CEK FAKTA: Menelusuri Klaim Pemerintah Meningkatkan Upaya Kendalikan Perubahan Iklim
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar mengatakan Indonesia telah menunjukkan banyak perubahan yang signifikan dalam pengendalian iklim atau dampak perubahan iklim, benarkah?
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar, mengklaim posisi Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia COP26 tahun 2021 sangat baik. Salah satu penyebabnya, Indonesia menunjukkan banyak perubahan yang signifikan dalam hal pengendalian iklim atau dampak perubahan iklim tersebut.
Bahkan, kata dia, capaian itu pula yang membuat Indonesia mendapat pengakuan dari banyak pihak.
-
Apa itu perubahan iklim? Menurut PBB, perubahan iklim adalah mengacu pada perubahan jangka panjang dalam suhu dan pola cuaca. Pergeseran ini mungkin alami, seperti melalui variasi siklus matahari. Namun sejak tahun 1800-an, aktivitas manusia menjadi pendorong utama perubahan iklim, terutama akibat pembakaran bahan fosil seperti batu bara, minyak dan gas.
-
Apa yang dimaksud dengan kalimat fakta? Kalimat fakta adalah jenis kalimat yang menyajikan informasi yang benar, dapat diverifikasi, dan tidak terbantahkan.
-
Apa contoh kalimat fakta yang menunjukkan ciri khas dari negara Indonesia? Indonesia adalah negara kepulauan, terdiri atas lima pulau besar, yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Jawa.
-
Apa yang dimaksud dengan fakta? Fakta adalah informasi objektif atau bukti yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Fakta adalah sesuatu yang dapat diamati, diukur, dibuktikan, dan diverifikasi oleh berbagai pihak yang dapat melihat fenomena yang sama.
-
Bagaimana cara mengatasi perubahan iklim? Ada beberapa cara mengatasi perubahan iklim yang bisa dilakukan, di antaranya: Mengehmat Energi Salah satu cara mengatasi perubahan iklim adalah menghemat energi. Dengan menghemat energi, kita bisa mengurangi efek rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim.
"Jadi bukan mengada-ada atau kita memuji-muji diri sendiri itu tidak. Jadi memang realistis bahwa Indonesia mengalami banyak kemajuan," ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar, Selasa (2/11).
Klaim Menteri Siti coba ditelusuri merdeka.com. Mengutip website maritim.go.id, disebutkan Indonesia memang melakukan berbagai upaya mengatasi dampak perubahan iklim. Khusus di bidang kelautan, langkah dilakukan dengan cara adaptasi yakni mengatasi secara antisipatif maupun reaktif dan mitigasi dengan mengurangi emisi gas rumah kaca terkait globalisasi.
Langkah lainnya, Presiden Jokowi pernah memaparkan. Dengan menekan laju deforestasi, mengurangi kebakaran hutan hingga 82 persen, hingga melakukan restorasi sebesar 64 ribu hektare lahan mangrove.
Terkait deforestasi, Kementerian LHK dalam websitenya menyebut hasil pemantauan hutan Indonesia Tahun 2020 menunjukkan, deforestasi netto tahun 2019 -2020 baik di dalam maupun di luar kawasan hutan Indonesia adalah sebesar 115,5 ribu ha. Angka ini berasal dari angka deforestasi bruto sebesar 119,1 ribu ha dikurangi angka reforestasi (hasil pemantauan citra satelit) sebesar 3,6 ribu ha.
Luas deforestasi tertinggi terjadi di kelas hutan sekunder, yaitu 104,4 ribu ha, di mana 58,1% atau 60,64 ribu ha berada di dalam kawasan hutan dan sisanya seluas 43,7 ribu ha atau 41,9?rada di luar kawasan hutan.
Sementara hasil pemantauan hutan Indonesia di tahun 2019 menunjukkan, bahwa deforestasi netto tahun 2018-2019 baik di dalam dan di luar kawasan hutan Indonesia adalah sebesar 462,5 ribu ha. Berasal dari angka deforestasi bruto sebesar 465,5 ribu ha dengan dikurangi reforestasi (hasil pemantauan citra satelit) sebesar 3 ribu ha. Dengan memperhatikan hasil permantauan tahun 2020 dan 2019 dapat dilihat bahwa secara netto deforestasi Indonesia tahun 2019-2020 terjadi penurunan 75,0%, demikian juga untuk deforestasi bruto terjadi penurunan sebesar 74,4 %.
Jika dilihat tren deforestasi berdasarkan data sebelumnya maka tahun ini pengurangan hutan Indonesia relatif rendah dan cenderung stabil. Hal ini menunjukan bahwa berbagai upaya yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akhir-akhir ini menunjukkan hasil yang signifikan.
Sebaliknya terkait penanganan kebakaran hutan. Menurut data data BNPB per November 2020, mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2019. Pada tahun 2019, terjadi kebakaran hutan di lahan seluas 1,6 juta hektar. Sementara di tahun 2020, hanya terjadi kebakaran hutan di lahan seluas 300 ribu hektar.
Sementara upaya menurunkan emisi gas rumah kaca sedang digencarkan. Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Ruandha Agung Sugardirman, mengatakan pemerintah telah menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebanyak 29 persen pada taun 2030 dengan usaha sendiri, dan 41 persen dengan bantuan internasional.
