Pertamina Sebut Pengoptimalan Energi Terbarukan Indonesia Butuh Investasi Besar
Merdeka.com - Penggunaan energi panas bumi sebagai pembangkit di Indonesia masih rendah.Untuk geothermal, pemanfaatannya baru 2,13 GW atau 8,9 persen dari potensinya 23,9 GW.
SVP Strategic & Investment Pertamina, Daniel Purba, mengatakan perlu adanya insentif dan komitmen dari pemerintah dalam pemanfaatan geothermal sebagai energi utama untuk pembangkit listrik (base load).
"Potensi kita cukup besar. Tentunya ini challenge-nya adalah dari sisi keekonomian project-nya. Karena cadangan-cadangan energi yang sangat besar ini untuk bisa diwujudkan untuk menjadi energi yang bisa dikonsumsi membutuhkan index investment yang tidak kecil," kata dia dalam webinar INDEF - Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021, Senin (30/11).
-
Dimana energi panas bumi bisa didapatkan? Di beberapa tempat di dunia, panas bumi dapat diambil langsung dari permukaan bumi atau dengan mengebor sumur panas bumi.
-
Apa target Pertamina dalam pengembangan energi panas bumi? Berdasarkan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN tahun 2021-2030 dan dokumen hijau Pertamina Geothermal Energy, secara keseluruhan industri panas bumi Indonesia diperkirakan akan berkontribusi hingga 16 persen dari total target dekarbonisasi nasional di tahun 2030.
-
Mengapa Pertamina menganggap panas bumi penting? Ini dikarenakan panas bumi memiliki ketersediaan terbaik di antara energi terbarukan lainnya serta dapat dikontrol, selain itu dengan potensinya yang sangat besar di Indonesia, panas bumi mampu menjadi baseload hijau untuk sektor industri, sebagai sumber energi terbarukan strategis yang utama,' ujar Julfi.
-
Dimana potensi besar Hydropower di Indonesia? Seperti sungai Mamberamo yang memiliki potensi 24 ribu Megawatt (MW) di Papua. Kemudian Sungai Kayan di Kalimantan Utara memiliki potensi 13 ribu MW yang nantinya akan digunakan sebagai sumber listrik untuk Green Industrial Park di Kalimantan. Ini adalah potensi besar yang bisa kita manfaatkan untuk masa depan bumi dan masa depan generasi penerus,' paparnya.
-
Bagaimana Pertamina menggunakan sumber daya alam untuk bioenergi? Pertamina akan memanfaatkan bahan bakar nabati seperti tebu, jagung, singkong dan sorgum untuk mengembangkan bioenergi.
-
Bagaimana Pertamina mengembangkan produk sekunder dari panas bumi? Beberapa produk sekunder yang sedang dikembangkan oleh Pertamina Geothermal Energy diantaranya green methanol, green hydrogen, dan ekstraksi silika,' jelas Julfi.
Saat ini, kapasitas geothermal yang terpasang oleh Pertamina totalnya sudah 670 MW. Sementara, target 5 tahun mendatang, Pertamina akan melipatgandakan kapasitas yang sekarang menjadi 1,3 GW.
"Indonesia memang secara global ini ada di rank kedua, di bawah Amerika dengan total kapasitas yang ada di atas 2 GW, dan saya kira ini akan terus berkembang ke depan meskipun kalau dilihat kapasitas ini hanya 8,9 persen yang baru termonetize," kata Daniel.
Pengusaha Dukung Pemerintah Jembatani Kesenjangan Harga Energi Terbarukan
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus memperbaiki kebijakan harga energi baru terbarukan (EBT). Diharapkan, aturan peraturan presiden (perpres) sudah bisa diteken awal tahun depan.
Kebijakan tersebut bertujuan untuk memastikan percepatan pengembangan EBT berjalan dengan baik, khususnya guna mengurangi neraca perdagangan yang defisit. Nantinya, kebijakan energi ke depan akan berlandaskan pada 3 pilar, yaitu energy equity, environmental sustainability, dan energy security.
Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Prijandaru Effendi menyatakan, pemerintah memang harus turun tangan secara total dalam menjembatani kesenjangan tersebut.
"Tidak bisa diperlakukan dalam hubungan B2B antara PLN dengan pengembang lagi, karena kedepannya yang akan menikmati energi bersih adalah masyarakat. Bagaimana pun juga, kami paham dalam menentukan harga beli, PLN punya undang-undang sendiri," kata Prijandaru melalui keterangan resminya, Jumat (15/11).
