Kisah Sukses Muhammad Feriadi, Berambisi Bawa JNE Rajai Bisnis Pengiriman RI
Merdeka.com - Pria berompi Harley Davidson melempar senyum sesaat setelah pintu kaca dibuka. Jabat tangan dan keramahannya langsung membuat nyaman suasana. Dia adalah Muhammad Feriadi, presiden direktur PT Jalur Nugraha Ekakuri (JNE).
Rabu 13 Agustus lalu, tim merdeka.com mendapatkan waktu mewawancarai Feriadi. Sang presdir sempat menceritakan beberapa hal mengenai hobinya dengan santai sebelum sesi tanya jawab dimulai.
Usai dipersilakan duduk, Feriadi memulai cerita suksesnya. Bagaimana menjaga roda bisnis JNE tetap berputar sampai saat ini. Tanpa berlama-lama, dia pun mulai menceritakan awal mula bergabung dengan JNE hingga titik pencapaiannya sekarang ini.
-
Siapa yang mendirikan perusahaan ini? OCDA, yang dibentuk tahun ini oleh seseorang yang dikenal sebagai Calimar White, seorang komedian dan aktor dengan hampir 280.000 pengikut di Instagram, telah menarik perhatian banyak orang.
-
Mengapa perusahaan ini dibuat? Berdasarkan informasi yang terdapat di situs resmi mereka, perusahaan ini beroperasi sebagai organisasi nirlaba yang bertujuan untuk 'memperbaiki keluhan dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik'.
-
Kenapa Asisi berpindah-pindah pekerjaan? Sejak saat itu, ia kemudian berpindah-pindah tempat kerja karena tidak sesuai dengan visi-misi pribadinya.
-
Bagaimana Anjani memulai bisnis? Awal Berbisnis Pada 2018 saat awal-awal merintis bisnis, Anjani hanya menjual jilbab.
-
Bagaimana Dina memulai usaha? Dina benar-benar mulai dari nol, dia mempelajari resep dari internet dan YouTube. Dengan modal Rp300 ribu, Dina memproduksi roti Maryam di kos-kosannya.
-
Bagaimana Trenggono memulai kariernya di dunia bisnis? Setelah menyelesaikan pendidikan S1 Teknik Industri dan S2 Magister Manajemen di Institut Teknologi Bandung (ITB), Trenggono memulai kariernya sebagai programmer di Federal Motor pada 1986 hingga 1992.
Usai menempuh pendidikan S2 di Amerika, Feri memutuskan kembali ke Indonesia. Dia bergabung di perusahaan pada 1996. Saat itu, perusahaan sudah berjalan selama enam tahun. Meskipun perusahaan JNE ini dimiliki oleh sang Ayah, tetapi dia tidak mengharapkan jabatan tinggi.
Mungkin banyak orang yang berpikir bagaimana bisa seorang putra pemilik perusahaan memulai karir dari bawah. Namun begitu, dirinya mengaku tidak menyesal. Bahkan, Feri bersyukur atas kesempatan tersebut. Dia menganggapnya sebagai suatu proses belajar.
"Saya bersyukur gitu walaupun banyak orang mengatakan demikian (putra mahkota), tetapi saya anggap ini sebagai suatu proses yang mana saya juga harus merasakan apa yang teman-teman rasakan. Jadi, bukan karena saya putra dari seorang pemilik dan bisa mendapatkan posisi yang tinggi gitu. Saya juga tidak berharap seperti itu," ucapnya.
Jabatan pertama yang dia duduki pada saat itu adalah business development manager atau manajer pengembangan usaha. Tugasnya adalah membangun jaringan di seluruh Indonesia.
Feri bercerita bahwa saat menduduki jabatan tersebut, dia memiliki kesempatan untuk berkeliling ke beberapa kota di Indonesia guna membangun jaringan-jaringan JNE. Berhubung JNE merupakan sister company dari TIKI, dia menggunakan kesempatan tersebut untuk melakukan kerjasama.
Dimulai dengan berbicara dengan pimpinan TIKI setempat, sampai membangun jaringan sendiri dengan bantuan mitra-mitra TIKI.
Menurutnya, hal tersebut menjadi sebuah proses dan kesempatan. Sebab, melalui proses tersebut, dirinya dipercaya menduduki beberapa jabatan manajerial.
Jika sebagian orang berpikir bahwa kendala merupakan beban. Baginya, adalah sebuah peluang. Tanpa kendala, mungkin JNE tidak akan pernah hadir sampai saat ini.