Upaya lainnya yang tengah digencarkan adalah penanaman mangrove. Melansir situs KKP.go.id, sebanyak 2,9 juta batang mangrove ditanam di area tanam seluas 448.18 hektar. Jumlah tersebut meningkat taham pada tahun 2021, 6.651.300 batang mangrove ditahan dengan luas area mencapai 1.373 hektar. Luasan area tanam tahun ini melampaui luasan target yang ditetapkan sebesar 400 hektar.
Di bidang transportasi, Kementerian Perhubungan mengembangkan kawasan Transit Oriented Development (TOD) di wilayah perkotaan. Konsep ini akan menciptakan ekosistem transportasi massal transit yang terintegrasi, dan dapat menumbuhkan komunitas pejalan kaki dan pesepeda.
Kemudian mengoptimalkan kapasitas dan kualitas layanan transporasi umum perkotaan, memanfaatkan kendaraan listrik sebagai upaya penurunan emisi.
Selain sarana, Kemenhub juga sudah mulai memasang panel surya, seperti pembangkit listrik tenaga surya, penerangan jalan tenaga surya, dan bangunan yang ramah lingkungan di bandara, pelabuhan, stasiun dan terminal.
Merealisasikan rencana aksis tersebut, Indonesia setidaknya membutuhkan dana hingga 365 miliar dollar AS atau setara dengan Rp5.131 triliun (kurs Rp 14.060) untuk menurunkan 29 persen emisi karbon hingga tahun 2030. Bahkan, dana tersbeut akan mejadi lebih besar mencapai 479 miliar dollar AS atau Rp6.734 triliun untuk menurunkan emisi karbon sebesar 41 persen hingga 2030 menyusul komitmen Indonesia dalam Nationally Determined Contribution (NDC) Paris Agreement pada tahun 2016.
Ragam upaya Indonesia berbuah pujian dari tokoh perubahan iklim global, Al Gore. Dia menilai Indonesia sangat bekerja keras mengatasi permasalahan terkait perubahan iklim.
"Indonesia menjadi contoh sebuah negara yang berusaha berusaha keras mengubah kebijakan dengan mengadopsi solusi-solusi untuk melaju ke arah yang lebih baik," kata dia saat menyampaikan pidato di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP25 UNFCCC di Madrid, Spanyol pada 2019 lalu, seperti dikutip dari mediaindonesia.com.
Al Gore menjelaskan, perubahan iklim telah membuat muka air laut global meningkat ini mengancam negara-negara kepulauan, termasuk Indonesia. Kondisi naiknya muka air laut itu juga yang menjadi konsekuensi bagi Indonesia.
"Indonesia merupakan salah satu negara yang menerima dampak dari krisis iklim," jelas dia.
Versi Pemerhati Lingkungan
Data dipaparkan pemerintah, berbeda dengan temuan sejumlah pegiat lingkungan. Salah satunya terkait aksi deforestasi.
Manajer Kampanye Eksekutif Nasional Walhi, Wahyu A Perdana, membeberkan deforestasi terselubung melalui izin pinjam pakai kawasan hutan masih bermunculan. Terlihat pada periode sebelumnya hingga sekarang tambang dapat pelepasan kawasan hutan (IPPKH) semakin pesat.
Terlihat dari data Dirjen planologi kehutanan dan tata lingkungan (PKTL) KLHK tambang dapat pelepasan kawasan hutan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) lebih besar yaitu pada 2014-2020 mencapai 117.106 hektare. Sedangkan non-tambang terdapat 14.410 hektare.
"Pelepasan kawasan hutan masih terjadi bahkan saat periode masa moratorium hutan," kata Wahyu kepada merdeka.com, Kamis(4/11).
Selanjutnya, kebakaran hutan juga masih terjadi meskipun trennya menurun. Penyebab kebakaran hutan didominasi faktor cuaca dan berganti menjadi banjir pada kawasan gambut rusak.
"Kebakaran hutan dan lahan masih terjadi, berdasarkan citra satelit LAPAN dengan confedential diatas 80% tercatat 17.801 Hotspot," bebernya.
Sementara Catatan Forest Watch Indonesia (FWI) pada 2021, ada sekitar 229 ribu hektare hutan dan lahan yang terbakar di Indonesia. Bahkan dua tahun sebelumnya (2019) luas hutan dan lahan yang terbakar mencapai 1,6 juta ha, di mana 1,3 juta ha (82%) terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
"Ironisnya, di dua pulau itu pula izin-izin industri ekstraktif menguasai hutan dan wilayah adat," bebernya.
Pada ekosistem gambut yang paling erat fungsi hidrologinya kecenderungan mengalami bencana ekologisnya. Hal tersebut akan berdampak jika terjadi kering maka memiliki risiko kebakaran tinggi.
Kemudian, ketika musim penghujan gambut yang rusak kehilangan fungsi penyimpanan airnya dan menyebabkan banjir. Hal tersebut terlihat dari data BNPB perbandingan 2019-2020 yaitu angka nasional banjir meningkat dari 784 menjadi 1.518.