Inara Rusli: Kita berada di Era yang Dipengaruhi Oleh Patriarki Toxic
Inara Rusli menginginkan agar tidak ada lagi individu yang menganggap perbuatan yang salah sebagai hal yang biasa.
Dalam beberapa waktu terakhir, banyak tokoh publik yang mulai speak up di media sosial terkait masalah rumah tangga. Beberapa contoh yang menjadi perhatian publik adalah kasus perselingkuhan yang dialami oleh Inara Rusli serta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami oleh Cut Intan Nabila. Pada suatu kesempatan, jurnalis Fristian Griec mengadakan diskusi dengan Inara Rusli, mantan istri Virgoun, mengenai fenomena ini.
Fristian mengungkapkan, "Berarti kamu bisa terima, ya saat lihat Cut Intan Nabila yang dia lakukan pertama adalah posting di medsos, karena kalau perempuan mau teriak ke siapa kalau dia dapat kekerasan dalam rumah tangga?" yang diambil dari video di TikTok pada Rabu (6/11/2024).
- Jarang Sekali Tersorot, Potret Ibunda Inara Rusli Cantiknya 11 12 dengan Sang Putri - Wajah Mungil & Berkulit Putih
- Inara Rusli Blak-blakan Mengaku Lega Usai Cabut Laporan Polisi Untuk Virgoun Soal Perzinahan
- 7 Momen Inara Rusli saat Rayakan Imlek, Ungkap Sosok Sang Ayah yang Ternyata Muslim Tionghoa
- Inara Rusli Menangis Sebut Virgoun Tak Gentle Lantaran Masih Belum Cabut Laporan Polisi
Inara kemudian menanggapi, "Aku setuju, karena kalau secara teori mungkin orang bisa bilang, kenapa enggak lapor polisi, kenapa enggak ajukan gugatan? Ini sesuai manual book ya, kenapa enggak cerita sama keluarga? Masalahnya kalau keluarganya enggak supportif gimana?"
Toxic Patriarchy
Ibu yang memiliki tiga anak itu mengemukakan pendapat bahwa situasi yang ada merupakan bagian dari toxic patriarchy. Istilah ini merujuk pada sistem sosial yang menempatkan pria dalam posisi dominan, sehingga perempuan sering kali menjadi korban dari perilaku kekerasan, destruktif, atau anti-feminin.
"Kita hidup di era yang masih terpengaruh oleh toxic patriarchy. Dalam setiap permasalahan rumah tangga, sering kali wanita yang menjadi sasaran tuduhan. Perempuan biasanya menjadi pihak yang pertama kali dipertanyakan ketika terjadi masalah dalam keluarga," kata Inara Rusli.
Stigma Sosial
Dalam banyak situasi, wanita yang menjadi korban sering kali masih dipandang bertanggung jawab atas tindakan pria yang melanggar norma. Seperti yang diungkapkan oleh Inara Rusli, "'Kamu benar enggak ngelayaninnya? Kamu memang ngapain kok bisa sampai dipukul? Kamu memang ngapain kok bisa sampai diselingkuhi?' Ini menunjukkan bahwa ada anggapan yang salah, di mana kita seolah-olah membenarkan tindakan kriminal seperti pencurian hanya karena pelakunya dalam keadaan lapar.
Hal ini mencerminkan stigma sosial yang merugikan korban, terutama wanita. Banyak orang cenderung mengalihkan perhatian dari kesalahan pelaku dan justru menyalahkan korban atas situasi yang mereka alami. Dengan demikian, penting untuk menyadari bahwa tidak seharusnya ada pembenaran untuk perilaku yang menyakitkan, apapun alasannya.
Langgar Hukum
Inara Rusli menginginkan agar masyarakat tidak lagi menganggap wajar tindakan yang jelas-jelas melanggar hukum.
"Betul dia lapar, tapi kan bukan berarti dia harus mencuri. Jangan menormalisasi perbuatan yang melanggar hukum, melanggar adat istiadat, dan agama untuk satu hal yang menurut mereka wajar," terangnya.
Ia menekankan pentingnya untuk tidak mengabaikan norma-norma yang ada hanya karena alasan tertentu. Tindakan mencuri, meskipun dipicu oleh kebutuhan, tetap tidak dapat dibenarkan dan seharusnya tidak dijadikan alasan untuk membenarkan pelanggaran yang lebih besar.