Sebagai sister company, pada masa itu, TIKI hanya melakukan pengiriman domestik. Namun, mulai merambah kiriman-kiriman yang datang dari luar negeri ke Indonesia. Tentunya, kiriman tersebut harus diteruskan lagi ke seluruh Indonesia.
"Pada saat itu, saya melihat bahwa ada beberapa kendala. Salah satu kendalanya adalah perbedaan waktu dari luar negeri. Bagaimanapun, proses pengiriman barang ini harus terus berjalan. Tepat di tanggal 26 November 1990, JNE kemudian dibentuk menjadi suatu entitas sendiri," ucapnya.
Sebagai seorang presiden direktur, dia memiliki prinsip sukses berbisnis. Bahwa sekarang bukan zamannya berkompetisi satu sama lain.
Fokus utama adalah bagaimana perusahaan bisa saling berkolaborasi dan bersinergi. Harapannya, ini akan menjadi sebuah kekuatan bagi perusahaan masing-masing.
Menuju titik kejayaan itu tidak mudah baginya. Dalam mencapainya, dirinya harus melewati berbagai rintangan.
Tanpa prinsip dan semangat, sebuah pencapaian tak akan terwujud. Baginya, prinsip menjadi pedoman penting agar JNE tetap berada di koridor yang benar.
Berambisi Bawa JNE Rajai Bisnis Logistik RI
Sebagai pemain lokal di industri jasa pengiriman, prinsip yang dimiliki JNE ialah ingin menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Dulu, JNE sempat merasakan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) sehingga setiap karyawan harus melakukan tugasnya secara multitasking. Seorang customer service pun harus merangkap menjadi seorang kurir, bahkan office boy.
Demi mewujudkan prinsip tersebut, dia tidak ingin membuang-buang waktu. Pada waktu itu, ada satu pengalaman yang berharga baginya.
"Saat itu, jumlah SDM kita sangat terbatas. Kalau setiap bulan Ramadan, semua harus turun gunung. Artinya, semua akan ikut turun dalam proses pengiriman. Mengantarkan paket ke konsumen itu kita lakukan juga pada hari raya tanpa terkecuali," tuturnya.
"Kita juga harus jaga malam karena kiriman-kiriman paket pada saat itu kebanyakan datang di malam hari. Jadi, kita harus melakukan supervisi. Bagaimana proses ini terus berjalan sesuai dengan SOP-nya," tambahnya.
Untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri, kuncinya satu. Konsistensi dalam memberikan pelayanan.
Dia berharap bahwa JNE dapat bermanfaat bagi masyarakat. Feri juga menegaskan yang paling penting adalah mengirimkan satu barang dengan cepat dan juga informasi yang sama cepatnya.
"Kalau kita mengirimkan barang dengan cepat, tapi datanya terlambat, seperti di e-commerce misalnya. Penjual perlu tahu cepat apakah barangnya sudah sampai atau belum karena ini terkait dengan pembayaran yang akan mereka terima dari market place. Penerima juga perlu cepat untuk bisa melakukan repeat order misalnya. Jadi, semua saling memerlukan gitu. Yang kita bangun adalah value chain yang ada," tegasnya.
Dia menilai mungkin perusahaan lain sudah mempunyai lokomotifnya, tetapi JNE yang harus menjadi rel utamanya. Sebagai pemain lokal, tentu pihak JNE tahu karakter dan budaya masyarakat di Indonesia.
Hal itu yang menjadi kelebihan JNE. Jika perusahaan lain datang dengan teknologi dan modal yang kuat, tapi terdapat satu hal yang mungkin tidak bisa mereka bangun. Jaringan fisik. Bagaimanapun, mereka memerlukan tempat untuk melakukan sortir dan aktivitas administrasi.
"JNE yang sudah lebih dulu membangun jaringan fisik, tentu hari ini tantangannya berbeda. Tantangannya adalah bagaimana kita bisa membangun konektivitas," jawabnya.
Resep Sukses Turun Temurun JNE
Feriadi mengungkapkan, sebenarnya, kunci sukses JNE sudah ditanamkan oleh para pendiri dahulu. Itu adalah saling membantu dan memberi kepada sesama.
Hal tersebut yang masih menjadi pedoman sampai saat ini. Sampai saat ini, kunci sukses tersebut masih dijalankan dengan kondisi yang terus ditingkatkan.
"Saya juga selalu ingatkan kepada manajemen bahwa kualitas kita dan ibadah kita setiap tahun harus lebih baik. Sejalan dengan berapa banyak rezeki yang kita terima. Masa kita terima dari Allah banyak, tapi yang kita berikan itu menurun," paparnya.
