofik, dikutip dari YouTube PecahTelur.
-
Mengapa semen beku sangat penting dalam meningkatkan populasi sapi potong? Apalagi kata Wamen, semen beku sangat penting dalam memperbanyak sapi potong di Indonesia.
Syukur berpendapat kualitas sapi lokal sebenarnya tidak kalah dengan impor hanya saja karena tidak ada sertifikat dan kelasnya membuatnya tidak menarik. Melalui Ditjen Peternakan akan dikembangkan bibit sapi berdasarkan kelas-kelasnya seperti sapi impor kelas 1 harganya bisa mencapai Rp 170 juta, sedangkan kelas 2 dihargai Rp 45 - 50 juta, dan kelas 3 Rp 30 juta, sedangkan sapi potong Rp 10 juta.
Terkait rencana itu Ditjen Peternakan akan menggandeng lembaga yang teruji dalam memberikan sertifikasi seperti di Bali dengan Pusat Pengkajian Sapi Bali Universitas Udayana, di Jawa Timur dengan Universitas Brawijaya, serta Aceh dengan Universitas Syah Kuala, serta berkerja sama dengan Badan Akreditisasi Nasional.
Syukur mengatakan, untuk sektor peternakan khususnya sapi, Indonesia saat ini telah mengekspor bibit sapi dalam bentuk sperma atau semen ke sejumlah negara untuk kemudian tinggal dibuahi sapi betina.
"Saat ini kita sudah tidak lagi mengimpor sapi jantan, karena persediaan di dalam negeri masih mencukupi kecuali untuk sapi betina memang masih dibutuhkan dari luar negeri," jelas Syukur.
Selain itu Ditjen Peternakan juga akan mengembangkan sejumlah lahan yang masih belum termanfaatkan seperti lahan kelapa sawit, bekas penambangan batu bara, dan sebagainya.
Agar menarik swasta dan BUMN untuk berternak sapi, Ditjen Peternakan turut berkerja sama dengan perusahaan asuransi. Perbankan juga digandeng agar bisa menyalurkan bunga subsidi sebesar 5 persen.
"Untuk membayar premi asuransi diwadahi koperasi melalui susu maupun pupuk kandang sehingga membuat budi daya ternak sapi di Indonesia menarik karena minim resiko," jelas Syukur.
Pemerintah, lanjutnya, akan melakukan penegakan hukum kepada rumah potong hewan yang memotong sapi betina produktif sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
"Jangan sampai untuk mengejar pendapatan ditemukan daerah yang melanggar dengan memotong sembarang sapi tanpa melihat apakah termasuk sapi betina produktif yang dilindungi undang-undang," jelas Syukur. (mdk/bim)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Timing dari impor tersebut juga harus dipikirkan Kementerian Perdagangan RI.
Baca SelengkapnyaDaging sapi di pasaran langka hingga sebabkan kenaikan harga, hal ini jadi biang keladinya.
Baca SelengkapnyaMelalui kerja sama ini Indonesia dapat memenuhi kebutuhan protein daging sapi dan susu dari dalam negeri, bukan melalui impor
Baca SelengkapnyaPemerintah RI berencana impor sapi dan kedelai dari Afrika Selatan.
Baca SelengkapnyaRencana ini menjadi bagian dari kebijakan pemerintahan baru yang dipimpin oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Baca SelengkapnyaPresiden Prabowo Subianto secara konsisten menyuarakan agar Indonesia bisa swasembada pangan, meski dalam realisasinya hal itu sulit.
Baca SelengkapnyaWamen meminta agar kualitas produksi semen beku terus ditingkatkan dalam memenuhi kebutuhan daging sapi nasional serta menekan tingginya angka impor.
Baca SelengkapnyaMelalui kerja sama tersebut, Luhut menargetkan harga daging sapi bisa di jual di bawah Rp100.000 per kilogram mulai Maret 2024 mendatang.
Baca SelengkapnyaKondisi ini diperparah dengan para pelaku industri pengolahan susu (IPS) yang mengimpor bukan dalam bentuk susu segar.
Baca SelengkapnyaOleh karena itu, ID Food selalu melakukan impor daging guna mengatasi tingginya tingkat konsumsi pada periode tersebut.
Baca SelengkapnyaDalam tugasnya Kemendag akan mengeluarkan persetujuan impor. Kemudian, Bapanas bertugas untuk memberikan penugasan impor tersebut.
Baca SelengkapnyaGanjar menegaskan, Indonesia harusnya bisa lebih mandiri ketimbang bergantung ke negara lain soal pangan.
Baca Selengkapnya