Indonesia Simpan Potensi EBT Sangat Besar, Punya Peluang untuk Diekspor
Merdeka.com - Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan potensi EBT Indonesia secara nasional sebesar 3.600 GW hingga 3.700 GW.
Dia menjelaskan, keperluan listrik Indonesia pada tahun 2060 mendatang sebesar 700 MW. Oleh sebab itu Indonesia memiliki potensi untuk ekspor listrik ke Singapura.
"Kalau ditanya seberapa besar berapa ekspor, selisihnya kita punyanya 3.600 GW tapi butuhnya 7.00 MW. Tetapi angkanya tidak bisa dikurangkan langsung karena yang kita butuhkan buka megawatt tapu satuan listrik dalam satuan kWh," ujar Dadan dalam webinar, Senin (17/10).
-
Kenapa Pertamina fokus mengembangkan EBT? Oki menekankan, Pertamina aktif mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT) contohnya bioenergi dan geotermal.
-
Apa target PLN dalam mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Indonesia? Dengan ARED, pemanfaatan air sebagai sumber energi listrik di Indonesia mampu meningkatkan pemanfaatan air menjadi 25,3 GW pada tahun 2040 atau meningkat sebesar 185 % dibandingkan Business as Usual (BaU)," papar Darmawan.
-
Apa target pertumbuhan ekonomi Indonesia? Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Pemerintah menyepakati target sasaran pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 mendatang berada pada rentang 5,3 persen sampai 5,6 persen.
-
Apa fokus Pertamina di bidang energi? Sebagai BUMN Energi nasional, Pertamina fokus menjawab 3 (tiga) isu strategis yakni Energy Security (ketahanan energi), Energy Affordability (keterjangkauan biaya energi), dan Environmental Sustainability (keberlanjutan lingkungan).
-
Bagaimana PLN mengatasi ketidaksesuaian EBT dengan pusat beban? Dengan sistem baru ini, kami memahami adanya ketidaksesuaian antara sebagian besar sumber EBT dengan pusat beban sehingga kami akan membangun green enabling super grid untuk menghubungkannya.
-
Mengapa Pertamina fokus pada program SEB? Program ini juga mendorong para siswa memberikan dampak ke masyarakat sekitar melalui edukasi dan penggunaan energi terbarukan.'Program SEB ini sejalan dengan upaya Pertamina mendukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengimplementasikan nilai-nilai Adiwiyata.'
Dadan pun menyebut ekspor listrik ke Singapura dapat melalui kabel di bawah laut dari titik daerah atau pulau terdekat ke Singapura. Walaupun memang pulau yang terdekat adalah Batam, namun tak menipis kemungkinan bisa melalui pulau Sumatera.
Kendati demikian, dia pun menerangkan bahwa ekspor EBT ke negara lain tidak dilakukan dalam waktu dekat ini. "Saya rasa Singapura juga tidak berpikiran tahun depan seperti apa, prosesnya jangka panjang. Untuk memastikan bahwa mendapatkan listrik bersih dan handal. Dan Indonesia juga punya keinginan yang sama," kata dia.
Dadan menerangkan, secara regulasi ekspor diperbolehkan dalam regulasi UU Ketenagalistrikan. Namun hal tersebut juga memiliki syarat yakni di dalam negeri harus terpenuhi terlebih dahulu.
"Dalam regulasi UU Ketenagalistrikan ada syaratnya di dalam negeri terpenuhi dulu tenaga listrik setempat wilayah sekitarnya harus terpenuhi," jelas Dadan.
Selain itu, dipastikan juga tidak boleh ada subsidi untuk EBT yang akan diekspor ke luar negeri. Kemudian apabila mengekspor EBT dipastikan tidak mengganggu kebutuhan listrik hijau di dalam negeri.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menyebut bahwa Indonesia memiliki potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang sangat besar. Terutama adalah dari Surya.
"Di satu sisi memang kita terlambat, yang kedua kita punya potensi yang sangat besar yang menurut saya selama ini tidak dikembangkan karena memang kita memilih untuk mengembangkan energi fosil," kata dia dalam acara seminar di Jakarta, Senin (17/12).
