Pemerintah Ungkap Fakta Sebenarnya di Balik Kabar Lesunya Industri Tekstil
Bea Cukai meluruskan kabar lesunya industri tekstil yang dikaitkan aturan Kementerian Keuangan.
Bea Cukai meluruskan kabar lesunya industri tekstil yang dikaitkan aturan Kementerian Keuangan.
Bea Cukai meluruskan kabar lesunya industri tekstil yang dikaitkan aturan Kementerian Keuangan.
Faktanya, kawasan berikat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia
Kepala Subdirektorat Hubungan Masyarakat dan Penyuluhan, Encep Dudi Ginanjar mengatakan, fasilitas ini telah memainkan peran penting dalam mendukung dan memajukan industri tekstil di Indonesia.
Pemberian insentif fiskal kawasan berikat diatur dalam beberapa aturan. Salah satunya, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 tahun 2018 jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65 Tahun 2021 tentang Kawasan Berikat.
Pada aturan tersebut dijelaskan pengeluaran hasil produksi ke tempat lain dalam daerah pabean dilakukan dalam jumlah paling banyak 50 persen
Penjumlahan nilai realisasi tahun sebelumnya yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan hasil produksi ke kawasan berikat lainnya
“Pengeluaran hasil produksi ke tempat lain dalam daerah pabean dapat dilakukan dalam jumlah lebih dari lima puluh persen dalam hal pengusaha kawasan berikat mendapatkan rekomendasi dari instansi terkait yang membidangi perindustrian,” ujar Encep.
Diketahui, Kemenperin telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 04/M-IND/PER/1/2014 tentang Pemberian Rekomendasi Bagi Perusahaan di Kawasan Berikat untuk melakukan Penjualan Hasil Produksi KB ke Tempat Lain di Dalam Daerah Pabean (TLDDP).
Aturan ini menjadi acuan di ketentuan kawasan berikat dan telah dicabut dengan Permenperin nomor 36 tahun 2019. Sehingga Kemenperin tidak lagi menerbitkan rekomendasi penjualan lokal lebih dari 50 persen dari kawasan berikat.
Berdasarkan fakta di lapangan, penggunaan bahan baku di kawasan berikat tidak hanya berasal dari impor.
“Banyak industri kawasan berikat memperoleh bahan baku juga dari lokal, sehingga meningkatkan nilai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) bagi pengusaha dalam negeri yang membeli produk intermediate dari kawasan berikat,” ungkap Encep.
Fasilitas kawasan berikat ini berangkat dari semangat untuk dapat meningkatkan investasi dan jumlah tenaga kerja di sektor industri pengolahan khususnya tekstil dan produk tekstil (TPT) yang makin meningkat.
Hal ini menjadi salah satu alternatif subsitusi impor atas barang dari luar negeri yang notabene tanpa pengolahan di dalam negeri atau penggunaan tenaga kerja dalam negeri.
Encep mengatakan, perlu pendalaman lebih lanjut secara komprehensif terkait anggapan industri TPT dalam negeri menjadi lesu. Karena atas produk kawasan berikat yang harusnya ekspor tapi dijual ke dalam negeri.
Berdasarkan data survei Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB), terdapat 16 perusahaan kawasan berikat TPT yang terkontraksi ekspor sehingga akan melakukan mitigasi untuk penjualan lokal lebih dari 50 persen dengan syarat mendapat rekomendasi jual lokal lebih 50 persen dari Kemenperin.
“Selain itu perlu juga menjadi perhatian bahwa barang hasil produksi kawasan berikat baik yang bahan baku impor atau lokal saat dijual ke dalam negeri wajib melunasi bea masuk, pajak dalam rangka impor dan PPN dalam negeri,” ujar Encep.
Fasilitas kawasan berikat terbukti efektif dalam mendorong kinerja ekspor nasional. Hal ini terindikasi pada rasio ekspor terhadap impor pada perusahaan pengguna fasilitas kepabeanan yang terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan data rasio neraca impor dan ekspor dari perusahaan kawasan berikat hingga Agustus 2023 nilai ekspor USD 48.534.657.706 dan impor sebesar USD 11.430.918.122 dengan nilai rasio sebesar 4,24.
Berdasarkan data penjualan produk tekstil dan produksi tekstil dari kawasan berikat ke pasar lokal hanya sekitar 10 hingga 12 persen, dibandingkan dengan produk impor langsung dari luar negeri.
Kinerja ekspor kawasan berikat TPT terhadap ekspor TPT nasional relatif sangat signifikan. Ekspor produk tekstil dan produksi tekstil dari kawasan berikat sangat besar, mencapai USD 4,932,395,028.55.
Ini jauh lebih tinggi daripada ekspor produk yang bukan dari kawasan berikat, yang hanya sekitar USD 1,136,168,323.89.
Ekspor dari kawasan berikat menyumbang sekitar 80 persen dari total ekspor produk tekstil dan produksi tekstil, yang menunjukkan bahwa produk dari kawasan berikat masih mendominasi pasar.
“Kami senantiasa mengedepankan sinergi dan mendorong peran masing-masing kementerian Lembaga untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam memastikan pengawasan terhadap pemanfaatan kawasan berikat ini berjalan sesuai dengan aturan,” pungkas Encep.
LPDUK telah menunjukkan kinerja yang positif. Sebagai Badan Layanan Umum (BLU).
Baca SelengkapnyaKementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) berupaya agar warga di sekitar Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) dapat terserap industri-industri yang ada.
Baca SelengkapnyaPerkembangan industri di Tegal tak terlepas dari keberadaan pabrik-pabrik gula di sana.
Baca SelengkapnyaTimbal salah satu logam berat dan dengan sifat beracun.
Baca SelengkapnyaDemi mendorong daya saing industri karet sintetis, Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Jakarta berikan izin gudang berikat ke PT LBL Global Links.
Baca SelengkapnyaMisteri kematian anak perwira TNI AU tewas terbakar belum terkuak.
Baca SelengkapnyaJalan tol menyimpan fakta menarik di balik proses pembangunannya.
Baca SelengkapnyaKebakaran kemungkinan besar bermula dari dek kendaraan di dalam kapal.
Baca SelengkapnyaAndhi Pramono juga disebut sebagai makelar barang di luar negeri dan memberi karpet merah kepada pengusaha yang bergerak di bidang ekspor-impor.
Baca Selengkapnya