"Makanya dalam hal berbagi, saya selalu mendahulukan itu. Saya juga ingin memastikan kalau itu jangan sampai kita lupakan. Ini bakal menjadi doa yang sangat kuat yang membuat JNE tetap eksis sampai saat ini," tuturnya.
Jauh lebih penting bagi dirinya tidak hanya sekadar promosi dan layanan berkualitas, tetapi, konsistensi JNE dalam membantu dan memberi.
Dirinya menuturkan, banyak orang hanya melihat kesuksesan seseorang, tetapi tidak melihat proses di balik itu. Bagaimana diperlukannya jatuh bangun dan sakitnya dalam menempuh titik pencapaian kesuksesan.
Menerima keluhan, komplain, dan pelanggan yang marah. Dalam menghadapi permasalahan tersebut, dia menjadikannya sebagai sebuah masukan dan pembelajaran untuk berubah ke titik yang lebih baik lagi.
Apabila seseorang terus menutup telinga, tidak mau mendengar apa yang disampaikan, tentu dia tidak akan pernah tahu di mana letak kesalahannya. Berbeda jika kita mau mendengar masukan-masukan yang disampaikan, itu akan menjadi sebuah saran.
Hal tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah perubahan menuju sesuatu yang lebih baik. "Tidak ada orang yang bisa sampai pada posisi itu tanpa melalui proses jatuh bangunnya," ucapnya.
Menghadapi proses jatuh bangun, seseorang pasti membutuhkan sebuah dorongan dan motivasi. Feri mengakui bahwa dukungan terbesar datang dari orang-orang terdekat, seperti keluarga. Namun, tak lupa juga bahwa kekuatan terbesarnya datang dari Tuhan dan doa.
"Ya, keluarga pasti menjalankan peran yang sangat penting. Istri sebagai teman diskusi, orang tua sebagai teman diskusi, tapi jangan lupa doa kita. Setiap salat itu juga menjadi kekuatan tersendiri."
"Saya mendapatkan kemudahan dan perlindungan agar apa yang saya jalankan ini tentu tidak salah gitu ya. Saya selalu percaya itu sehingga apapun permasalahan yang dihadapi, saya selalu mengembalikannya kepada Tuhan dan sebuah doa," tutup bos JNE tersebut.
Reporter: Rhandana Kamilia
Baca juga:Dirut JNE Buka-bukaan Tips Sukses Hadapi Ketatnya Persaingan BisnisWawancara Dirut JNE: Kenaikan Tarif Layanan Tak Surutkan Bisnis PengirimanWawancara Dirut JNE: Bisnis Pengiriman Barang Terciprat Cuan Geliat Jual Beli OnlineKirim Barang Lewat JNE Kini Bisa Bayar Pakai GoPay (mdk/bim)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Simak cerita inspiratif anak pedagang gorengan yang sukses jadi peneliti di Jepang.
Baca SelengkapnyaHasjim juga ikut berjuang demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Baca SelengkapnyaBerbeda dengan keluarganya yang terjun ke dunia politik, pria ini memilih jadi pengusaha.
Baca SelengkapnyaGede Widiade merupakan pengusaha dan pernah memimpin 7 klub di Liga Indonesia dari pelbagai kasta kompetisi.
Baca SelengkapnyaMenves berikan beasiswa dan kontrak kerja kepada mahasiswa baru di Universitas Brawijaya.
Baca SelengkapnyaSaat berada di puncak kekayaan, sindrom Orang Kaya Baru (OKB) membawanya kembali ke titik terendah.
Baca SelengkapnyaBisnis yang dijalaninya tersebut terus naik daun. Penjualan yang sangat pesat kala itu membuat dia mulai kehabisan stok.
Baca SelengkapnyaAbdul menghabiskan waktu kurang lebih 7 tahun untuk mengubah hidupnya di kampung.
Baca SelengkapnyaAgus Musin Dasaad merupakan salah satu konglomerat Indonesia di masa awal kemerdekaan.
Baca SelengkapnyaRian adalah sosok sarjana hukum yang justru sukses menjadi seorang wirausaha berjualan ayam geprek. Penghasilannya capai puluhan juta per bulannya.
Baca SelengkapnyaKisah perjalanan seorang pengusaha sukses asal Wonosobo, Jawa Tengah.
Baca SelengkapnyaMenurut majalah Forbes tahun 2016, dia masuk dalam jajaran orang terkaya di Indonesia.
Baca Selengkapnya