Dia mengungkapkan, Indonesia masih tertinggal dalam pengembangan EBT dibandingkan negara-negara ASEAN. Dalam dua dekade terakhir, Indonesia memang sangat lambat dalam mengembangkan EBT, karena pemerintah hanya fokus untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
"Untuk bauran EBT di pembangkit listrik kita itu masih rendah ya. Paling tinggi Laos, Vietnam, karena Laos itu banyak PLTA nya lalu kemudian Vietnam. Kita memang masih tertinggal, dan ini yang harus ditanya adalah mengapa kita tertinggal EBT, walaupun sebenarnya kita mempunyai potensi EBT yang sangat besar," ucap Fabby.
Dia membeberkan rata-rata perkembangan energi terbarukan di Indonesia sejak tahun 2004 hingga 2014 sebesar 500 MW per tahun. Sedangkan pada tahun 2015 hingga 2019 itu hanya 300 sampai 400 MW per tahun. Sementara untuk energi fosil sendiri meningkat tumbuh lebih besar.
Ekspor EBT
Indonesia mempunyai rencana untuk ekspor listrik yang berbasis energi baru terbarukan (EBT) kepada sejumlah negara termasuk Singapura. Namun niat tersebut nampaknya akan diurungkan. Energi ramah lingkungan tersebut akan diutamakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Nurul Ichwan mengungkapkan, saat ini share EBT Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara ASEAN yakni 14,7 persen atau di bawah rata-rata share ASEAN yakni mencapai 33,5 persen.
Dia pun mengakui bahwa Indonesia adalah negara terendah dalam penggunaan EBT, yang disusul oleh negara Singapura dan Brunei Darussalam. Hal ini membuat Indonesia akan terancam ditinggal pergi oleh industri-industri karena mereka tentu membutuhkan negara yang mampu untuk menyuplai EBT.
"Memang untuk ASEAN ini Singapura, Brunei dan Indonesia termasuk 3 negara terendah untuk penghasilan share renewable energinya. ketika kita tidak melakukan renewable energi tersebut maka bisa jadi industri yang sudah masuk di Indonesia ada dua kemungkinan. Mereka akan pergi keluar mencari daerah lain, mencari negara-negara yang lokasinya masih sama di ASEAN tetapi mereka bisa mensupply EBT," terang dia.
Nurul pun menyebut bisa jadi negara yang tujuan para pelaku industri ke Laos ataupun Vietnam yang memiliki bauran EBT lebih tinggi sebesar 55,8 persen atau bahkan bisa ke Kamboja dan Myanmar. "Bahkan dengan Kamboja Myanmar saja kita salah, dan dari EBT itu kita masih jauh," tutur Nurul.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sikap sejumlah negara untuk pensiun PLTU batu bara saling berbeda.
Baca SelengkapnyaPembangunan pembangkit listrik dan jaringan transmisi masih jauh dari target.
Baca SelengkapnyaEnergi Baru Terbarukan dihadapkan dengan 4 tantangan.
Baca SelengkapnyaJika tak juga dieksekusi, Bahlil mengancam akan menyerahkan hal tersebut kepada pihak swasta.
Baca SelengkapnyaKetersediaan batu bara yang melimpah menjadikan komoditas ini sebagai penggerak perekonomian nasional.
Baca SelengkapnyaFokus pemerintah dalam percepatan transisi energi Indonesia masih mengarah pada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Baca SelengkapnyaPemerintah tidak ingin Indonesia sembrono dalam mengekspor energi hijau.
Baca SelengkapnyaPemerintah target mencapai bauran EBT 23 persen di 2025.
Baca SelengkapnyaSetidaknya ada 7 negara dengan pemberian subsidi bahan bakar fosil terbesar di tahun 2021, termasuk Indonesia.
Baca SelengkapnyaDi wilayah tersebut terdapat potensi pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) atau Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM).
Baca SelengkapnyaSumber-sumber energi terbarukan membutuhkan pendanaan besar.
Baca SelengkapnyaJokowi mendorong, waktu pengurusan perizinan bisa dipersingkat, tujuannya agar potensi dari 24.000 megawatt dari energi panas bumi bisa terwujud.
Baca Selengkapnya