Menurutnya, kendala pokok yang dihadapi para pengembang listrik panas bumi adalah masalah harga yang tidak pernah mendapatkan titik temu. Sebab, harga keekonomian proyek panas bumi yang dihitung para pengembang selalu ada di atas daya beli PLN yang diukur dengan Biaya Pokok Penyediaan (BPP).
"Masalahnya klise dari dulu. Bagaimanapun pengembang wajib untung dan mendapat margin dari harga proyek. Sementara PLN untuk menentukan harga juga punya undang-undang sendiri dan mereka juga diwajibkan mendapat untung dari pemerintah," imbuhnya.
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), mendukung peninjauan kembali (PK) pengaturan pembelian tenaga listrik dari EBT yang telah ditetapkan pemerintah paling tinggi 85 persen dari BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat.
Selain itu, dia juga mendukung pemberlakuan sistem tarif tetap, bukan negosiasi seperti yang selama ini berlaku dan dinilai memberatkan PLN.
"Masalah harga merupakan salah satu tantangan pengembangan EBT yang harus kita pecahkan. Penetapan skema 85 persen dari BPP sangat tidak fair, dan kedua, dengan pola negosiasi, kita tidak tahu kapan itu bisa terjadi. Jadi kami maklum kalau PLN tidak mau dengan kedua pola tersebut," paparnya.
Dia menjelaskan, banyak pengusaha kecil maupun besar tertarik untuk mengelola energi panas bumi. Namun menurutnya, tentu saja pengusaha tidak mau rugi. Dengan risiko begitu besar dalam proses produksinya, tentu mereka ingin mendapatkan return yang paling pas.
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan energi terbarukan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut, potensi listrik sumber EBT Indonesia mencapai 400 GW, namun realisasinya baru sebesar 32GW.
"Sampai akhir 2018, energi terbarukan hanya menyumbang 8,6 persen dalam bauran energi nasional. Kami akan terus mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan penggunaan energi baru dan terbarukan menuju 23 persen pada tahun 2025 dan menjadi 30 persen pada tahun 2050," jelasnya.
Saat ini potensi panas bumi Indonesia mencapai 25 ribu MW (25 GW), namun yang terpakai baru 2000MW (2 GW). Padahal, sumber energi panas bumi di Indonesia sendiri mencapai lebih dari 300 titik di seluruh Indonesia, salah satu cadangan panas bumi terbesar di dunia.
Oleh karena itu tidak heran kalau tahun 2025 nanti, pemerintah sudah memasang target pengembangan panas bumi sebesar 7,5 GW. "Masalahnya bagaimana mengejar dari 2GW menuju 7,5GW itu dalam 5 tahun?" lanjut Prijandaru.
Reporter: Pipit Ika Ramadhani
Sumber: Liputan6
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Di era transisi energi, potensi panas bumi merupakan salah satu sumber energi yang dilirik investor global.
Baca SelengkapnyaJika tak juga dieksekusi, Bahlil mengancam akan menyerahkan hal tersebut kepada pihak swasta.
Baca SelengkapnyaRendahnya realisasi bauran EBT ini tak lepas dari belum tercapainya target investasi di sektor energi hijau.
Baca SelengkapnyaSumber-sumber energi terbarukan membutuhkan pendanaan besar.
Baca SelengkapnyaPanas bumi ini memiliki potensi yang sangat luar biasa untuk bisa menjadi pendorong atau mewujudkan apa yang ditetapkan oleh pemerintah.
Baca SelengkapnyaEnergi terbarukan yang paling potensial adalah panas bumi yang dikelola oleh PT Pertamina Geothermal Energy Tbk.
Baca SelengkapnyaJokowi mendorong, waktu pengurusan perizinan bisa dipersingkat, tujuannya agar potensi dari 24.000 megawatt dari energi panas bumi bisa terwujud.
Baca SelengkapnyaDari 362 lokasi tersebut baru sebanyak 62 titik yang telah dieksplorasi.
Baca SelengkapnyaDalam mengoptimalkan panas bumi, PLN Indonesia Power pun berkolaborasi dengan berbagai pihak di antaranya adalah Pertamina Geothermal Energy.
Baca SelengkapnyaPLN bersama Pertamina memulai pemanfaatan energi panas dengan kapasitas 30 dan 15 mega watt.
Baca SelengkapnyaDi wilayah tersebut terdapat potensi pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) atau Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM).
Baca SelengkapnyaPembangunan pembangkit listrik dan jaringan transmisi masih jauh dari target.
Baca Selengkapnya