PP 27 Tahun 2021 Dinilai Mengancam Nelayan
Merdeka.com - Ahli ekonomi Kelautan, Suhana mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja ini dinilai mengancam nelayan.
"Terkait dengan zonasi saya kira akan sangat mengancam, sebetulnya tidak hanya PP 27 yang mengancam itu, juga ada PP 43 dan PP 18 justru itu yang lebih parah menurut saya, terkait dengan hak-hak atas tanah di perairan dan hak pengelolaan perairan di wilayah pesisir," kata Suhana dalam Ngobrol Tempo: Kebijakan Kelautan dan Perikanan untuk Siapa?, Selasa (13/4).
Dia menjelaskan, sebelumnya dulu undang-undang nomor 27 tahun 2007 yang mengatur tentang hak pengelolaan wilayah pesisir sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Pembatalan itu dilakukan oleh Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dan WALHI.
-
Apa yang ingin KKP dorong di sektor perikanan? Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong penerapan zero waste pada perikanan. Semua bagian pada ikan dapat diolah menjadi produk bernilai ekonomis, seperti aneka ragam makanan hingga produk farmasi.
-
Siapa yang ikut membantu KKP dalam mendorong ekonomi nelayan? Bersama Gerakan Ingat Selamat Layar Indonesia (GISLI), KKP menggelar workshop PUG pada 30 Juli 2023 di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur.
-
Apa yang diberikan Dinas Perikanan Kutai Timur kepada nelayan? 'Bantuan berupa mesin 13 PK sebanyak 11unit dan Has sebanyak 11unit untuk Kelompok Nelayan Teluk Dalam 2 di Kecamatan Teluk Pandan,' katanya, Senin (11/12).
-
Siapa Menteri Kelautan dan Perikanan di kabinet Prabowo - Gibran? Presiden Prabowo Subianto menunjuk kembali Sakti Wahyu Trenggono sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KP).
-
Bagaimana angin muson mempengaruhi perikanan di Sumut? Di sisi lain, perikanan juga mengalami dampak dari angin muson karena perubahan pola arus laut yang membawa hasil laut ke perairan yang berbeda.
-
Mengapa KKP mendorong istri nelayan untuk mengolah ikan? “Pengarusutamaan gender ini sangat penting, terutama jika istri atau keluarga nelayan mengolah ikan, mereka jadi bisa memiliki tambahan sumber ekonomi keluarga,“ jelas Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Budi Sulistiyo di Banyuwangi.
"Kiara, walhi dan lain-lain menggugat ke MK termasuk saya di dalamnya dan MK sudah menyatakan bahwa hak pengelolaan pesisir itu bertentangan dengan undang-undang Dasar 1945. Jadi turunan dari undang-undang Cipta kerja ini yang mengancam masyarakat pesisir selain dari yang disebutkan nelayan tadi adalah PP 43 dan PP 18," jelasnya.
Menurutnya, jika memang zona perairan pesisir itu diberikan hak pengelolaannya kepada pengusaha maka tentu saja akan berdampak pada nelayan dan masyarakat sekitar pesisir, lantaran dibangunnya zona industri.
"Saya sendiri terus terang baru seminggu ini membaca PP ini sehingga merasa kecolongan karena sebelumnya hak ini sudah dibatalkan oleh MK. Tapi ternyata di sini muncul lagi ini luar biasa," katanya.
Senada dengan Suhana, Nelayan dari Maluku Jhon Edison Kailola menambahkan, bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 tahun 2021 yang berkaitan dengan zona inti dan reklamasi itu sangat ditentang.
"Sebab kami di Maluku menganut peduli lingkungan pesisir. Ada daerah-daerah yang harus dijaga sedemikian rupa dilindungi dengan aturan-aturan yang dibangun oleh masyarakat adat yang ada. Kami di sini sangat tidak setuju kalau memang zona-zona ini nanti dimanfaatkan untuk pembangunan-pembangunan industri," tegas Jhon.
Jhon meyakini ketika zona pesisir nanti dijadikan zona industri, maka secara otomatis wilayah pesisir yang telah dijaga dengan baik oleh masyarakat setempat akan rusak. "Dan yang lebih parahnya lagi, limbah-limbah dari industri itu mau dikemanakan? otomatis pasti akan merusak lingkungan di sekitar dan berdampak pada masyarakat dan nelayan, saya kira seperti itu ya," tandasnya.
Ancam Hilangkan SDA
Suhana menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, kontradiktif dengan cita-cita pemerintah untuk mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals di sektor perikanan.
"Saya kira Pemerintah dalam hal ini sudah banyak berperan dalam mengeluarkan regulasi terkait konservasi laut, baik Pemerintah pusat maupun Pemerintah daerah. Akan tetapi kontraproduktif dengan apa yang terjadi sekarang adanya UU Ciptakerja ini," kata Suhana.
Menurutnya, dalam PP 27 tahun 2021 itu disebutkan dengan jelas bahwa ditujukan untuk memenuhi kepentingan investasi pelaku usaha. Sehingga kawasan konservasi pun atau kawasan zona inti pun bisa direbut atau dikenal dengan istilah 'Perebutan wilayah konservasi'.
"Nah ini ini jelas-jelas akan tidak hanya mengancam nelayan ketersediaan ikan yang ada di wilayah situ juga ada terkait dengan ikannya itu sendiri. Padahal inti dari usaha perikanan itu kan ikan, bagaimana kita mengelola ikan bagaimana kita menjaga ikan itu adalah bagaimana kita bisa melestarikan usaha perikanan sendiri," ujarnya.
Apabila tidak ada ikan di wilayah-wilayah yang dikonservasi, maka keberlanjutan usaha perikanan akan tidak akan terjadi. Meskipun Pemerintah pusat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2021 dinilai memberikan akses terhadap industri eksploitatif untuk mengkonversi zona inti dari wilayah konservasi sebagai upaya percepatan proyek strategis Nasional.
Namun hal ini dipandang bertentangan bagi nelayan dan tentunya sumber ikan yang tersedia di wilayah konservasi laut. Bahkan, sekarang saja sudah banyak tindakan illegal pengambilan ikan di laut. Apalagi sekarang dilegalkan dengan istilah proyek strategis nasional itu kawasan inti bisa berubah menjadi tidak inti lagi. Selain mengancam pada kelestarian sumberdaya juga mengancam kelestarian usaha.
"Nah itu sangat luar biasa kalau misalnya zona inti apa boleh direbut dengan seperti yang ada dalam PP 27 ini dengan modus proyek strategis nasional. Saya kira dengan pelepasan zona inti pun bertentangan dengan cita-cita pemerintah untuk mewujudkan SDG’s di sektor perikanan," ungkapnya.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menjadi nelayan merupakan sebuah profesi yang memiliki resiko., tidak jarang harus berjumpa dengan badai di tengah laut.
Baca SelengkapnyaIa melihat hingga kini masih banyak nelayan yang miskin bahkan mengalami kemiskinan ekstrem, utamanya di daerah pesisir.
Baca SelengkapnyaKebijakan yang bertujuan untuk mengatur industri tembakau ini dikritik karena dianggap akan berdampak luas dan menimbulkan efek domino
Baca Selengkapnyakita harus libatkan mereka dalam setiap pengambilan keputusan agar regulasi kelautan kita ke depan berpihak pada nelayan," kata Ganjar
Baca SelengkapnyaMereka memprotes kebijakan Presiden Jokowi yang kembali membuka keran ekspor pasir laut setelah 20 tahun dilarang.
Baca SelengkapnyaPP Kesehatan dinilai menimbulkan pro dan kontra, salah satunya terkait penggabungan banyak klaster di dalam satu PP.
Baca SelengkapnyaLuluk menyampaikan Indonesia berperan penting mendorong keberlanjutan ekonomi laut dan ketahanan pangan global.
Baca SelengkapnyaAturan ini menjadi landasan penangkapan ikan berdasarkan kebutuhan pasar.
Baca SelengkapnyaPP ini menghapus piutang macet pelaku usaha kecil mikro, kecil, dan menengah (UMKM), petani, hingga nelayan.
Baca SelengkapnyaPara nelayan diiming-iming gaji besar dibandingkan fokus terhadap keterampilan melaut.
Baca SelengkapnyaMenurut Sudarto, saat ini terdapat 143.000 anggota FSP RTMM-SPSI yang bergantung pada sektor IHT sebagai tenaga kerja di pabrik.
Baca SelengkapnyaHamdan menilai PP itu cacat hukum lantaran saling tumpang tindih dan inkonsisten dengan peraturan hukum lainnya.
Baca Selengkapnya